Ekonom Sebut Kemampuan Bayar Utang Indonesia Buruk
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudisthira menyebutkan agar pemerintah Indonesia berhati-hati dalam penggunaan utang. Pasalnya kemampuan Indonesia membayar utang semakin memburuk. Adapun, posisi utang Pemerintah per akhir November 2019 berada di angka Rp4.814,31 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB menjadi 30,03%.
"Meskipun rasio utang Indonesia baru 30% terhadap PDB, namun kekhawatiran juga berkaitan dengan kemampuan bayar utang Indonesia yang memburuk," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Sabtu (11/1/2020).
(Baca Juga: Gelombang Utang Negara Berkembang Mencemaskan
Lebih lanjut terang dia, kinerja utang memburuk ditunjukkan oleh naiknya rasio pembayaran utang alias debt to service ratio (DSR) Indonesia. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) pada kuartal III 2019, DSR secara tahunan berada pada level 27.3%. Angka ini melewati 25% dan termasuk tertinggi diantara negara berkrmbang lainnya.
"DSR menunjukkan kemampuan membayar utang khususnya dalam bentuk valas makin berat karena tidak diimbangi dengan kemampuan menciptakan devisa melalui ekspor dan pariwisata," jelasnya.
Sebelumnya Bank Dunia memperingatkan dampak ‘gelombang’ akumulasi utang yang terus meningkat selama lima dekade terakhir. Terutama bagi pasar dan negara berkembang yang mengalami kenaikan secara signifikan dalam menarik utang.
Bank Dunia mencatat, ada empat gelombang utang dalam 50 tahun terakhir, dimana gelombang terbaru dimulai pada 2010 yang dilihat sebagai terbesar, tercepat serta paling luas. Sebelumnya terdapat tiga gelombang historis akumulasi utang, yaitu 1970-1989, 1990-2001 dan 2002-2009.
"Meskipun rasio utang Indonesia baru 30% terhadap PDB, namun kekhawatiran juga berkaitan dengan kemampuan bayar utang Indonesia yang memburuk," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Sabtu (11/1/2020).
(Baca Juga: Gelombang Utang Negara Berkembang Mencemaskan
Lebih lanjut terang dia, kinerja utang memburuk ditunjukkan oleh naiknya rasio pembayaran utang alias debt to service ratio (DSR) Indonesia. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) pada kuartal III 2019, DSR secara tahunan berada pada level 27.3%. Angka ini melewati 25% dan termasuk tertinggi diantara negara berkrmbang lainnya.
"DSR menunjukkan kemampuan membayar utang khususnya dalam bentuk valas makin berat karena tidak diimbangi dengan kemampuan menciptakan devisa melalui ekspor dan pariwisata," jelasnya.
Sebelumnya Bank Dunia memperingatkan dampak ‘gelombang’ akumulasi utang yang terus meningkat selama lima dekade terakhir. Terutama bagi pasar dan negara berkembang yang mengalami kenaikan secara signifikan dalam menarik utang.
Bank Dunia mencatat, ada empat gelombang utang dalam 50 tahun terakhir, dimana gelombang terbaru dimulai pada 2010 yang dilihat sebagai terbesar, tercepat serta paling luas. Sebelumnya terdapat tiga gelombang historis akumulasi utang, yaitu 1970-1989, 1990-2001 dan 2002-2009.
(akr)