Daftar Korban Corona: Pasar Saham, Minyak hingga Mata Uang Kripto
A
A
A
JAKARTA - Wabah virus corona telah menjadi momok bagi dunia di tahun 2020 ini. Melansir dari worldometers.info, Jumat (13/3/2020), virus ini telah menjangkiti 127 negara di dunia, dengan jumlah kasus mencapai 134.768 dan merenggut 4.983 nyawa.
Selain korban jiwa, pandemi corona juga telah menghantam perekonomian global. Aktivitas ekspor impor, pariwisata, pasar saham, mata uang, minyak hingga mata uang kripto memperpanjang daftar korban keganasan virus corona.
Melansir dari CNBC, Jumat (13/3/2020), nilai kapitalisasi pasar mata uang kripto (cryptocurrency) Bitcoin anjlok USD93,5 milar atau 48% pada pukul 10:07 waktu Singapura. Pasar uang kripto terpuruk akibat aksi jual yang lebih luas karena para pemerintahan di seluruh dunia terus bergulat dengan virus corona.
Melemahnya Bitcoin telah memupus anggapan banyak kalangan bahwa Bitcoin merupakan "emas digital" dan dianggap sebagai aset safe haven saat pasar menghadapi gejolak. Terpuruknya Bitcoin membuat mata uang digital ini tidak ubahnya seperti aset berisiko seperti pasar saham negara-negara berkembang.
Selain Bitcoin, mata uang kripto lainnya terpukul pada Jumat ini. Melansir dari Coindesk, Ethereum terpukul 49% pada pukul 10:24 waktu Singapura dan XRP babak belur lebih dari 42%.
Selain mata uang kripto, pasar saham global pun dibuat merana. Indeks Dow Jones Industrial Average Amerika Serikat ditutup babak belur 2.352,60 poin atau 9,99% ke level 21.200,62. Ini merupakan penurunan harian terbesar sejak peristiwa "Black Monday" pada 19 Oktober 1987.
Di dalam negeri, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan sementara (trading halt) Indeks Harga Saham Gabungan pada pukul 09.15 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS), setelah anjlok 245,16 poin atau 5,01% ke 4.650,58.
Demikian pula dengan harga minyak dunia, yang mengalami pelemahan tiga hari beruntun akibat wabah virus corona secara global yang telah mencengkeram pasar.
Melansir dari Reuters, Jumat (13/3), harga minyak Brent Internasional jatuh 67 sen atau 2% ke level USD32,55 per barel pada pukul 01:26 GMT. Dalam minggu ini, harga Brent telah melemah 28%, menjadi penurunan mingguan terbesar sejak 18 Januari 1991, ketika itu turun 29% saat pecahnya Perang Teluk I.
Harga minyak berjangka Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI) rugi 66 sen atau 2,1% menjadi USD30,84 per barel. Harga WTI telah melemah 25% selama minggu ini, terbesar sejak 19 Desember 2008, ketika itu turun 27% pada puncak Krisis Keuangan Global.
Investor khawatir tentang kejatuhan ekonomi global akibat virus corona, seiring penutupan kegiatan bisnis dan lockdown di beberapa kota di dunia. Italia melakukan penutupan toko, restoran, dan Liga Italia. Amerika Serikat pun menghentikan kompetisi bola basket NBA. Dan bebarapa negara di dunia, menutup sekolah dan orang-orang dipaksa bekerja dari rumah.
Selain korban jiwa, pandemi corona juga telah menghantam perekonomian global. Aktivitas ekspor impor, pariwisata, pasar saham, mata uang, minyak hingga mata uang kripto memperpanjang daftar korban keganasan virus corona.
Melansir dari CNBC, Jumat (13/3/2020), nilai kapitalisasi pasar mata uang kripto (cryptocurrency) Bitcoin anjlok USD93,5 milar atau 48% pada pukul 10:07 waktu Singapura. Pasar uang kripto terpuruk akibat aksi jual yang lebih luas karena para pemerintahan di seluruh dunia terus bergulat dengan virus corona.
Melemahnya Bitcoin telah memupus anggapan banyak kalangan bahwa Bitcoin merupakan "emas digital" dan dianggap sebagai aset safe haven saat pasar menghadapi gejolak. Terpuruknya Bitcoin membuat mata uang digital ini tidak ubahnya seperti aset berisiko seperti pasar saham negara-negara berkembang.
Selain Bitcoin, mata uang kripto lainnya terpukul pada Jumat ini. Melansir dari Coindesk, Ethereum terpukul 49% pada pukul 10:24 waktu Singapura dan XRP babak belur lebih dari 42%.
Selain mata uang kripto, pasar saham global pun dibuat merana. Indeks Dow Jones Industrial Average Amerika Serikat ditutup babak belur 2.352,60 poin atau 9,99% ke level 21.200,62. Ini merupakan penurunan harian terbesar sejak peristiwa "Black Monday" pada 19 Oktober 1987.
Di dalam negeri, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan sementara (trading halt) Indeks Harga Saham Gabungan pada pukul 09.15 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS), setelah anjlok 245,16 poin atau 5,01% ke 4.650,58.
Demikian pula dengan harga minyak dunia, yang mengalami pelemahan tiga hari beruntun akibat wabah virus corona secara global yang telah mencengkeram pasar.
Melansir dari Reuters, Jumat (13/3), harga minyak Brent Internasional jatuh 67 sen atau 2% ke level USD32,55 per barel pada pukul 01:26 GMT. Dalam minggu ini, harga Brent telah melemah 28%, menjadi penurunan mingguan terbesar sejak 18 Januari 1991, ketika itu turun 29% saat pecahnya Perang Teluk I.
Harga minyak berjangka Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI) rugi 66 sen atau 2,1% menjadi USD30,84 per barel. Harga WTI telah melemah 25% selama minggu ini, terbesar sejak 19 Desember 2008, ketika itu turun 27% pada puncak Krisis Keuangan Global.
Investor khawatir tentang kejatuhan ekonomi global akibat virus corona, seiring penutupan kegiatan bisnis dan lockdown di beberapa kota di dunia. Italia melakukan penutupan toko, restoran, dan Liga Italia. Amerika Serikat pun menghentikan kompetisi bola basket NBA. Dan bebarapa negara di dunia, menutup sekolah dan orang-orang dipaksa bekerja dari rumah.
(ven)