Soal Perdagangan Benih Lobster, Pengamat: KKP Harus Menahan Diri
A
A
A
JAKARTA - Isu terkait pencabutan larangan perdagangan benih lobster oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menuai banyak respon dan kontra. Pengamat perikanan Abdul Halim menyarankan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bisa menahan diri sebelum memutuskan benih lobster ini diperdagangkan atau tidak.
"KKP harus bisa menahan diri. Klarifikasinya hari ini kan itu masih kajian. Mereka harus benar-benar mengkaji keputusan tersebut," ujar Abdul lewat keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Sambung dia menerangkan, perlu dilihat sejauh mana implementasi pemberlakuan Peraturan Menteri Nomor 1 tahun 2015 terkait pemanfaatan lobster yang dikeluarkan oleh Susi. "Apakah peraturan tersebut berkontribusi terhadap peningkatan stok lobster di perairan kita? Dimana saja sebarannya kalau ada peningkatan? Kalau ada kerusakan ataupun tidak ada peningkatan, dimana saja titiknya?," lanjut Abdul.
Abdul juga mengungkapkan, bahwa harus dikaji lagi, sejauh mana pemanfaatannya di sentra-sentra lobster. Dari kajian tersebut, nantinya akan diperoleh basis argumentasi yang memadai mengenai peta jalan yang akan disusun oleh KKP.
"Pembuat kebijakan harus melakukan kajian terlebih dahulu, tetapi juga harus mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk Bu Susi selaku Menteri KKP sebelumnya, para akademisi, pembudidaya, dan pengusaha lobster di berbagai daerah," ucapnya.
Diterangkan juga olehnya bahwa dirinya baru saja sore ini (17/12) menemui pembudidaya dan pengusaha lobster sekaligus melihat kerangka jaring apung untuk pembesaran lobster di Kabupaten Lombok Timur. "Dari hasil omongan saya dengan mereka, ada beberapa kesimpulan yang diambil. Pertama, mereka lebih menghendaki lobster dibesarkan terlebih dahulu sebelum diperdagangkan untuk ekspor," lanjutnya.
Para pengusaha dan pembudidaya lobster tersebut menyampaikan bahwa secara ekonomi, mengekspor lobster besar lebih menguntungkan. "Kalau kita jual lobster tertentu, lobster mutiara misalnya, 1 kg saja bisa sampai Rp1 juta. Kalau kita jual benihnya, hanya dihargai Rp20-35 ribu per ekornya. Disini kita bisa melihat tingkat kerugiannya," ungkap Abdul.
Kedua, yang dikhawatirkan jika keran perdagangan benih lobster dibuka, akan ada penangkapan benih lobster secara masif di berbagai wilayah. "Imbasnya kita akan kekurangan stok lobster dalam jangka panjang, bahkan nantinya kita akan bergantung atau mengimpor balik benih lobster dari negara lain, yang belum tentu kualitasnya sebaik milik kita," jelasnya.
Abdul menambahkan juga bahwa pendataan pemanfaatan lobster masih menjadi masalah, bahkan sejak era Susi. "Keputusan ini butuh pertimbangan secara matang. Oleh karena itu, saya harap KKP bisa menahan diri sebelum memutuskan untuk berdagang benih lobster," tutup Abdul.
"KKP harus bisa menahan diri. Klarifikasinya hari ini kan itu masih kajian. Mereka harus benar-benar mengkaji keputusan tersebut," ujar Abdul lewat keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Sambung dia menerangkan, perlu dilihat sejauh mana implementasi pemberlakuan Peraturan Menteri Nomor 1 tahun 2015 terkait pemanfaatan lobster yang dikeluarkan oleh Susi. "Apakah peraturan tersebut berkontribusi terhadap peningkatan stok lobster di perairan kita? Dimana saja sebarannya kalau ada peningkatan? Kalau ada kerusakan ataupun tidak ada peningkatan, dimana saja titiknya?," lanjut Abdul.
Abdul juga mengungkapkan, bahwa harus dikaji lagi, sejauh mana pemanfaatannya di sentra-sentra lobster. Dari kajian tersebut, nantinya akan diperoleh basis argumentasi yang memadai mengenai peta jalan yang akan disusun oleh KKP.
"Pembuat kebijakan harus melakukan kajian terlebih dahulu, tetapi juga harus mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk Bu Susi selaku Menteri KKP sebelumnya, para akademisi, pembudidaya, dan pengusaha lobster di berbagai daerah," ucapnya.
Diterangkan juga olehnya bahwa dirinya baru saja sore ini (17/12) menemui pembudidaya dan pengusaha lobster sekaligus melihat kerangka jaring apung untuk pembesaran lobster di Kabupaten Lombok Timur. "Dari hasil omongan saya dengan mereka, ada beberapa kesimpulan yang diambil. Pertama, mereka lebih menghendaki lobster dibesarkan terlebih dahulu sebelum diperdagangkan untuk ekspor," lanjutnya.
Para pengusaha dan pembudidaya lobster tersebut menyampaikan bahwa secara ekonomi, mengekspor lobster besar lebih menguntungkan. "Kalau kita jual lobster tertentu, lobster mutiara misalnya, 1 kg saja bisa sampai Rp1 juta. Kalau kita jual benihnya, hanya dihargai Rp20-35 ribu per ekornya. Disini kita bisa melihat tingkat kerugiannya," ungkap Abdul.
Kedua, yang dikhawatirkan jika keran perdagangan benih lobster dibuka, akan ada penangkapan benih lobster secara masif di berbagai wilayah. "Imbasnya kita akan kekurangan stok lobster dalam jangka panjang, bahkan nantinya kita akan bergantung atau mengimpor balik benih lobster dari negara lain, yang belum tentu kualitasnya sebaik milik kita," jelasnya.
Abdul menambahkan juga bahwa pendataan pemanfaatan lobster masih menjadi masalah, bahkan sejak era Susi. "Keputusan ini butuh pertimbangan secara matang. Oleh karena itu, saya harap KKP bisa menahan diri sebelum memutuskan untuk berdagang benih lobster," tutup Abdul.
(akr)