Mulai 10 Maret, BEI Terapkan Auto Rejection Jika Saham Jeblok 10%
A
A
A
JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan perubahan ketentuan batas bawah Auto Rejection, merespon Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok lebih dari 6% mendekati level 5.000 pada penutupan Senin (9/3/2020).
Auto Rejection merupakan mekanisme penolakan otomatis oleh sistem perdagangan efek yang berlaku di bursa terhadap penawaran jual dan atau permintaan beli efek bersifat ekuitas yang melampaui batasan harga atau jumlah yang ditetapkan oleh BEI.
Sebelumnya, batas bawah Auto Rejection sama dengan batas atas Auto Rejection alias simetris. Dengan aturan baru, batas bawah Auto Rejection menjadi 10% atau asimetris.
Kebijakan perubahan batasan Auto Rejection mulai diberlakukan Selasa 10 Maret 2020 hingga kondisi market kembali kondusif.
Direktur Perdagangan dan Anggota Bursa BEI, Laksono Widodo, mengatakan keputusan tersebut memperhatikan kondisi pasar modal Indonesia yang sedang mengalami tekanan akibat perlambatan ekonomi, penyebaran wabah virus corona, serta pelemahan harga minyak dunia.
"Sehingga perlu diambil langkah untuk mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan," ujar Laksono di Jakarta, Senin (9/3/2020).
Kebijakan tersebut diharapkan akan menjaga perdagangan efek di bursa dengan teratur, wajar dan efisien. Bursa menetapkan besaran batasan Auto Rejection dengan berdasarkan Surat Perintah Kepala Departemen Pengawasan Pasar
Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan Nomor: S-273/PM.21/2020 tanggal 9 Maret 2020 perihal Perintah Mengubah Batasan Autorejection pada Peraturan Perdagangan di Bursa Efek.
Dalam pelaksanaan perdagangan di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, Jakarta Automated Trading System (JATS) akan melakukan Auto Rejection, apabila harga penawaran jual atau permintaan beli saham yang dimasukkan ke JATS lebih kecil dari Rp50.
Kemudian Auto Rejection berlaku untuk harga penawaran jual atau permintaan beli saham yang dimasukkan ke JATS:
- Lebih dari 35% di atas atau 10% di bawah acuan harga untuk saham dengan rentang harga Rp50 sampai dengan Rp200.
- Lebih dari 25% di atas atau 10% di bawah acuan harga untuk saham dengan rentang harga lebih dari Rp200 sampai dengan Rp5.000.
- Lebih dari 20% di atas atau 10% di bawah acuan Harga untuk saham dengan harga di atas Rp5.000.
Auto Rejection merupakan mekanisme penolakan otomatis oleh sistem perdagangan efek yang berlaku di bursa terhadap penawaran jual dan atau permintaan beli efek bersifat ekuitas yang melampaui batasan harga atau jumlah yang ditetapkan oleh BEI.
Sebelumnya, batas bawah Auto Rejection sama dengan batas atas Auto Rejection alias simetris. Dengan aturan baru, batas bawah Auto Rejection menjadi 10% atau asimetris.
Kebijakan perubahan batasan Auto Rejection mulai diberlakukan Selasa 10 Maret 2020 hingga kondisi market kembali kondusif.
Direktur Perdagangan dan Anggota Bursa BEI, Laksono Widodo, mengatakan keputusan tersebut memperhatikan kondisi pasar modal Indonesia yang sedang mengalami tekanan akibat perlambatan ekonomi, penyebaran wabah virus corona, serta pelemahan harga minyak dunia.
"Sehingga perlu diambil langkah untuk mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan," ujar Laksono di Jakarta, Senin (9/3/2020).
Kebijakan tersebut diharapkan akan menjaga perdagangan efek di bursa dengan teratur, wajar dan efisien. Bursa menetapkan besaran batasan Auto Rejection dengan berdasarkan Surat Perintah Kepala Departemen Pengawasan Pasar
Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan Nomor: S-273/PM.21/2020 tanggal 9 Maret 2020 perihal Perintah Mengubah Batasan Autorejection pada Peraturan Perdagangan di Bursa Efek.
Dalam pelaksanaan perdagangan di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, Jakarta Automated Trading System (JATS) akan melakukan Auto Rejection, apabila harga penawaran jual atau permintaan beli saham yang dimasukkan ke JATS lebih kecil dari Rp50.
Kemudian Auto Rejection berlaku untuk harga penawaran jual atau permintaan beli saham yang dimasukkan ke JATS:
- Lebih dari 35% di atas atau 10% di bawah acuan harga untuk saham dengan rentang harga Rp50 sampai dengan Rp200.
- Lebih dari 25% di atas atau 10% di bawah acuan harga untuk saham dengan rentang harga lebih dari Rp200 sampai dengan Rp5.000.
- Lebih dari 20% di atas atau 10% di bawah acuan Harga untuk saham dengan harga di atas Rp5.000.
(ven)