Perputaran Uang Cepat, Industri Gim Lahan Cari Untung
A
A
A
SABAN siang di kantin Kampus Esa Unggul, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, para mahasiswa dan mahasiswinya kerap meriung dalam beberapa kelompok. Mereka bukan sekadar jajan makanan, minuman, dan ngobrol-ngobrol. Kini kegiatan mereka bertambah, yakni bermain gim daring selama jeda atau selepas selesai waktu perkuliahan. “Awalnya, kepingin ikut-ikutan saja. Cuma lama-lama seru,” kata Putra Ardiansyah kepada Nini Hilaliyah dari SINDO Weekly.
Ketika meriung dan bermain gim daring secara tim, fokus mereka sulit dialihkan dari gawai yang dipegang. Mereka tak segan duduk mengemper di lantai kantin. Ada yang diam. Ada pula yang kadang berteriak meluapkan emosi ketika musuh dalam gim yang dimainkannya menyerang atau meminta temannya untuk membantu permainan. Gelak tawa pun kerap menyelingi segala keseriusan dalam bermain gim itu. Putra mengakui tiap kali nongkrong bareng teman-temannya hampir selalu main gim. “Teman-teman selalu mengajak main gim,” ucapnya, Rabu pekan lalu.
Nah, pemain gim daring kini tidak mengenal usia, mulai dari anak sekolah dasar hingga yang sudah bekerja atau berkeluarga. Aneka gim yang banyak dimainkan, antara lain Counter-Strike (CS), Player Unknown’s Battlegrounds (PUBG/PUBG Mobile), Mobile Legend (ML), Point Blank (PB), Clash of Clan (CoC), Arena of Valor (AoV), dan Defense of the Ancients (DotA). Putra mengatakan suka memainkan ML dan PUBG. Alasannya, tampilan permainan perang dalam PUBG mirip seperti di dunia nyata.
Setiap orang punya tujuan beda-beda dalam bermain gim. Ada yang iseng-iseng saja untuk mengisi waktu luang. Namun, tak sedikit yang serius menggeluti setiap gim untuk meraup uang. Pendapatan masuk ke kantong biasanya melalui berbagai cara. Salah satunya menjadi joki untuk menaikkan level akun orang lain.
Selain itu, seiring berjalannya waktu, banyak anak muda yang menjadi atlet olahraga elektronik atau electronic sports (e-sports). Nama-nama beken atlet e-sport Indonesia, antara lain Kevin Susanto (CS), Tobias Justin alias Jess No Limit (ML), dan Hansel Ferdinand (CS).
Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim profesional dan sering mengikuti kompetisi lokal maupun internasional. Tim dan atlet biasanya punya spesialisasi dalam gim-gim tertentu, misalnya RRQ Endeavour untuk cabang PB, Boom ID di DotA, Bigetron e-Sports melakoni PUBG Mobile, dan Evos bergelut di cabang AoV. Kevin mengatakan bahwa dirinya mengikuti 5 hingga 6 kali kompetisi nasional dalam setahun. Itu belum termasuk ajang internasional. “Random, sih,” kata pemain dari Big Time Regal Game itu.
Ketua Umum Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno mengungkapkan perputaran uang dari industri gim di Indonesia mencapai Rp14 triliun dalam setahun. Jumlah pemain gim di Bumi Pertiwi diprediksi mencapai 41 juta orang. Sayangnya, produsen gim lokal belum bisa mengambil porsi yang besar dari perputaran uang itu. Salah satu perusahaan pembuat gim besar di Tanah Air adalah Agate Studio.
Produk perusahaan yang berbasis di Bandung, antara lain Football Saga, Juragan Kos, Ciayo Stories, dan Valthirian Arc. Menurut Cipto, ada beberapa hal yang menyebabkan produsen dalam negeri kalah dari asing, seperti kualitas produk. Penyebabnya tak lain masih kurangnya kemampuan talenta lokal dalam menciptakan gim.
