Marketing in Corona Crisis, 'Tiarap' Jangan Jualan

Sabtu, 07 Maret 2020 - 09:15 WIB
Marketing in Corona...
Marketing in Corona Crisis, 'Tiarap' Jangan Jualan
A A A
Yuswohady
Managing Partner Inventure

www.yuswohady.comVirus korona (Covid-19) telah memorak-porandakan dunia bisnis di seluruh dunia.

Baru saja McKinsey mengeluarkan studi singkatnya menengarai sektor turisme dan hospitality, penerbangan, automotif, konsumer goods, konsumer electronics sebagai sektor yang paling terdampak oleh virus mematikan tersebut. Barang yang paling apes adalah bir Corona yang penjualan dan harga sahamnya anjlok karena di tengah kepanikan orang serta-merta mengasosiasikan merek bir asal Meksiko ini dengan virus mematikan ini sehingga konsumen emoh membelinya.

Dua hari lalu saya ketemu seorang direktur bank nasional besar, mengatakan bahwa sektor perbankan tak luput dari gerusan virus corona. Kalangan perbankan waswas akan potensi meluasnya non performing loan (NPL) dan mengerutnya ekspansi kredit. "Yang bisa kami genjot hanya dana pihak ketiga (DPK)," ujar si bankir.

Itu cerita buruknya. Di tengah krisis corona, banyak pula bisnis yang justru meraup banyak rezeki. Netflix, misalnya, beberapa bulan terakhir justru panen dan sahamnya melonjak tajam. Lantarannya jelas, orang enggak banyak ke luar rumah, solusi cesplengnya menonton film.

Produsen alat-alat pelindung (masker) dan sanitasi, suplemen daya tahan tubuh, hingga pasar swalayan menikmati keberuntungan yang sama karena melonjaknya permintaan. Di tengah "shop from home trend" akibat virus corona, toko daring seperti Tokopedia dan Bukalapak beberapa hari terakhir justru makin booming.

Bagaiman sebaiknya marketer menjalankan strategi di tengah kepanikan konsumen akibat virus corona?

"Tiarap", Jangan Jualan

Bahkan ketika diuntungkan oleh bencana virus corona, Anda tidak boleh terlalu berlebihan jualan (hard-sell). Anda harus tetap "tiarap". Kenapa? Karena ini adalah saat kedukaan. Saat di mana semua orang dirundung ketakutan dan kecemasan.

Jangan sampai muncul kesan brand Anda mengeksploitasi keadaan. Apa kata dunia, saat semua orang dirundung kesusahan Anda justru jor-joran jualan memanfaatkan keadaan yang sulit. Jangan sampai tercipta persepsi bahwa Anda "menari-nari" di tengah kesusahan banyak orang: mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain.

Ingat, beberapa minggu ke depan adalah saat-saat yang sensitif. Begitu aksi hard-sell berlebihan dan mengeksploitasi keadaan terendus oleh netizen, bisa jadi brand Anda kena bully. Dan kalau sudah begitu, brand reputation Anda di ujung tanduk.

It's Time for Empathy

Di tengah kepanikan dan kesusahan banyak orang, ini adalah saatnya bagi brand untuk berempati. Beberapa hari lalu ada video penyanyi dangdut asal Banyuwangi yang menyanyikan lagu berjudul Corona, pelesetan dari comunitas rondo merana. Sontak si penyanyi berikut labelnya mendapat kecaman dan hujatan dari netizen. Bahkan si pedangdut mendapat somasi dari Keluarga Migran Indonesia (KAMI) Jatim.

Kasus tersebut menunjukkan tidak empatiknya si pedangdut di tengah bencana virus corona. Bayangkan jika hal itu terjadi pada brand Anda. Anda harus menghindari gimmicks pemasaran yang terlalu kreatif dan "nyerempet-nyerempat" risiko kena bully dari kalangan warganet.

Jangan sekali-sekali menjadikan musibah ini untuk eksperimen pemasaran, apalagi menjadi bahan guyonan seperti dilakukan si pedangdut. Sebaliknya, brand justru harus menunjukkan empati dan keseriusan untuk menjadi bagian dari solusi.

Menjadi Solusi

Saat-saat seperti ini adalah saat yang paling tepat untuk menunjukkan bahwa perusahaan Anda adalah corporate citizen yang baik. Inilah waktu yang tepat untuk menjalankan program corporate social responsibility dengan aktif menjadi solusi sosial bagi permasalahan masyarakat di tengah krisis corona.

Di tengah melonjaknya harga masker karena tingginya permintaan dan adanya oknum penimbun barang, tiga hari lalu Apotek Kimia Farma mengeluarkan pengumuman empatik. Harga masker di seluruh apotek Kimia Farma tetap Rp2.000 di tengah harga masker melambung tinggi hingga 10 kali lipat.

Untuk pemerataan, Apotek Kimia Farma membatasi penjualan masker dua lembar per orang. Apotek pelat merah ini menjamin bahwa pasokan masker akan cukup sehingga masyarakat tetap bisa mendapatkannya dengan harga wajar.

Langkah Apotek Kimia tersebut merupakan solusi di tengah kelangkaan masker saat itu. Hal ini punya dampak positif bagi brand dan menimbulkan simpati di kalangan konsumen dan masyarakat luas.
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1109 seconds (0.1#10.140)