Program Juara Mik Pantura PLN TJB, Merajut Harmoni Mendatangkan Rezeki
A
A
A
JEPARA - Jagalah alam, dan alam pun akan menjaga kita. Bagi para nelayan rajungan di perairan Pulau Panjang Jepara, ungkapan itu lebih dari sekadar kata-kata, tapi tepat menggambarkan apa yang mereka rasakan sendiri.
Seperti banyak tempat di Indonesia, perairan Pulau Panjang Jepara diberkahi kekayaan alam luar biasa. Pemandangan indah memanja mata, laut nan kaya beragam hasil tangkapan bernilai, terutama kepiting rajungan (portunus pelagius) yang menjadi komoditas ekspor berharga.
Sayangnya, beberapa tahun silam, penangkapan besar-besaran (overfishing), penambangan karang secara ilegal, membuat alam perairan Pulau Panjang merana. Kerusakan karang tercatat pernah mencapai 93% dari perairan pulau, luasan vegetasi lamun (sejenis rumput laut) juga menyusut drastis hingga tinggal 30,5%. Seiring kerusakan yang terjadi, biota laut pun pergi. Laut yang sebelumnya menghidupi, seolah makin enggan berbagi.
Seperti diceritakan Mustain, yang kini mengetuai Kelompok Nelayan Berkah Samudera, jumlah tangkapan nelayan hingga tahun 2015 lalu terus menyusut. Tanda-tanda alam ini menyadarkan mereka bahwa tingkah polahnya dan nelayan-nelayan lainnya yang selama ini mengeksploitasi rajungan beserta ekosistemnya adalah sebuah kesalahan yang kini harus ditanggung akibatnya.
"Terus terang dulu kita sama sekali tidak memikirkan soal kelestarian alam. Akibatnya habitat rusak, tangkapan berkurang," tuturnya saat disambangi media di Pusat Edukasi Budidaya Rajungan di Pulau Panjang, Jepara, akhir pekan ini.
Beruntung, lanjut Mustain, kegelisahannya bersambut dengan kegiatan corporate social responsibility (CSR) yang digelar PLN Unit Induk Pembangkitan Tanjung Jati B (PLN TJB). Ia pun mendirikan Kelompok Nelayan Berkah Samudera dan di bawah bimbingan PLN TJB dengan Program Juara Mik Pantura (Rajungan dan Karang Endemik Pantai Utara Jawa), mulai terlibat dalam kegiatan konservasi terumbu karang pada tahun 2016.
Mustain dan rekan-rekannya ikut serta melakukan replanting koral menggunakan APR (Artificial Patch Reef), menanam lamun, dan restocking rajungan. ketiga kegiatan tersebut dilakukan dengan metode yang terbilang inovasi baru. APR yang berupa susunan modul melingkar bertingkat dari beton berdiameter 3 m adalah yang pertama diterapkan di Indonesia. Demikian pula dengan transplantasi lamun dengan metode jangkar.
Pelan namun pasti, upaya merajut harmoni dengan alam tersebut membuahkan hasil nyata. Hingga tahun 2018, transplantasi dengan APR meningkatkan jumlah karang menjadi lebih dari 3.800 koloni. Sementara luasan transplantasi padang lamun meningkat dari 265 m2 menjadi 2.295 m2. Saat ber-snorkeling ke lokasi konservasi, terbukti beragam ikan kini dengan mudah ditemui di sekitar karang dan lamun.
Mulai pulihnya habitat diakui Mustain berdampak nyata pada meningkatnya hasil tangkapan rajungan. Tahun lalu, ia dan kelompoknya mencatat total tangkapan sebanyak 213.692 ekor, di luar hasil budidaya yang dilakukannya. Tren jumlah tangkapan, kata dia, terus meningkat sejak tahun 2016.
Mustain yakin, hal itu tak lepas dari restocking rajungan yang ia dan teman-temannya lakukan. Restocking adalah melepas kembali larva rajungan ke alam bebas. Hal itu dilakukan dengan menangkarkan rajungan yang tengah bertelur, mengumpulkan larvanya saat menetas dan melepas 75% di antaranya ke alam bebas. Sampai 2018, sebanyak 4,3 juta anakan rajungan telah mereka lepas di perairan Pulau Panjang. "Sementara yang 25% lagi kita besarkan di tempat budidaya," jelasnya.
Ada hal unik yang dilakukan Mustain dan kawan-kawannya dalam melakukan restocking, yakni mereka membeli rajungan bertelur hasil tangkapan nelayan lainnya. "Kami kasih harga Rp20.000 per ekor," cerita Mustain. Selain berhasil menyelamatkan rajungan bertelur, aksi itu memicu rasa ingin tahu para nelayan lainnya. Hal itu lantas dimanfaatkan Mustain dan kawan-kawan untuk mengedukasi nelayan lainnya mengenai pentingnya konservasi.
