Lebih Ramping dan Efektif, Jumlah BUMN Bakal Dipangkas Jadi 100

Rabu, 05 Februari 2020 - 18:38 WIB
Lebih Ramping dan Efektif,...
Lebih Ramping dan Efektif, Jumlah BUMN Bakal Dipangkas Jadi 100
A A A
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus memangkas perusahaan plat merah yang tidak berkontribusi dalam efisiensi kinerja. Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pihaknya saat ini tengah berupaya untuk mengurangi jumlah perusahaan plat merah.

Adapun BUMN harus memiliki dua model dalam berbisnis, tidak hanya menumbuhkan aset tetapi juga harus menjalankan kewajiban publik. Atas dasar itulah, pemerintah akan mengurangi jumlah BUMN dari 142 menjadi 100. "Kami sedang proses mengurangi jumlah BUMN dari 140 ke 100 saja. Kami akan memerger mereka," ujarnya di Jakarta, Rabu (5/2/2020).

Dia menambahkan, Kementerian BUMN disebutnya saat ini sebagai salah satu holding yang sangat kompleks. Bahkan, pihaknya mengaku belum menemukan adanya holding di dunia ini yang mengatur perusahaan seberagam perusahaan milik negara di tanah air. "Kita punya perusahaan editor film, Perum PFN. Lalu, penerbit buku, Balai Pustaka. Banyak yang harus dimerger," kata dia.

Mantan Direktur Utama Bank Mandiri ini menjelaskan, langkah awal untuk pengurangan jumlah BUMN adalah dengan melakukan portofolio review. Hal itu sejalan dengan apa yang pernah disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir yang ingin BUMN lebih ramping dan efektif.

"Nah, jadi nanti kita lihat portofolionya mana yang bisa create value, mana yang PSO (Public Service Obligation). Nah, yang tidak meng-create value dan tidak ada fungsi sosial yang besar kita mau gabungkan atau kita mau likuidasi," ucapnya.

Untuk jumlah pasti perusahaan yang akan dimerger, dia menyebut bahwa Kementerian BUMN terlebih dahulu akan menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan.

"Mungkin ada yang bisa ditaruh di PPA (Perusahaan Pengelola Aset), kan PPA juga efektif sebagai agen untuk restrukturisasi. Misalnya nanti kita harus gabungkan dan sebagainya. Ini kita masih tunggu kewenangan juga karena kewenangannya sekarang masih di Kementerian Keuangan," pungkasnya.
(ind)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0918 seconds (0.1#10.140)