Virus Corona Meluas, RI Harus Cari Pasar Ekspor Baru

Rabu, 05 Februari 2020 - 06:11 WIB
Virus Corona Meluas, RI Harus Cari Pasar Ekspor Baru
Virus Corona Meluas, RI Harus Cari Pasar Ekspor Baru
A A A
BOGOR - Penghentian impor hewan hidup dan penerbangan dari dan ke China demi mengantisipasi penyebaran virus korona harus dicermati dengan matang. Salah satu yang dipikirkan adalah dampak perekonomian terhadap Indonesia.

Hal ini penting menjadi perhatian mengingat China adalah mitra dagang utama Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, nilai ekspor Indonesia ke China mencapai USD25,85 miliar atau 16,68% dari keseluruhan ekspor. Begitu pun dengan impor, China merupakan negara pemasok barang terbesar bagi Indonesia dengan nilai mencapai USD44,58 miliar atau 29,95% dari total impor selama 2019.

Perlunya kecermatan dalam mengambil ke putusan dengan China ditekankan Presiden Joko Widodo(Jokowi) dalam rapat terbatas di Istana Bogor kemarin. Apalagi, China juga merupakan salah satu kontributor utama wisatawan mancanegara yang berkunjung ke dalam negeri. Tahun lalu turis China ke Indonesia mencapai 2,07 juta kunjungan, nomor dua terbanyak setelah Malaysia yang mencapai 2,98 juta kunjungan.

“Dikalkulasi secara cermat dampak dari kebijakan ini, baik dari sektor perdagangan, investasi, dan pariwisata,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin.

Rapat tersebut digelar sebagai tindak lanjut dari rencana kebijakan penghentian impor sejumlah produk pangan dari China guna mengurangi dampak penyebaran virus corona atau corona baru (2019-nCov).

Seusai rapat terbatas kemarin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah telah memutuskan untuk melarang seluruh impor hewan hidup dari China. Utamanya hewan-hewan yang dianggap sebagai sumber penularan virus corona. Akan tetapi, ujar Airlangga, untuk produk-produk makanan dan minuman serta buah tetap diperbolehkan. “Metode transmisi penyakit dari manusia ke manusia dan hewan buas, maka kebijakan pemerintah melarang impor hewan hidup dari China. Kalau ada yang sekarang dikirim ke Indonesia akan kami kembalikan,” kata Airlangga.

Adapun impor barang dan buah bisa tetap jalan karena kedua komoditas itu tidak terkait penularan. Demikian juga dengan impor barang, karena tidak terkait dengan penularan, maka perdagangan akan terus berlanjut. “Itu termasuk hortikultura seperti bawang putih dan buah-buahan,” tuturnya.

Jokowi menegaskan, di sektor perdagangan China merupakan tujuan ekspor pertama dengan pangsa pasar sangat besar, yakni 16,6% dari total ekspor Indonesia. Selain tujuan ekspor, China merupakan negara asal impor terbesar Indonesia. “Karena itu betul-betul harus diantisipasi dampak dari virus corona dan perlambatan ekonomi di China terhadap produk ekspor kita,” ujarnya.

Pada kesempatan itu Jokowi mengatakan ada peluang di tengah kondisi saat ini. Salah satunya dengan memanfaatkan ceruk pasar ekspor di negara-negara lain yang sebelumnya banyak mengimpor produk yang sama dari China. “Saya juga melihat hal ini memberikan momentum bagi industri substitusi impor di dalam negeri untuk meningkatkan produksi berbagai produk yang sebelumnya diimpor China,” ujarnya.

Di sektor swasta, mantan gubernur DKI Jakarta ini meminta disiapkan langkah-langkah kontingensi, terutama untuk wilayah pariwisata Bali dan Sulawesi Utara.

Perlu Masa Transisi

Kalangan dunia usaha menilai kebijakan penghentian sementara impor komoditas pangan dari China terkait wabah virus corona perlu diatur agar ada transisi yang baik. Hal ini bertujuan agar importir bisa mengatur peralihan perdagangan atau mencari substitusi dengan baik.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, China selama ini memiliki pangsa pasar terbesar untuk menyuplai produk impor ke Indonesia. “Transisi ini penting bukan hanya untuk meminimalkan kerugian di pihak pelaku usaha, tetapi juga untuk memastikan tidak ada kekosongan suplai atau ke -kurangan di pasar yang hanya akan membuat lonjakan harga di masyarakat,” ujarnya.

Di sisi lain, pemerintah harus melihat reaksi pasar. Apabila terlalu volatile, pemeintah disarankan memberi imbauan saja agar pasar secara sadar menahan diri untuk mengonsumsi produk pangan impor dari China.

Direktur Eksekutif Centerof Reform on Economic (CORE) Piter Abdullah mengatakan, pemerintah sudah mengkalkulasi dampak virus corona terhadap perekonomian di dalam negeri. Terlebih soal penghentian impor sejumlah komoditas dari China. “Saya kira mencegah masuknya virus corona ke dalam negeri dengan menghentikan impor dari China langkah yang positif. Dampaknya ada, tapi tidak besar, terutama terhadap ketersediaan pangan yang dibutuhkan di dalam negeri,” ujarnya.

Dinilai Berlebihan

Duta Besar (Dubes) China untuk Indonesia Xioa Qian angkat bicara mengenai keputusan Indonesia menghentikan sementara penerbangan dari dan ke China serta rencana menyetop impor pangan dari China. Xioa mengatakan, keputusan itu tidak sejalan dengan saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Xioa mengatakan, Pemerintah China sangat mementingkan penanganan wabah virus corona dan pihaknya sudah mengambil tindakan yang paling ketat. Dia menuturkan, China sangat percaya diri dan memiliki kemampuan untuk akhirnya mampu mengontrol dan berhasil melawan virus corona ini.

Sejauh ini jumlah pengidap pneumonia akibat virus corona di China mencapai 20.438 orang. Adapun korban meninggal dunia mencapai 425 orang, di mana 414 orang berasal dari Provinsi Hubei. Virus yang diduga berasal dari hewan itu hingga kemarin telah menyebar ke 25 negara di dunia. Channel News Asia melaporkan, seorang warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Singapura dinyatakan positif terinfeksi corona.
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5535 seconds (0.1#10.140)