"Dari situ, mereka juga mulai tertarik untuk ikut melakukan restocking, bahkan juga mengenai budidaya rajungan," tuturnya.
Tak berhenti di konservasi dan budidaya, dengan bimbingan PLN TJB, pengembangan usaha juga dilakukan berupa pengolahan makanan berbasis rajungan. Hasilnya, produk kerupuk rajungan dan petis rajungan mampu memberikan pendapatan tambahan bagi kaum ibu nelayan di sana.
Semangat konservasi Kelompok Nelayan Berkah Samudera pun menuai apresiasi dari pemerintah. Mustain dan kawan-kawannya bahkan menjadi narasumber yang kerap diundang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk berbagi pengalaman keberhasilannya di daerah lain. Mustain bahkan pernah diundang berbicara ke Boston, Amerika Serikat. Namun, undangan itu ditolaknya. "Saya pikir fokus dululah ke sesama nelayan di Indonesia," katanya.
Mustain tak pelit berbagi ilmu dan pengalaman ke sesama nelayan. Tak heran jika kelompok nelayan di Madura yang dibimbingnya, sampai meminta pria berambut gondrong ini untuk memberi nama kelompok serupa yang didirikan di sana. "Ya sudah, saya kasih nama Berkah Capit Biru supaya sama menjadi berkah seperti di sini," kenangnya.
Upaya konservasi dan budidaya yang dilakukan kelompok Berkah Samudera pada akhirnya memang menjadi berkah sesuai namanya. Berdasarkan data yang dihimpun PLN TJB, dari sisi ekonomi, pendapatan masyarakat nelayan di sana kini mencapai Rp4,7 juta/bulan, jauh di atas UMK Jepara yang hanya Rp1,8 juta/bulan. Di luar itu, penjualan kerupuk dan petis rajungan mampu memberi pendapatan tambahan masing-masing Rp1,6 juta dan Rp1,8 juta sebulannya.
Di bagian lain, Pusat Edukasi Budidaya Rajungan di Pulau Panjang yang dikelola Mustain dan kawan-kawan telah menjadi bagian dari eduwisata di Pulau Panjang. Mustain yakin, hal ini juga akan menjadi berkah bagi para nelayan rajungan perairan Pulau Panjang di masa datang.
Seperti banyak tempat di Indonesia, perairan Pulau Panjang Jepara diberkahi kekayaan alam luar biasa. Pemandangan indah memanja mata, laut nan kaya beragam hasil tangkapan bernilai, terutama kepiting rajungan (portunus pelagius) yang menjadi komoditas ekspor berharga.
Sayangnya, beberapa tahun silam, penangkapan besar-besaran (overfishing), penambangan karang secara ilegal, membuat alam perairan Pulau Panjang merana. Kerusakan karang tercatat pernah mencapai 93% dari perairan pulau, luasan vegetasi lamun (sejenis rumput laut) juga menyusut drastis hingga tinggal 30,5%. Seiring kerusakan yang terjadi, biota laut pun pergi. Laut yang sebelumnya menghidupi, seolah makin enggan berbagi.
Seperti diceritakan Mustain, yang kini mengetuai Kelompok Nelayan Berkah Samudera, jumlah tangkapan nelayan hingga tahun 2015 lalu terus menyusut. Tanda-tanda alam ini menyadarkan mereka bahwa tingkah polahnya dan nelayan-nelayan lainnya yang selama ini mengeksploitasi rajungan beserta ekosistemnya adalah sebuah kesalahan yang kini harus ditanggung akibatnya.
"Terus terang dulu kita sama sekali tidak memikirkan soal kelestarian alam. Akibatnya habitat rusak, tangkapan berkurang," tuturnya saat disambangi media di Pusat Edukasi Budidaya Rajungan di Pulau Panjang, Jepara, akhir pekan ini.
Beruntung, lanjut Mustain, kegelisahannya bersambut dengan kegiatan corporate social responsibility (CSR) yang digelar PLN Unit Induk Pembangkitan Tanjung Jati B (PLN TJB). Ia pun mendirikan Kelompok Nelayan Berkah Samudera dan di bawah bimbingan PLN TJB dengan Program Juara Mik Pantura (Rajungan dan Karang Endemik Pantai Utara Jawa), mulai terlibat dalam kegiatan konservasi terumbu karang pada tahun 2016.
