PLTU Tingkatkan Kesejahtaraan Masyarakat
A
A
A
PLN terus memberikan layanan terbaik bagi para pelanggannya. Selain menyediakan pasokan listrik yang andal, perusahaan pelat merah ini juga berkomiten tinggi untuk terus menjaga kelestarian lingkungan, terutama yang dekat dengan pembangkit listrik.
Dalam perkembangannya, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028 porsi terbesar pembangkit listrik akan berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan persentase mencapai 54,6%.
PLTU masih akan menjadi penghasil listrik terbesar dalam bauran energi listrik tujuh tahun ke depan. Sebagai perbandingan, pada RUPTL 2019-2028, pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) akan menyumbang 23%, gas 22%, dan bahan bakar minyak (BBM) 0,4%.
Keberadaan PLTU yang berbasis bahan bakar batu bara ini menjadi andalan karena dinilai mampu menekan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik. Ini akan berimbas pada harga jual listrik kepada pelanggan yang lebih murah.
Dengan ketersediaan sumber daya alam yang melimpah di dalam negeri, pemanfaatan sumber energi primer dari batu bara masih akan menjadi andalan. Ini karena Indonesia bukan hanya membutuhkan listrik yang murah namun juga yang andal. Dengan begitu, harapannya listrik yang terjangkau dan andal akan menggerakkan ekonomi negara.
Di Indonesia, saat ini terdapat sejumlah pembangkit PLTU. Dalam perkembangannya, keberadaan pembangkit listrik ini mampu berkontribusi terhadap masyarakat sekitarnya, mulai dari sektor ekonomi hingga lingkungan.
Dalam survei yang dilakukan SINDO Media beberapa waktu lalu, responden di tiga wilayah yakni di Kabupaten Cirebon, Pandeglang dan Kota Semarang, dapat disimpulkan bahwa keberadaan pembangkit listrik memberikan pengaruh lebih baik dibanding sebelum adanya PLTU.
Di sekitar wilayah PLTU Cirebon, warga mengaku memiliki pendapatan yang lebih beragam. Masyarakat di lokasi yang berdekatan langsung dengan area kerja PLTU banyak menerima manfaat dengan adanya dukungan PLTU terhadap kegiatan kemasyarakatan, pendidikan, serta pengadaan air bersih.
Masyarakat di lokasi yang berdekatan langsung dengan PLTU juga banyak menerima manfaat dengan adanya dukungan perusahaan terhadap kegiatan kemasyarakatan, pendidikan, maupun pengadaan air bersih. Mereka juga diuntungkan dengan terbukanya peluang ekonomi berupa lapangan pekerjaan dan peluang membuka usaha seperti kos-kosan.
Pembangunan proyek PLTU ternyata juga mampu memberi harapan kepada masyarakat sekitar. Keberadaannya turut mendongkrak perekonomian warga sekitar. Hal ini terungkap dalam hasil focus group discussion (FGD) bersama para kader kesehatan di ketiga kota tersebut.
Mereka juga diuntungkan dengan terbukanya peluang ekonomi berupa lapangan pekerjaan di PLTU serta peluang membuka usaha bidang jasa seperti kos-kosan serta kuliner.
PLTU Cirebon merupakan pembangkit listrik tenaga batu bara berkapasitas 660 MW. Pembangkit yang terletak di wilayah Kanci di sebelah tenggara Cirebon itu dikembangkan oleh PT Cirebon Electric Power. Unit pertama pabrik diluncurkan pada pertengahan Oktober 2012.
Di lokasi yang sama akan dibangun pula PLTU Unit 2 Cirebon yang saat ini pembangunannya telah mencapai sekitar 60%. PLTU Cirebon menjadi salah satu penyokong utama pasokan listrik PLN untuk distribusi Jawa-Madura-Bali. Selain itu, PLTU juga dikembangkan untuk meningkatkan pasokan listrik jalur transmisi Sumatera-Jawa-Bali.
