Ekspansi China Menguat, Pengusaha Menengah Bawah Harus Berhati-hati
A
A
A
JAKARTA - Tidak bisa dipungkiri, eksistensi China dalam satu dasawarsa terakhir ini mengguncang dunia. Ekspansi yang dilakukan lewat program Belt Road Initiative (BRI), tidak hanya membuat ketergantungan banyak negara di dunia terhadap China, juga menjadi peluang sekaligus ancaman terhadap pelaku usaha disetiap negara termasuk Indonesia.
"Ekspansi yang dilakukan menciptakan fenomena baru untuk kalangan industri nasional, baik industri makro maupun industri mikro," ujar pengamat ekonomi dan politik Pasifik Selatan, Gerry Habel Hukubun kepada SINDOnews di Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Jika 10 tahun lalu, produk-produk China yang secara kualitas dilihat masih rendah, sekarang kualitas produk China mampu bersaing dengan produk-produk Eropa dan Amerika Serikat, bahkan cenderung lebih berkualitas.
Produk-produk China seperti kendaraan bermotor, telepon seluler, kebutuhan rumah tangga dan masih banyak lagi, mampu menguasai pasar lokal seluruh dunia termasuk Indonesia. Industri tambang batubara, nikel dan lain-lain pun menjadi sektor yang sangat di minati.
"Dengan era keterbukaan saat ini, kecepatan dalam perubahan suatu situasi dan kondisi menuntut pelaku usaha lokal untuk harus berbenah," lanjut Gerry.
Dampak masuknya China di seluruh dunia termasuk Indonesia, lanjut ia, membawa dampak positif maupun negatif di kalangan pelaku usaha. Ada peluang namun juga ada ancaman yang nampak.
"Pelaku usaha besar lebih berpeluang mendapatkan peluang untuk bisa bertumbuh dan menjadi besar karena mempunyai power dan kekuasaan yang mampu mengarahkan investor China dalam bentuk kerja sama," jelas Gerry.
Namun, terangnya, dampak negatif cenderung akan dialami oleh pelaku usaha menengah kebawah karena cenderung akan tergusur dengan teknologi, kemampuan finansial dan kecerdasan yang dimiliki oleh China saat ini, didukung dengan regulasi yang memungkinkan pengusaha asing bebas membuka industri di Indonesia.
"Jika pemerintah tidak mengantisipasi aturan dan regulasi investasi asing yang masuk di indonesia secara baik dan komprehensif, maka dikhawatirkan pengusaha menengah kebawah perlahan akan tergusur dan menjadi orang asing di negeri sendiri," imbuhnya.
Pengusaha menengah kebawah terutama usaha-usaha konvensional yang selama ini nyaman dengan situasi yang ada pun sudah harus berbenah, karena sesuatu yang sifatnya konvensional akan dengan cepat tergusur oleh teknologi modern yang ditawarkan China saat ini.
"Industri pelayaran yang merupakan kedaulatan negara kita lewat asas cabotage yang diproteksi lewat UU Pelayaran No 17 tahun 2008 pun belakangan ini terdengar akan direvisi. Tentu ini menjadi peringatan serius untuk pelaku usaha dibidang pelayaran," ungkap Gerry.
Jika pemerintah dan pengusaha, terutama pengusaha menengah kebawah, tidak berbedah dan mengantisipasi situasi tersebut, maka dalam 5 tahun ke depan akan banyak pelaku usaha yang kolaps dan tutup. Tentu akan membuat situasi ekonomi di masyarakat semakin susah dan merosot.
"Ekspansi yang dilakukan menciptakan fenomena baru untuk kalangan industri nasional, baik industri makro maupun industri mikro," ujar pengamat ekonomi dan politik Pasifik Selatan, Gerry Habel Hukubun kepada SINDOnews di Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Jika 10 tahun lalu, produk-produk China yang secara kualitas dilihat masih rendah, sekarang kualitas produk China mampu bersaing dengan produk-produk Eropa dan Amerika Serikat, bahkan cenderung lebih berkualitas.
Produk-produk China seperti kendaraan bermotor, telepon seluler, kebutuhan rumah tangga dan masih banyak lagi, mampu menguasai pasar lokal seluruh dunia termasuk Indonesia. Industri tambang batubara, nikel dan lain-lain pun menjadi sektor yang sangat di minati.
"Dengan era keterbukaan saat ini, kecepatan dalam perubahan suatu situasi dan kondisi menuntut pelaku usaha lokal untuk harus berbenah," lanjut Gerry.
Dampak masuknya China di seluruh dunia termasuk Indonesia, lanjut ia, membawa dampak positif maupun negatif di kalangan pelaku usaha. Ada peluang namun juga ada ancaman yang nampak.
"Pelaku usaha besar lebih berpeluang mendapatkan peluang untuk bisa bertumbuh dan menjadi besar karena mempunyai power dan kekuasaan yang mampu mengarahkan investor China dalam bentuk kerja sama," jelas Gerry.
Namun, terangnya, dampak negatif cenderung akan dialami oleh pelaku usaha menengah kebawah karena cenderung akan tergusur dengan teknologi, kemampuan finansial dan kecerdasan yang dimiliki oleh China saat ini, didukung dengan regulasi yang memungkinkan pengusaha asing bebas membuka industri di Indonesia.
"Jika pemerintah tidak mengantisipasi aturan dan regulasi investasi asing yang masuk di indonesia secara baik dan komprehensif, maka dikhawatirkan pengusaha menengah kebawah perlahan akan tergusur dan menjadi orang asing di negeri sendiri," imbuhnya.
Pengusaha menengah kebawah terutama usaha-usaha konvensional yang selama ini nyaman dengan situasi yang ada pun sudah harus berbenah, karena sesuatu yang sifatnya konvensional akan dengan cepat tergusur oleh teknologi modern yang ditawarkan China saat ini.
"Industri pelayaran yang merupakan kedaulatan negara kita lewat asas cabotage yang diproteksi lewat UU Pelayaran No 17 tahun 2008 pun belakangan ini terdengar akan direvisi. Tentu ini menjadi peringatan serius untuk pelaku usaha dibidang pelayaran," ungkap Gerry.
Jika pemerintah dan pengusaha, terutama pengusaha menengah kebawah, tidak berbedah dan mengantisipasi situasi tersebut, maka dalam 5 tahun ke depan akan banyak pelaku usaha yang kolaps dan tutup. Tentu akan membuat situasi ekonomi di masyarakat semakin susah dan merosot.
(ven)