Kemandirian Energi Butuh Percepatan Pembangunan Kilang

Kamis, 14 November 2019 - 11:10 WIB
Kemandirian Energi Butuh...
Kemandirian Energi Butuh Percepatan Pembangunan Kilang
A A A
JAKARTA - Membangun kilang minyak masih menjadi kunci utama dalam mewujudkan kemandirian energi nasional. Tanpa pembangunan kilang, sebagian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) akan dipenuhi dari impor, karena dalam beberapa tahun ke depan bauran energi masih didominasi oleh pasokan minyak dan gas bumi (migas) utamanya dari produk-produk kilang minyak Pertamina.

Berdasarkan laporan Pertamina, saat ini total kapasitas kilang minyak Pertamina sebesar 1 juta barel per hari (bph) jauh di bawah konsumsi rata-rata 1,5 juta bph. Pemenuhan konsumsi utama dari sektor transportasi, industri, dan rumah tangga sebagian besar berasal dari produk-produk kilang Pertamina.

Sebab itu, Pertamina sebagai perusahaan BUMN energi melakukan berbagai terobosan kebijakan dengan melaksanakan program revitalisasi kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) dan pembangunan kilang baru (Grass Root Refinery/GRR).

Terkait terobosan tersebut, Pertamina melaksanakan program RDMP pada Kilang Balikpapan, Kilang Dumai, Kilang Balongan dan Kilang Cilacap serta program GRR pada Kilang Tuban dan Kilang Bontang. Apabila program RDMP dan GRR berjalan sesuai rencana, maka kapasitas kilang nasional akan meningkat signifikan.

“Kapasitas kilang yang saat ini sekitar 1 juta bph akan meningkat dua kali lipat menjadi 2 juta bph pada 2026 mendatang,” ujar Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Tallulembang di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Tallulembang, peningkatan tidak hanya terjadi pada sisi kuantitas saja, namun juga pada kualitas produk. Produk BBM kilang yang saat ini rata-rata masih sesuai standar EURO II akan meningkat menjadi standar EURO V. Pencapaian tersebut sudah dimulai ketika Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) selesai. “Melalui program PLBC, Kilang Cilacap telah memproduksi Pertamax yang sudah masuk standar EURO V,” tuturnya.

Sementara itu, tonggak percepatan pembangunan kilang akan dimulai pada 10 Desember 2019 bertepatan dengan peringatan hari lahir Pertamina ke-62. Pada kesempatan tersebut sejarah penting pembangunan kilang segera dimulai.

Pada hari itu, Pertamina akan mengumumkan mitra strategis pembangunan RDMP Kilang Balikpapan. Rencananya RDMP Kilang Balikpapan tahap pertama akan beroperasi pada 2023 dan tahap kedua pada 2026. RDMP Kilang Balikpapan akan meningkatkan kapasitas dari saat ini sebesar 260.000 bph menjadi 560.000 bph.

Selanjutnya, RDMP Kilang Balongan. Pada peringatatan hari jadi Pertamina tersebut akan dilakukan penandatanganan kontrak teknik pengadaan dan konstruksi (engineering, procurement, and construction/EPC). Melalui program RDMP kapasitas Kilang Balongan ditargetkan meningkat dari 125.000 bph menjadi 150.000 bph.

Tidak hanya itu, kesepakatan terkait valuasi RDMP Kilang Cilacap dengan Saudi Aramco juga dijadwalkan akan diumumkan di waktu yang sama. Proyek RDMP Kilang Cilacap akan meningkatkan kapasitas dari 348.000 bph menjadi 400.000 bph. Begitu juga dengan program RDMP Kilang Dumai. Rencananya calon mitra strategis revitalisasi Kilang Dumai akan diumumkan sebagai hadiah ulang tahun Pertamina.

