Lifting Migas Jeblok, Pertamina Sumbang Penurunan Produksi Terbesar
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah lagi-lagi tidak mampu mewujudkan target produksi siap jual (lifting) minyak dan gas bumi (migas) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) realisasi lifting migas pada 2019 sebesar 1,8 juta barel setara minyak dan gas bumi (barel oil equivalent per day/boepd) dari target yang ditetapkan APBN 2019 sebesar 2 juta boepd. Rinciannya lifting minyak sebesar 775.000 barel oil per day (bopd) dan lifting gas sebesar 1,25 juta barel oil equivalent per day (boepd).
“Lifting memang ada beberapa masalah seperi misalnya di Blok Mahakam terjadi penurunan produksi secara alamiah lebih tinggi sehingga minus 15.000 barel per hari (bph). Selain itu terjadinya pengeboran yang tidak sukses,” ujar Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto saat konferensi pers terkait Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2019 di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (9/1/2019).
Menurut dia tidak tercapainya target lifting migas sebagian besar disebabkan karena jebloknya produksi migas PT Pertamina (Persero). Pihaknya menyebut, Pertamina Hulu Mahakam (PHM) paling besar menyumbang penurunan produksi. Lalu disusul Pertamina Hulu Energi ONWJ, Pertamina Hulu Oses , Medco Natuna dan Pertamina EP.
“Itu yang paling besar dari target 775.000 barel per hari kita hanya mampu mencapai 746.000 barel per hari. Pertamina Hulu Mahakam paling besar, lalu terjadinya insiden di Lapangan YY PHE ONWJ,” ungkapnya.
Untuk mendorong pencapaian target produksi migas pada 2020, imbuhnya, SKK Migas melakukan terobosan membangun sistem digital terintegrasi (Integrated Operation Center/IOC) guna mengawasi kegiatan usaha hulu migas di seluruh Indonesia.
Melalui inovasi tersebut diyakini mampu memonitoring sehari-hari secara realtime terkait operasi hulu migas sehingga memudahkan SKK Migas melakukan pengawasan produksi seluruh KKKS.
“Kita telah menerapkan beberapa hal untuk mengantisipasi target di 2020, seperti telah melakukan launching Integrated Operation Center. Melalui IOC laporan kerja yang dilakukan KKKS akan kita kawal secara realtime,” ujarnya.
Berdasarkan laporan Kementerian ESDM target lifting migas pada 2020 sebesar 1,9 juta boepd dengan rincian target lifting minyak 755.000 bopd dan lifting gas 1,19 juta boepd.
Berdasarkan laporan Kementerian ESDM, dalam periode 2014-2018, realisasi lifting minyak hanya mencapai target pada tahun 2016, selebihnya selalu di bawah target. Hal yang sama juga terjadi pada lifting gas bumi.
Melihat kondisi tersebut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mendorong SKK Migas dapat mencapai target lifting migas tahun ini. Arifin mengatakan, terdapat sejumlah upaya supaya target produksi migas dapat tercapai. Utamanya ialah dengan mendorong percepatan eksplorasi dan pengembangan blok migas.
Selain itu, menerapkan teknologi terkini dan tepat guna serta mengupayakan metode baru untuk penemuan resources dan reserves. Di sisi lain juga perlu dilakukan monitoring proyek pengembangan lapangan onstream tepat waktu serta pemeliharaan untuk untuk meningkatkan kehandalan fasilitas produksi. “Jadi ini jelas bahwa produksi migas terus didorong,” tandas dia.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) realisasi lifting migas pada 2019 sebesar 1,8 juta barel setara minyak dan gas bumi (barel oil equivalent per day/boepd) dari target yang ditetapkan APBN 2019 sebesar 2 juta boepd. Rinciannya lifting minyak sebesar 775.000 barel oil per day (bopd) dan lifting gas sebesar 1,25 juta barel oil equivalent per day (boepd).
“Lifting memang ada beberapa masalah seperi misalnya di Blok Mahakam terjadi penurunan produksi secara alamiah lebih tinggi sehingga minus 15.000 barel per hari (bph). Selain itu terjadinya pengeboran yang tidak sukses,” ujar Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto saat konferensi pers terkait Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2019 di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (9/1/2019).
Menurut dia tidak tercapainya target lifting migas sebagian besar disebabkan karena jebloknya produksi migas PT Pertamina (Persero). Pihaknya menyebut, Pertamina Hulu Mahakam (PHM) paling besar menyumbang penurunan produksi. Lalu disusul Pertamina Hulu Energi ONWJ, Pertamina Hulu Oses , Medco Natuna dan Pertamina EP.
“Itu yang paling besar dari target 775.000 barel per hari kita hanya mampu mencapai 746.000 barel per hari. Pertamina Hulu Mahakam paling besar, lalu terjadinya insiden di Lapangan YY PHE ONWJ,” ungkapnya.
Untuk mendorong pencapaian target produksi migas pada 2020, imbuhnya, SKK Migas melakukan terobosan membangun sistem digital terintegrasi (Integrated Operation Center/IOC) guna mengawasi kegiatan usaha hulu migas di seluruh Indonesia.
Melalui inovasi tersebut diyakini mampu memonitoring sehari-hari secara realtime terkait operasi hulu migas sehingga memudahkan SKK Migas melakukan pengawasan produksi seluruh KKKS.
“Kita telah menerapkan beberapa hal untuk mengantisipasi target di 2020, seperti telah melakukan launching Integrated Operation Center. Melalui IOC laporan kerja yang dilakukan KKKS akan kita kawal secara realtime,” ujarnya.
Berdasarkan laporan Kementerian ESDM target lifting migas pada 2020 sebesar 1,9 juta boepd dengan rincian target lifting minyak 755.000 bopd dan lifting gas 1,19 juta boepd.
Berdasarkan laporan Kementerian ESDM, dalam periode 2014-2018, realisasi lifting minyak hanya mencapai target pada tahun 2016, selebihnya selalu di bawah target. Hal yang sama juga terjadi pada lifting gas bumi.
Melihat kondisi tersebut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mendorong SKK Migas dapat mencapai target lifting migas tahun ini. Arifin mengatakan, terdapat sejumlah upaya supaya target produksi migas dapat tercapai. Utamanya ialah dengan mendorong percepatan eksplorasi dan pengembangan blok migas.
Selain itu, menerapkan teknologi terkini dan tepat guna serta mengupayakan metode baru untuk penemuan resources dan reserves. Di sisi lain juga perlu dilakukan monitoring proyek pengembangan lapangan onstream tepat waktu serta pemeliharaan untuk untuk meningkatkan kehandalan fasilitas produksi. “Jadi ini jelas bahwa produksi migas terus didorong,” tandas dia.
(ind)