Warga Astanajapura, Jujuk, mengakui bahwa sejak adanya PLTU Cirebon, geliat ekonomi di wilayah Astanajapura terus menggeliat. Ini bisa dilihat dari kemunculan kos-kosan, bisnis transportsi, warung-warung makan dan fasilitas lain yang mendukung para pekerja PLTU.
"Tidak hanya itu, keberadaan PLTU di sini juga menciptakan peluang kerja, banyak warga sekitar sini yang bekerja di PLTU," katanya
Di Semarang, dampak pembangunan infrastruktur kelistrikan diakui oleh waraga sekitar. Dalam forum group discussion (FGD) yang dilakukan beberapa waktu lalu, sejumlah peserta mengatakan bahwa aktivitas ekonomi masyarakat kian bergeliat setelah hadirnya PLTU. Terlebih setelah pada 2014, Presiden Joko Widodo mencanangkan kawasan Tambak Lorok sebagai kampung bahari. Hal ini memberi angin segar bagi warga setempat akan peluang peningkatan kesejahteraan warga di lingkungan ini secara khusus, dan kota Semarang secara umum.
Dalam pengembangannya, salah satu pembangkit andalan di Jawa Tengah itu menambah kapasitas pembangkit dengan membangun PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap). Penambahan unit PLTGU ini diharapkan dapat membantu wilayah sekitar menjadi lebih bersih dan efisien karena bahan bakar untuk pembangkit tidak lagi menggunakan bahan bakar minyak tetapi digantikan dengan gas.
Di samping itu PLTGU juga dinilai lebih andal karena memiliki karakter yang bisa cepat mengalirkan listrik dibanding PLTU. Sebagai perbandingan, jika PLTU butuh waktu 8-12 jam untuk membangkitkan listriknya, dengan PLTGU hanya butuh waktu dalam hitungan menit.
Unit Bisnis Pembangkitan Semarang sendiri memiliki kapasitas terpasang sebesar 1.469 MW yang terdiri atas tiga jenis pembangkit, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) serta Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU).
"Kawasan Tambak Lorok sekarang sudah jauh lebih tertata. Semoga bisa semakin memberi dampak positif nantinya bagi warga," ujar Rosi, warga yang tinggal tak jauh dari lokasi pembangkit.
Adapun di Pandeglang, keberadaan PLTU Labuan berkapasitas 2x300 MW yang beroperasi sejak 2010 itu bertujuan memanfaatan energi batu bara yang saat ini tersedia cukup banyak di beberapa wilayah di Indonesia. PLTU Labuan berada di Desa Sukamaju. Kehadiran PLTU di wilayah tersebut membawa dampak positif terhadap perekonomian berupa terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat Kecamatan Labuan selama ini mayoritas bekerja sebagai buruh tani dan nelayan.
Dalam perkembangannya, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028 porsi terbesar pembangkit listrik akan berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan persentase mencapai 54,6%.
PLTU masih akan menjadi penghasil listrik terbesar dalam bauran energi listrik tujuh tahun ke depan. Sebagai perbandingan, pada RUPTL 2019-2028, pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) akan menyumbang 23%, gas 22%, dan bahan bakar minyak (BBM) 0,4%.
Keberadaan PLTU yang berbasis bahan bakar batu bara ini menjadi andalan karena dinilai mampu menekan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik. Ini akan berimbas pada harga jual listrik kepada pelanggan yang lebih murah.
Dengan ketersediaan sumber daya alam yang melimpah di dalam negeri, pemanfaatan sumber energi primer dari batu bara masih akan menjadi andalan. Ini karena Indonesia bukan hanya membutuhkan listrik yang murah namun juga yang andal. Dengan begitu, harapannya listrik yang terjangkau dan andal akan menggerakkan ekonomi negara.
Di Indonesia, saat ini terdapat sejumlah pembangkit PLTU. Dalam perkembangannya, keberadaan pembangkit listrik ini mampu berkontribusi terhadap masyarakat sekitarnya, mulai dari sektor ekonomi hingga lingkungan.
