Bukan Faktor Pelemahan Ekonomi, BI Beberkan Penyebab Inflasi Rendah di 2019
A
A
A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi sepanjang tahun 2019 sebesar 2,72%, terendah sejak tahun 1999 atau selama 20 tahun terakhir. Realisasi inflasi di 2019 ini juga lebih rendah dari proyeksi inflasi Bank Indonesia (BI) di 3,5% plus-minus 1%.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan realisasi inflasi sepanjang tahun 2019 rendah. Salah satunya adalah kapasitas produksi atau pasokan masih jauh memadai meski permintaan meningkat.
"Jadi itu mampu menekan harga karena sisi permintaan (lebih) rendah (dari sisi penawaran)," ujar Perry di Gedung BI Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Faktor lainnya, jelas dia, adalah kesuksesan koordinasi antara otoritas terkait di pusat dengan di daerah, sehingga dapat memastikan ketersediaan pasokan bahan pangan dan keterjangkauan harga. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat inflasi volatile food, di mana sejumlah komoditas bahkan mengalami deflasi.
"Seperti bawang merah deflasi, tapi memang cabai naik sedikit namun tidak besar. Hampir semua komponen inflasi rendah, bahkan deflasi," tuturnya.
Tingkat inflasi yang rendah, lanjut dia, juga didukung stabilnya nilai tukar rupiah di sepanjang tahun 2019. Bahkan, rupiah mencatatkan apresiasi dibandingkan tahun sebelumnya. "Kondisi ini membuat tekanan harga dari barang-barang impor tetap terjaga, bahkan tak berpengaruh signifikan pada tingkat inflasi nasional," ujarnya.
Faktor terakhir, papar Perry, adalah terjaganya ekspektasi harga di masa mendatang. Hal itu diketahui berdasarkan survei BI terkait ekspektasi konsumen dan produsen, serta perkiraan inflasi dari para ekonom yang tetap rendah. "Jadi empat faktor itu membuat inflasi rendah dan terkendali. Tahun 2019 alhamdulillah terendah sejak tahun 1999," tandasnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan realisasi inflasi sepanjang tahun 2019 rendah. Salah satunya adalah kapasitas produksi atau pasokan masih jauh memadai meski permintaan meningkat.
"Jadi itu mampu menekan harga karena sisi permintaan (lebih) rendah (dari sisi penawaran)," ujar Perry di Gedung BI Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Faktor lainnya, jelas dia, adalah kesuksesan koordinasi antara otoritas terkait di pusat dengan di daerah, sehingga dapat memastikan ketersediaan pasokan bahan pangan dan keterjangkauan harga. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat inflasi volatile food, di mana sejumlah komoditas bahkan mengalami deflasi.
"Seperti bawang merah deflasi, tapi memang cabai naik sedikit namun tidak besar. Hampir semua komponen inflasi rendah, bahkan deflasi," tuturnya.
Tingkat inflasi yang rendah, lanjut dia, juga didukung stabilnya nilai tukar rupiah di sepanjang tahun 2019. Bahkan, rupiah mencatatkan apresiasi dibandingkan tahun sebelumnya. "Kondisi ini membuat tekanan harga dari barang-barang impor tetap terjaga, bahkan tak berpengaruh signifikan pada tingkat inflasi nasional," ujarnya.
Faktor terakhir, papar Perry, adalah terjaganya ekspektasi harga di masa mendatang. Hal itu diketahui berdasarkan survei BI terkait ekspektasi konsumen dan produsen, serta perkiraan inflasi dari para ekonom yang tetap rendah. "Jadi empat faktor itu membuat inflasi rendah dan terkendali. Tahun 2019 alhamdulillah terendah sejak tahun 1999," tandasnya.
(fjo)