Islamic Law Firm Diskusikan Halal-Haram Menggunakan Uang Kripto
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pro-kontra halal atau haram uang kripto (cryptocurrency) masih menjadi perdebatan di kalangan umat muslim Indonesia. Sebagian menganggap aset kripto halal, sebagian lainnya menganggap uang kripto haram untuk bertransaksi.
“Ada pihak yang menganggap aset kripto haram karena mengandung gharar atau ketidakpastian dalam transaksi. Kemudian, uang digital ini juga memiliki volatilitas tinggi karena harganya bisa naik dan turun secara drastis,” kata Founder Islamic Law Firm (ILF) Yenny Wahid pada acara Bahtsul masail di Jakarta, Sabtu (19/6/2021).
Sebaliknya pihak yang lain, menganggap gharar akan hilang karena transaksi uang kripto tidak mengenal biaya pemotongan. “Transaksi di bank saja dipotong. Tapi kalau cryptocurrency malah tidak dipotong. Jadi menurut sebagian alim ulama ini malah membuat ghararnya hulang,” papar Yenny.
Dibandingkan dengan uang fiat (uang kertas) yang banyak digunakan dalam transaksi bank konvensional, lanjut Yenny uang kripto justru terbebas dari riba. Karena, uang kripto dasarnya adalah blockchain yang penyebarannya melalui jaringan peer-to-peer. “Yang pasti transaksi uang kripto tanpa perantara,” tegasnya.
Pihak yang menganggap uang kripto haram memiliki argumen, bahwa koin digital tersebut tidak ada underlying asset atau aset keuangan yang menjadi dasar pembentuk harga.
“Karena sifatnya yang tidak bisa diketahui siapa penggunanya, maka sering disalahgunakan untuk transaksi ilegal seperti beli senjata atau narkoba atau sering disebut dark internet,” ujar putri Presiden RI ke-4 ini.
Bac Juga : Pengamat: Pembentukan Bursa Kripto Demi Mengejar Capital Gain Tax
Untuk mendapat kejelasan status halal-haram itulah, Islamic Law Firm (ILF) yang dikomandani Yenny Wahid membuat bahtsul masail uang kripto. Melalui bahtsul masail atau diskusi mengenai permasalahan terkini yang dihadapi umat islam, diharapkan menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi untuk para pembuat kebijakan.
“Ada pihak yang menganggap aset kripto haram karena mengandung gharar atau ketidakpastian dalam transaksi. Kemudian, uang digital ini juga memiliki volatilitas tinggi karena harganya bisa naik dan turun secara drastis,” kata Founder Islamic Law Firm (ILF) Yenny Wahid pada acara Bahtsul masail di Jakarta, Sabtu (19/6/2021).
Sebaliknya pihak yang lain, menganggap gharar akan hilang karena transaksi uang kripto tidak mengenal biaya pemotongan. “Transaksi di bank saja dipotong. Tapi kalau cryptocurrency malah tidak dipotong. Jadi menurut sebagian alim ulama ini malah membuat ghararnya hulang,” papar Yenny.
Dibandingkan dengan uang fiat (uang kertas) yang banyak digunakan dalam transaksi bank konvensional, lanjut Yenny uang kripto justru terbebas dari riba. Karena, uang kripto dasarnya adalah blockchain yang penyebarannya melalui jaringan peer-to-peer. “Yang pasti transaksi uang kripto tanpa perantara,” tegasnya.
Pihak yang menganggap uang kripto haram memiliki argumen, bahwa koin digital tersebut tidak ada underlying asset atau aset keuangan yang menjadi dasar pembentuk harga.
“Karena sifatnya yang tidak bisa diketahui siapa penggunanya, maka sering disalahgunakan untuk transaksi ilegal seperti beli senjata atau narkoba atau sering disebut dark internet,” ujar putri Presiden RI ke-4 ini.
Bac Juga : Pengamat: Pembentukan Bursa Kripto Demi Mengejar Capital Gain Tax
Untuk mendapat kejelasan status halal-haram itulah, Islamic Law Firm (ILF) yang dikomandani Yenny Wahid membuat bahtsul masail uang kripto. Melalui bahtsul masail atau diskusi mengenai permasalahan terkini yang dihadapi umat islam, diharapkan menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi untuk para pembuat kebijakan.
(dar)