Akhir Sengketa Hotel Kuta Paradiso, Harijanto Divonis 2 Tahun
A
A
A
JAKARTA - Bos Hotel Kuta Paradiso Bali Harijanto Karjadi divonis 2 tahun di PN Denpasar, Selasa (21/1/2020). Harijanto didakwa melakukan penipuan dan penggelapan serta memberikan keterangan palsu pada akta autentik.
"Terdakwa Harijanto Karjadi bersalah dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama dua tahun, dipotong selama terdakwa menjalani masa penahanan," ungkap Ketua Majelis Hakim Putu Soebandi, dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Selasa (21/1/2020).
Soebandi yang memimpin persidangan memutuskan terdakwa terbukti bersalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 266 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang keterangan palsu pada akta autentik.
Tim Jaksa Penuntut Umum Ketut Sujaya,SH, dkk yang sebelumnya menuntut Harijanto selama 3 tahun penjara menyatakan pikir-pikir.
Kuasa hukum Harijanto yakni Petrus Balapati,SH dkk mengajukan banding.
Sebagaimana tertuang dalam dakwaan, kasus bos Paradiso Grup ini terjadi pada 14 November 2011 bertempat di Notaris I Gusti Ayu Nilawati yang beralamat di Jalan Raya Kuta, No.87, Kuta Badung.
Berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaris Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD17 juta. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifikat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Construction Bank Indonesia (CCBI).
Selanjutnya korban Tomy Winata membeli piutang PT GWP dari CCBI. "Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP," tegas JPU.
Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
"Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005," jelas JPU.
Akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan Tomy Winata rugi USD20.389.661 (sekitar Rp285 miliar) dan kreditur lain Alfort Capital, Gaston Investment, PT PIM dan CCBI turut dirugikan
"Terdakwa Harijanto Karjadi bersalah dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama dua tahun, dipotong selama terdakwa menjalani masa penahanan," ungkap Ketua Majelis Hakim Putu Soebandi, dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Selasa (21/1/2020).
Soebandi yang memimpin persidangan memutuskan terdakwa terbukti bersalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 266 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang keterangan palsu pada akta autentik.
Tim Jaksa Penuntut Umum Ketut Sujaya,SH, dkk yang sebelumnya menuntut Harijanto selama 3 tahun penjara menyatakan pikir-pikir.
Kuasa hukum Harijanto yakni Petrus Balapati,SH dkk mengajukan banding.
Sebagaimana tertuang dalam dakwaan, kasus bos Paradiso Grup ini terjadi pada 14 November 2011 bertempat di Notaris I Gusti Ayu Nilawati yang beralamat di Jalan Raya Kuta, No.87, Kuta Badung.
Berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaris Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD17 juta. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifikat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Construction Bank Indonesia (CCBI).
Selanjutnya korban Tomy Winata membeli piutang PT GWP dari CCBI. "Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP," tegas JPU.
Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
"Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005," jelas JPU.
Akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan Tomy Winata rugi USD20.389.661 (sekitar Rp285 miliar) dan kreditur lain Alfort Capital, Gaston Investment, PT PIM dan CCBI turut dirugikan
(fjo)