Direktur Eksekutif ReforMiners Institute Komaidi Notonegoro menilai, kebijakan RDMP dan GRR Pertamina memiliki manfaat yang lebih luas, tidak hanya positif menyelesaikan isu lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat bagi ketahanan energi dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi Indonesia. Melalui RDMP dan GRR, imbuhnya, akan meningkatkan kualitas produk BBM dari EURO II menjadi EURO V sehingga secara tidak langsung akan memperbaiki kualitas dan menyelesaikan isu lingkungan.

Selain itu, dari aspek kemandirian dan ketahanan energi, proyek RDMP dan GRR memiliki makna penting dan posisi yang strategis. Pasalnya program tersebut berpotensi meningkatkan produksi petrokimia dari saat ini sekitar 600.000 ton per tahun menjadi 6 juta.

Kebijakan pengembangan kilang melalui RDMP dan GRR juga berpotensi memberikan manfaat ekonomi yang besar. Pasalnya dalam proyek pengembangan kilang diproyeksikan akan berdampak terhadap penciptaan lapangan kerja langsung maupun tidak langsung sekitar 172.000 orang dan menambah penerimaan pajak selama beroperasi sekitar USD109 miliar.

“Peningkatan kapasitas kilang juga akan mengurangi volume impor produk BBM yang diproyeksikan dapat menghemat devisa impor sekitar USD12 miliar per tahun,” tutur Komaidi.

Move On
Di sisi lain, Pertamina terus move on bertransformasi dari pelayanan konvensional menjadi digital. Program digitalisasi dilakukan dari hulu ke hilir dengan tujuan meningkatkan pelayanan konsumen maupun perbaikan administrasi internal perusahaan.

Tak tanggung-tanggung, Pertamina mencetuskan enam program transformasi digital. Di antaranya Loyalty Program, Digital Refinery, Knowlegde Management & Best Practice in Upstream, Digital Procurement, Digitalisasi Korporat serta Digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan Terminal BBM. Melalui program tersebut, Pertamina menargetkan efisiensi sekitar Rp5 triliun per tahun.

“Tranformasi digital ini merupakan pilihan yang harus ditempuh Pertamina untuk tetap tumbuh ke depan menyesuaikan perkembangan zaman. Ini merupakan tuntutan bagi perusahaan. Apalagi kami memiliki ribuan SPBU dan bisnis dari hulu hingga hilir,” ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.

Terkait konsep digitalisasi SPBU untuk mencapture seluruh data transaksi dan stok SPBU secara real time, sehingga nozzle sebagai alat atau medium yang menyalurkan BBM dari SPBU ke mobil konsumen memiliki sistem kerja yang secara real time akan memberikan data konsumsi manajemen sebagai bentuk monitoring terhadap penyaluran dan status stok setiap SPBU reguler.

Pertamina melakukan digitalisasi SPBU tersebut secara bertahap ke seluruh SPBU. Saat ini sudah lebih dari 1.500 SPBU bertransformasi menjadi digital dengan target sampai akhir tahun ini sebanyak 5.518 SPBU. Selain itu Pertamina juga menyediakan aplikasi My Pertamina guna mempermudah konsumen menemukan lokasi SPBU serta menyajikan informasi seputar produk berkualitas Pertamina.

Di sisi hulu perusahaan juga telah membangun Upstream Cloud dan Big Data Analytic agar informasi bisa tersentralisasi dan terintegrasi. Perseroan juga memiliki sistem group license untuk memaksimalkan penggunaan lisensi piranti lunak dalam operasionalnya. Selanjutnya, perseroan juga membangun predictive maintenance terintegrasi untuk meminimalisir apabila terjadi pemberhentian operasional secara mendadak.

“Sehingga melalui sistem digital seluruh lini bisnis Pertamina bisa langsung dipantau direksi hingga komisaris. Ini tentu memudahkan manajemen dalam pengambilan keputusan,” tuturnya. (Nanang Wijayanto)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1165 seconds (0.1#10.140)