Bayar Tol Berbasis Satelit Harus Berpihak ke Masyarakat
A
A
A
JAKARTA - Sistem transaksi pembayaran non tunai nirsentuh di gerbang tol atau Multi Lane Free Flow (MLFF) berbasis teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS) yang akan diterapkan pemerintah, diingatkan agar berpihak kepada masyarakat. Lewat teknologi ini memungkinkan pengendara tidak perlu berhenti untuk membayar tol di gerbang tol.
Analis Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menilai kebijakan ini harus berpihak kepada masyarakat. Sebab, menurut Trubus dengan adanya alat sensor yang dipasangkan di dalam mobil bisa menjadi permasalahan baru di masyarakat.
"Kalo pake alat repot nya nanti kalo alatnya rusak. Kalo publik dirugikan oleh investor atau korporasi nanti akibatnya akan berkurang kepercayaan publik. Kalau alatnya harus beli saya rasa masyarakat akan keberatan," kata Trubus saat dihubungi di Jakarta.
Sambung dia menambahkan, masyarakat Indonesia banyak mempertimbangkan pada saat penerapan kartu elektronik tol atau e-Toll. "Sekarang aja kita pakai kartu masyarakat banyak yang komplain, keliatannya efektif tapi sebenarnya kurang efektif karena tidak online untuk isi ulang," ujarnya.
Terlebih terang dia harga perangkat yang bisa jadi mahal di Indonesia, karena melihat harga di Eropa satu unit GNSS lebih dari 2 juta rupiah per unit. Adapun jika menggunakan aplikasi smartphone, pengguna tidak bisa membedakan transaksinya dan rentan terjadi masalah jika batre smartphone tersebut habis.
Menurut Trubus, dalam penerapan kebijakan tersebut pemerintah harus gencar melakukan sosialisasi dan jangan sampai masyarakat yang dirugikan."Tapi masalahnya gini, kebijakan perlindungan konsumen itu lemah, yang paling sering dirugikan itu konsumen," tambahnya.
Diperlukan kajian lebih lanjut terkait pemilhan dan peningkatan teknologi sistem pembayaran tol di Indonesia agar pemerintah dapat memilih dengan bijak sehingga stakeholders terutama masyarakat akan diuntungkan. Trubus menambahkan pemerintah harus melibatkan semua sektor dalam kebijakan ini termasuk elemen masyarakat.
"Langkah yang paling tepat adalah sosialisasi dulu alat ini, perlu adanya dialog publik, dan itu ada kajian mendalam yang komprehensif. Pemerintah melibatkan partisipasi publik, seperti layanan konsumen, perlindungan konsumen dan kepentingan masyarakat," pungkasnya.
Analis Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menilai kebijakan ini harus berpihak kepada masyarakat. Sebab, menurut Trubus dengan adanya alat sensor yang dipasangkan di dalam mobil bisa menjadi permasalahan baru di masyarakat.
"Kalo pake alat repot nya nanti kalo alatnya rusak. Kalo publik dirugikan oleh investor atau korporasi nanti akibatnya akan berkurang kepercayaan publik. Kalau alatnya harus beli saya rasa masyarakat akan keberatan," kata Trubus saat dihubungi di Jakarta.
Sambung dia menambahkan, masyarakat Indonesia banyak mempertimbangkan pada saat penerapan kartu elektronik tol atau e-Toll. "Sekarang aja kita pakai kartu masyarakat banyak yang komplain, keliatannya efektif tapi sebenarnya kurang efektif karena tidak online untuk isi ulang," ujarnya.
Terlebih terang dia harga perangkat yang bisa jadi mahal di Indonesia, karena melihat harga di Eropa satu unit GNSS lebih dari 2 juta rupiah per unit. Adapun jika menggunakan aplikasi smartphone, pengguna tidak bisa membedakan transaksinya dan rentan terjadi masalah jika batre smartphone tersebut habis.
Menurut Trubus, dalam penerapan kebijakan tersebut pemerintah harus gencar melakukan sosialisasi dan jangan sampai masyarakat yang dirugikan."Tapi masalahnya gini, kebijakan perlindungan konsumen itu lemah, yang paling sering dirugikan itu konsumen," tambahnya.
Diperlukan kajian lebih lanjut terkait pemilhan dan peningkatan teknologi sistem pembayaran tol di Indonesia agar pemerintah dapat memilih dengan bijak sehingga stakeholders terutama masyarakat akan diuntungkan. Trubus menambahkan pemerintah harus melibatkan semua sektor dalam kebijakan ini termasuk elemen masyarakat.
"Langkah yang paling tepat adalah sosialisasi dulu alat ini, perlu adanya dialog publik, dan itu ada kajian mendalam yang komprehensif. Pemerintah melibatkan partisipasi publik, seperti layanan konsumen, perlindungan konsumen dan kepentingan masyarakat," pungkasnya.
(akr)