Mencari Kawasan Hunian yang Bebas Banjir

Rabu, 08 Januari 2020 - 13:34 WIB
Mencari Kawasan Hunian...
Mencari Kawasan Hunian yang Bebas Banjir
A A A
AWAL tahun 2020 bagi Beryl Masdiary menjadi pengalaman yang tidak terlupakan. Rumahnya di perbatasan Bintaro-Ciledug, Tangerang, terendam banjir. Bencana yang dinilainya cukup parah ini sampai masuk ke rumah hingga mencapai betis orang dewasa.

Kejadian yang sama juga menimpa beberapa kawasan perumahan lainnya di wilayah Tangerang Selatan, juga di sebagian besar Bekasi dan Jakarta. Beryl mengungkapkan, tidak biasanya kawasan perumahan yang dihuninya tersapu banjir. Biasanya saat musim hujan, air hanya menggenang di jalan. Namun, sekarang akibat tanggul jebol di Kali Angke dekat perumahannya, air meluap hingga menggenangi jalan. Ditambah, hujan terus-menerus membuat ketinggian air semakin melebar hingga masuk rumah warga.

“Padahal, harga rumah di klaster saya itu lumayan. Pihak pengembang sudah menjamin dengan segala fasilitas dan akses ternyata kebanjiran juga,” ucapnya.

Sejak memutuskan membeli rumah di situ, Beryl sudah mengetahui jika perumahan itu dekat dengan Kali Angke. Namun, pengembang meyakinkan sudah membangun polder air yang berfungsi memompa atau menyedot air untuk mencegah banjir. Masih belum diketahui penyebab pasti mengapa banjir terjadi di sekitar wilayah rumah Beryl. Seperti yang banyak diberitakan, daerah Ciledug mengalami banjir yang cukup parah.

Memilih kawasan hunian yang bebas banjir belum menjadi pilihan utama masyarakat di Indonesia. Hal tersebut dikemukakan pengamat properti Anton Sitorus. Faktor dekat dengan transportasi umum, tempat kerja, hingga pusat bisnis masih menempati posisi utama alasan memilih hunian.

“Terlebih, di Jakarta yang cenderung datarannya lebih rendah dari daerah dipinggirannya. Sudah banyak wilayah yang dulunya tidak banjir sekarang malah banjir,” ungkapnya.

Anton menambahkan, jika ingin meyakini wilayah yang kemungkinan kecil terdampak banjir, dapat melihat area sekitarnya.

“Adakah proyek pembangunan di dekat perumahan. Masyarakat juga dapat mengira-ngira apakah mungkin suatu hari nanti dibangun lagi mal atau perumahan,” ujarnya.

Sebab, proyek pembangunan dapat menjadi penyebab jalur air terhambat. Selain itu, dapat dilihat proses penggalian tanah di sebuah kawasan yang terus-menerus membuat tanah tergerus.

“Peninggian jalan dengan mengaspal jalan berkali-kali sehingga rumah menjadi lebih rendah dari jalan juga membuat wilayah cepat tergenang air jika hujan,” kata Head of Research and Consultancy Savills Indonesia ini.

Ke depannya meskipun sudah banyak wilayah yang terkena banjir, para pengembang masih akan memasarkan propertinya dengan klaim antibanjir. Terutama yang sampai sekarang belum pernah terkena banjir besar hingga masuk rumah. Namun, Anton meyakini masyarakat kini lebih cerdas untuk memilih hunian sesuai kebutuhan mereka, juga melihat sekitar perumahan adakah kemungkinan banjir terjadi.

Satu hal lagi yang disorotinya, banjir juga tidak akan membuat hunian vertikal lebih laku jika masih termasuk wilayah langganan banjir. Sebab, jika banjir terjadi, akses untuk beraktivitas pun tertutup sehingga akan tetap menyulitkan.

Anton menyarankan masyarakat mencari informasi selengkap mungkin daerah mana saja yang jarang terkena banjir. Sebab, jika banjir hanya sesekali saja, itu membuktikan banjir bukan hanya kesalahan aliran air, melainkan memang karena curah hujan sedang tinggi. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8170 seconds (0.1#10.140)