Penyebab ini beranak pinak menimbulkan masalah baru, yakni membuat sedikit orang atau perusahaan yang mau berinvestasi di industri gim nasional. “Karena tidak banyak investasi, tidak ada kesempatan membuat produk berkualitas,” terangnya kepada Efi Susiyanti kepada SINDO Weekly.
Cipto memprediksi jumlah gim lokal tidak lebih dari 20 buah. Angkanya semakin terpuruk karena nyaris tidak ada yang digandrungi secara besar-besaran oleh para gamer. Melihat situasi itu, pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf)-sekarang bergabung kembali dengan Kementerian Pariwisata (Kemenparekraf)-melakukan berbagai upaya untuk mendorong produsen lokal lebih produktif. Salah satunya menyediakan co-working space yang biayanya terjangkau oleh para pelaku industri gim nusantara.
Minggu ketiga Maret lalu, Bekraf memboyong beberapa perusahaan rintisan ke helatan Game Connection America (GSA) di San Fransisco, Amerika Serikat (AS). Delegasi yang diberi nama Archilepageek itu unjuk gigi hasil inovasinya. “Tujuan kunjungan itu adalah menghubungkan pelaku industri (lokal) dengan bisnis di luar negeri,” terang Cipto.
Pemain lokal memang harus banyak belajar dari pengembang-pengembang gim negeri Asia Timur dan Amerika. Tencent yang mengembangkan PUBG Mobile meraup uang sekitar US$146 juta. Setidaknya itulah data sampai pertengahan tahun ini. Valve Corporation yang menciptakan CS: Global Offensive (CS:GO) telah meraup sekitar US$414 juta dalam rentang waktu enam tahun sejak dirilis pada 2012.
Tencent dan Valve pun sering menjadi sponsor utama kompetisi gim daring kelas dunia. Sebut saja Valve kerap berada di balik kompetisi DotA 2 bernama The International. Tahun ini saja, The International menyediakan total hadiah sampai Rp419 miliar. Juara pertamanya, Optic Gaming (OG) yang berasal dari benua biru, merengkuh uang sekitar Rp221 miliar. “Bergengsi dan menggunakan gim-gim popular serta hadiah yang besar,” tutur Cipto. (Fahmi W. Bahtiar, Faorick Pakpahan, dan Ade Nyong La Tayeb)
Ketika meriung dan bermain gim daring secara tim, fokus mereka sulit dialihkan dari gawai yang dipegang. Mereka tak segan duduk mengemper di lantai kantin. Ada yang diam. Ada pula yang kadang berteriak meluapkan emosi ketika musuh dalam gim yang dimainkannya menyerang atau meminta temannya untuk membantu permainan. Gelak tawa pun kerap menyelingi segala keseriusan dalam bermain gim itu. Putra mengakui tiap kali nongkrong bareng teman-temannya hampir selalu main gim. “Teman-teman selalu mengajak main gim,” ucapnya, Rabu pekan lalu.
Nah, pemain gim daring kini tidak mengenal usia, mulai dari anak sekolah dasar hingga yang sudah bekerja atau berkeluarga. Aneka gim yang banyak dimainkan, antara lain Counter-Strike (CS), Player Unknown’s Battlegrounds (PUBG/PUBG Mobile), Mobile Legend (ML), Point Blank (PB), Clash of Clan (CoC), Arena of Valor (AoV), dan Defense of the Ancients (DotA). Putra mengatakan suka memainkan ML dan PUBG. Alasannya, tampilan permainan perang dalam PUBG mirip seperti di dunia nyata.
Setiap orang punya tujuan beda-beda dalam bermain gim. Ada yang iseng-iseng saja untuk mengisi waktu luang. Namun, tak sedikit yang serius menggeluti setiap gim untuk meraup uang. Pendapatan masuk ke kantong biasanya melalui berbagai cara. Salah satunya menjadi joki untuk menaikkan level akun orang lain.
