Pepres Penurunan Harga Gas Dikhawatirkan Langgar Kesucian Kontrak Migas

Rabu, 11 Maret 2020 - 23:53 WIB
Pepres Penurunan Harga Gas Dikhawatirkan Langgar Kesucian Kontrak Migas
Pepres Penurunan Harga Gas Dikhawatirkan Langgar Kesucian Kontrak Migas
A A A
JAKARTA - Asosiasi Industri Hulu Migas Indonesia (Indonesia Petroleum Association/IPA) mengkhawatirkan rencana terbitnya aturan penurunan harga gas industri melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 40 Tahun 2016. Regulasi tersebut dikhawatirkan berpotensi merubah kepastian kontrak yang telah disepakati antara produsen (Kontraktor Kontrak Kerja Sama/KKKS) dengan pembeli.

“Kesucian kontrak ini sering dilanggar demi kepentingan jangka pendek. Seperti Perpres No. 40 Tahun 2016 yang sifatnya memaksa menurunkan harga gas yang sudah berkomitmen,” ujar Direktur Eksekutif IPA Marlojin Wajong saat diskusi bertajuk Meningkatkan Daya Tatik Investasi Hulu Migas, di Gedung City Plaza, Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Menurut dia, aturan yang berpotensi melanggar kesucian kontrak migas sebaiknya diminamilisir supaya tidak menggangu investasi di sektor hulu migas. Apalagi, kondisi industri hulu migas sedang terpukul akibat rendahnya harga minyak dunia ditambah lagi lesunya perkonomian akibat perang dagang dan virus corona.

“Saya paham pada dasarnya ini untuk kepentingan jangka pendek, tapi investor nggak mau. Seharusnya jaln keluarnya dibicarakan terlebih dulu jangan langsung bikin aturan lalu tabrak kontrak,” kata dia.

Tidak hanya itu, ketidakpastian fiskal utamanya terkait perpajakan menjadi salah satu faktor utama yang membuat investasi hulu migas di Indonesia kurang kondusif. Utamanya, sejak berlakunya Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi No. 22 Tahun 2001 yang menghilangkan prinsip perpajakan assume and discharge dalam sistem kontrak kerja sama Production Sharing Contract (PSC) yang telah disepakati bersama.

Adapun hilangnya prinsip assume and discharge tersebut menyebabkan aturan perpajakan tidak lagi bersifat lex specialist sehingga tidak diterapkan secara utuh di dalam kontrak kerja sama. Semula, prinsip assume and discharge hanya mewajibkan KKKS membayar pajak langsung berupa pajak penghasilan (PPh), pajak atas bunga dividen dan royalti.

Sementara KKKS tidak berkewajiban membayar pajak dan pungutan lain yang bersifat tidak langsung termasuk migas bagian pemerintah telah masuk dalam komponen pajak. Dicabutnya prinsip assume and discharge juga membuat KKKS harus mengurus sendiri atas segala baik terkait birokrasi maupun administrasi.

Menurut Marlojing, seharusnya aturan perpajakan yang telah disepakati di atas kontrak dapat dihormati bersama sehingga tidak mudah berubah. Pasalnya dengan tidak dihormatinya kontrak kerja sama bakal menggangu investasi hulu migas di dalam negeri. “Pajak ini yang harus dicari selain bersaing juga harus stabil. Jangan ada besaran pajak yanh berubah-ubah lagi,” terang Marlojin.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6813 seconds (0.1#10.140)