Analis: Harga Saham Bank Artos Sudah Terlalu Tinggi

Senin, 18 November 2019 - 11:00 WIB
Analis: Harga Saham Bank Artos Sudah Terlalu Tinggi
Analis: Harga Saham Bank Artos Sudah Terlalu Tinggi
A A A
JAKARTA - Saham PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO) hingga akhir perdagangan pekan lalu, Jumat (16/11) tercatat menguat sebesar 9,26% atau sebesar Rp250 ke Rp2.950. Di hari yang sama, saham ini bahkan sempat menguat 25%.

Sementara, jika dihitung dari awal tahun, saham ARTO telah tercatat menguat hingga 1.469%. Seperti diketahui, sentimen merger dan akuisisi mewarnai pemberitaan bank yang bermarkas di Bandung ini. Setelah Bankir senior Jerry Ng dan pengusaha Patrick Walujo berkongsi untuk mengambil 51% saham Bank Artos, nantinya bank ini akan dibawa menjadi bank digital yang melayani segmen menengah dan mass market menggunakan teknologi.

Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, dirinya melihat dari awal pergerakan saham ARTO murni hanya terkait dengan sentimen yang sebetulnya tidak pasti.

"Banyak gosip di balik akuisisi ini. Lalu, tujuannya apa? Mungkin saja membuat sahamnya menjadi lebih menarik. Namun apakah itu benar atau tidak, siapa yang tahu?" jelasnya kepada wartawan, akhir pekan lalu

Karena itu, Maximilianus mewanti-wanti investor untuk selalu berhati-hati ketika informasi yang diterima belum pasti. Di dunia ini, kata dia, pada prinsipnya tidak ada yang instan. "Mau untung banyak di saham pun tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apakah ini saat yang tepat untuk masuk? Boleh masuk tapi prinsipnya nothing to lose saja. Siap menang, harus siap kalah," tegasnya.

Dia menjelaskan, boleh jadi dalam jangka panjang, saham emiten ini memiliki prospek yang positif. Hal tersebut didukung oleh rencana manajemen baru mengembangkan konsep bank digital dan susunan pengurus bank yang berlatar para profesional dan terbukti telah melakukan terobosan/transformasi digital di bank sebelumnya.

Namun, imbuh dia, yang perlu diperhatikan PBV ratio saham ARTO sudah tercatat sebesar 35,12x dan PER 128,26x jika mengacu data RTI per 15 November 2019. Bandingkan dengan bank bank lain seperti BBRI yang memiliki PBV 2,53x dan PER 15,26x. Sementara PBV, BBCA 4,61x dan PER 27,74x. Sedangkan PBV BMRI dan BBNI masing-masing 1,62x, 1,15x dengan PER 12,00x, 8,70x. Artinya, kata dia, dengan angka tersebut harga saham ARTO tergolong sudah mahal.

Hal lain yang mesti dicermati oleh investor adalah akuisisi bank ini tidak berimplikasi pada pelaksanaan tender offer untuk pemegang saham nonpengendali. Tidak adanya kewajiban tender offer ini disebabkan aturan pembatasan kepemilikan bank, sementara pemegang saham pengendali baru (PT MEI dan WWT) maksimal hanya memiliki 51% saham.

Pengamat pasar modal, Satrio Utomo sendiri mengungkapkan, untuk masuk saham sektor keuangan, ada baiknya pemodal juga melihat rasio PBV-nya. Melihat PBV dapat membantu investor untuk membandingkan nilai pasar atau harga saham yang mereka bayar per saham dengan ukuran tradisional nilai suatu perusahaan.

Jika PBV sudah sangat besar, investor dinilainya perlu hati-hati. Menurutnya, PBV saham di industri finance dikategorikan rendah jika di bawah 2x. "Kalau sudah di atas 30x hati-hati. Ini seperti bom waktu," jelas Satrio.

Iapun sedikit memberi tips buat calon investor maupun yang sudah berinvestasi di pasar modal, agar tidak terjebak di saham tertentu. Sebelum berinvestasi ia mengungkapkan calon investor perlu tahu, bahwa pasar modal memiliki risiko yang tidak hanya bisa kehilangan uang. Bahkan keluarga. "Oleh sebab itu pertama-tama dia harus tahu, ia masuk ke pasar modal untuk sebagai trader atau investor," ujarnya.

Jika sebagai trader, lanjut Satrio, si pemodal harus pandai memiliki strategi, kapan ia harus masuk atau keluar. Karena, selain bicara teknikal, banyak trader juga mengandalkan rumor di pasar. Sementara jika sebagai investor, pemodal dinilainya harus bisa menganalisa sebuah perusahaan dari sisi fundamentalnya. Karena prinsipnya, jika seorang ingin berinvestasi di pasar modal itu jangka panjang.

Pemodal, kata dia, harus bisa melihat laporan kinerja keuangan perusahaan, lalu membaca bagaimana prospek perusahaan tersebut ke depan bila dilihat dari sisi bisnisnya. "Jika tidak seperti itu, ia bisa terjerumus dan kalah," terangnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8076 seconds (0.1#10.140)