Mustain dan rekan-rekannya ikut serta melakukan replanting koral menggunakan APR (Artificial Patch Reef), menanam lamun, dan restocking rajungan. ketiga kegiatan tersebut dilakukan dengan metode yang terbilang inovasi baru. APR yang berupa susunan modul melingkar bertingkat dari beton berdiameter 3 m adalah yang pertama diterapkan di Indonesia. Demikian pula dengan transplantasi lamun dengan metode jangkar.
Pelan namun pasti, upaya merajut harmoni dengan alam tersebut membuahkan hasil nyata. Hingga tahun 2018, transplantasi dengan APR meningkatkan jumlah karang menjadi lebih dari 3.800 koloni. Sementara luasan transplantasi padang lamun meningkat dari 265 m2 menjadi 2.295 m2. Saat ber-snorkeling ke lokasi konservasi, terbukti beragam ikan kini dengan mudah ditemui di sekitar karang dan lamun.
Mulai pulihnya habitat diakui Mustain berdampak nyata pada meningkatnya hasil tangkapan rajungan. Tahun lalu, ia dan kelompoknya mencatat total tangkapan sebanyak 213.692 ekor, di luar hasil budidaya yang dilakukannya. Tren jumlah tangkapan, kata dia, terus meningkat sejak tahun 2016.
Mustain yakin, hal itu tak lepas dari restocking rajungan yang ia dan teman-temannya lakukan. Restocking adalah melepas kembali larva rajungan ke alam bebas. Hal itu dilakukan dengan menangkarkan rajungan yang tengah bertelur, mengumpulkan larvanya saat menetas dan melepas 75% di antaranya ke alam bebas. Sampai 2018, sebanyak 4,3 juta anakan rajungan telah mereka lepas di perairan Pulau Panjang. "Sementara yang 25% lagi kita besarkan di tempat budidaya," jelasnya.
Ada hal unik yang dilakukan Mustain dan kawan-kawannya dalam melakukan restocking, yakni mereka membeli rajungan bertelur hasil tangkapan nelayan lainnya. "Kami kasih harga Rp20.000 per ekor," cerita Mustain. Selain berhasil menyelamatkan rajungan bertelur, aksi itu memicu rasa ingin tahu para nelayan lainnya. Hal itu lantas dimanfaatkan Mustain dan kawan-kawan untuk mengedukasi nelayan lainnya mengenai pentingnya konservasi.
"Dari situ, mereka juga mulai tertarik untuk ikut melakukan restocking, bahkan juga mengenai budidaya rajungan," tuturnya.
Tak berhenti di konservasi dan budidaya, dengan bimbingan PLN TJB, pengembangan usaha juga dilakukan berupa pengolahan makanan berbasis rajungan. Hasilnya, produk kerupuk rajungan dan petis rajungan mampu memberikan pendapatan tambahan bagi kaum ibu nelayan di sana.
Semangat konservasi Kelompok Nelayan Berkah Samudera pun menuai apresiasi dari pemerintah. Mustain dan kawan-kawannya bahkan menjadi narasumber yang kerap diundang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk berbagi pengalaman keberhasilannya di daerah lain. Mustain bahkan pernah diundang berbicara ke Boston, Amerika Serikat. Namun, undangan itu ditolaknya. "Saya pikir fokus dululah ke sesama nelayan di Indonesia," katanya.
Mustain tak pelit berbagi ilmu dan pengalaman ke sesama nelayan. Tak heran jika kelompok nelayan di Madura yang dibimbingnya, sampai meminta pria berambut gondrong ini untuk memberi nama kelompok serupa yang didirikan di sana. "Ya sudah, saya kasih nama Berkah Capit Biru supaya sama menjadi berkah seperti di sini," kenangnya.
Upaya konservasi dan budidaya yang dilakukan kelompok Berkah Samudera pada akhirnya memang menjadi berkah sesuai namanya. Berdasarkan data yang dihimpun PLN TJB, dari sisi ekonomi, pendapatan masyarakat nelayan di sana kini mencapai Rp4,7 juta/bulan, jauh di atas UMK Jepara yang hanya Rp1,8 juta/bulan. Di luar itu, penjualan kerupuk dan petis rajungan mampu memberi pendapatan tambahan masing-masing Rp1,6 juta dan Rp1,8 juta sebulannya.
Di bagian lain, Pusat Edukasi Budidaya Rajungan di Pulau Panjang yang dikelola Mustain dan kawan-kawan telah menjadi bagian dari eduwisata di Pulau Panjang. Mustain yakin, hal ini juga akan menjadi berkah bagi para nelayan rajungan perairan Pulau Panjang di masa datang.
(fjo)