Selain itu, seiring berjalannya waktu, banyak anak muda yang menjadi atlet olahraga elektronik atau electronic sports (e-sports). Nama-nama beken atlet e-sport Indonesia, antara lain Kevin Susanto (CS), Tobias Justin alias Jess No Limit (ML), dan Hansel Ferdinand (CS).
Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim profesional dan sering mengikuti kompetisi lokal maupun internasional. Tim dan atlet biasanya punya spesialisasi dalam gim-gim tertentu, misalnya RRQ Endeavour untuk cabang PB, Boom ID di DotA, Bigetron e-Sports melakoni PUBG Mobile, dan Evos bergelut di cabang AoV. Kevin mengatakan bahwa dirinya mengikuti 5 hingga 6 kali kompetisi nasional dalam setahun. Itu belum termasuk ajang internasional. “Random, sih,” kata pemain dari Big Time Regal Game itu.
Ketua Umum Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno mengungkapkan perputaran uang dari industri gim di Indonesia mencapai Rp14 triliun dalam setahun. Jumlah pemain gim di Bumi Pertiwi diprediksi mencapai 41 juta orang. Sayangnya, produsen gim lokal belum bisa mengambil porsi yang besar dari perputaran uang itu. Salah satu perusahaan pembuat gim besar di Tanah Air adalah Agate Studio.
Produk perusahaan yang berbasis di Bandung, antara lain Football Saga, Juragan Kos, Ciayo Stories, dan Valthirian Arc. Menurut Cipto, ada beberapa hal yang menyebabkan produsen dalam negeri kalah dari asing, seperti kualitas produk. Penyebabnya tak lain masih kurangnya kemampuan talenta lokal dalam menciptakan gim.
Penyebab ini beranak pinak menimbulkan masalah baru, yakni membuat sedikit orang atau perusahaan yang mau berinvestasi di industri gim nasional. “Karena tidak banyak investasi, tidak ada kesempatan membuat produk berkualitas,” terangnya kepada Efi Susiyanti kepada SINDO Weekly.
Cipto memprediksi jumlah gim lokal tidak lebih dari 20 buah. Angkanya semakin terpuruk karena nyaris tidak ada yang digandrungi secara besar-besaran oleh para gamer. Melihat situasi itu, pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf)-sekarang bergabung kembali dengan Kementerian Pariwisata (Kemenparekraf)-melakukan berbagai upaya untuk mendorong produsen lokal lebih produktif. Salah satunya menyediakan co-working space yang biayanya terjangkau oleh para pelaku industri gim nusantara.
Minggu ketiga Maret lalu, Bekraf memboyong beberapa perusahaan rintisan ke helatan Game Connection America (GSA) di San Fransisco, Amerika Serikat (AS). Delegasi yang diberi nama Archilepageek itu unjuk gigi hasil inovasinya. “Tujuan kunjungan itu adalah menghubungkan pelaku industri (lokal) dengan bisnis di luar negeri,” terang Cipto.
Pemain lokal memang harus banyak belajar dari pengembang-pengembang gim negeri Asia Timur dan Amerika. Tencent yang mengembangkan PUBG Mobile meraup uang sekitar US$146 juta. Setidaknya itulah data sampai pertengahan tahun ini. Valve Corporation yang menciptakan CS: Global Offensive (CS:GO) telah meraup sekitar US$414 juta dalam rentang waktu enam tahun sejak dirilis pada 2012.
Tencent dan Valve pun sering menjadi sponsor utama kompetisi gim daring kelas dunia. Sebut saja Valve kerap berada di balik kompetisi DotA 2 bernama The International. Tahun ini saja, The International menyediakan total hadiah sampai Rp419 miliar. Juara pertamanya, Optic Gaming (OG) yang berasal dari benua biru, merengkuh uang sekitar Rp221 miliar. “Bergengsi dan menggunakan gim-gim popular serta hadiah yang besar,” tutur Cipto. (Fahmi W. Bahtiar, Faorick Pakpahan, dan Ade Nyong La Tayeb)
(don)