Dalam survei yang dilakukan SINDO Media beberapa waktu lalu, responden di tiga wilayah yakni di Kabupaten Cirebon, Pandeglang dan Kota Semarang, dapat disimpulkan bahwa keberadaan pembangkit listrik memberikan pengaruh lebih baik dibanding sebelum adanya PLTU.
Di sekitar wilayah PLTU Cirebon, warga mengaku memiliki pendapatan yang lebih beragam. Masyarakat di lokasi yang berdekatan langsung dengan area kerja PLTU banyak menerima manfaat dengan adanya dukungan PLTU terhadap kegiatan kemasyarakatan, pendidikan, serta pengadaan air bersih.
Masyarakat di lokasi yang berdekatan langsung dengan PLTU juga banyak menerima manfaat dengan adanya dukungan perusahaan terhadap kegiatan kemasyarakatan, pendidikan, maupun pengadaan air bersih. Mereka juga diuntungkan dengan terbukanya peluang ekonomi berupa lapangan pekerjaan dan peluang membuka usaha seperti kos-kosan.
Pembangunan proyek PLTU ternyata juga mampu memberi harapan kepada masyarakat sekitar. Keberadaannya turut mendongkrak perekonomian warga sekitar. Hal ini terungkap dalam hasil focus group discussion (FGD) bersama para kader kesehatan di ketiga kota tersebut.
Mereka juga diuntungkan dengan terbukanya peluang ekonomi berupa lapangan pekerjaan di PLTU serta peluang membuka usaha bidang jasa seperti kos-kosan serta kuliner.
PLTU Cirebon merupakan pembangkit listrik tenaga batu bara berkapasitas 660 MW. Pembangkit yang terletak di wilayah Kanci di sebelah tenggara Cirebon itu dikembangkan oleh PT Cirebon Electric Power. Unit pertama pabrik diluncurkan pada pertengahan Oktober 2012.
Di lokasi yang sama akan dibangun pula PLTU Unit 2 Cirebon yang saat ini pembangunannya telah mencapai sekitar 60%. PLTU Cirebon menjadi salah satu penyokong utama pasokan listrik PLN untuk distribusi Jawa-Madura-Bali. Selain itu, PLTU juga dikembangkan untuk meningkatkan pasokan listrik jalur transmisi Sumatera-Jawa-Bali.
Warga Astanajapura, Jujuk, mengakui bahwa sejak adanya PLTU Cirebon, geliat ekonomi di wilayah Astanajapura terus menggeliat. Ini bisa dilihat dari kemunculan kos-kosan, bisnis transportsi, warung-warung makan dan fasilitas lain yang mendukung para pekerja PLTU.
"Tidak hanya itu, keberadaan PLTU di sini juga menciptakan peluang kerja, banyak warga sekitar sini yang bekerja di PLTU," katanya
Di Semarang, dampak pembangunan infrastruktur kelistrikan diakui oleh waraga sekitar. Dalam forum group discussion (FGD) yang dilakukan beberapa waktu lalu, sejumlah peserta mengatakan bahwa aktivitas ekonomi masyarakat kian bergeliat setelah hadirnya PLTU. Terlebih setelah pada 2014, Presiden Joko Widodo mencanangkan kawasan Tambak Lorok sebagai kampung bahari. Hal ini memberi angin segar bagi warga setempat akan peluang peningkatan kesejahteraan warga di lingkungan ini secara khusus, dan kota Semarang secara umum.
Dalam pengembangannya, salah satu pembangkit andalan di Jawa Tengah itu menambah kapasitas pembangkit dengan membangun PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap). Penambahan unit PLTGU ini diharapkan dapat membantu wilayah sekitar menjadi lebih bersih dan efisien karena bahan bakar untuk pembangkit tidak lagi menggunakan bahan bakar minyak tetapi digantikan dengan gas.
Di samping itu PLTGU juga dinilai lebih andal karena memiliki karakter yang bisa cepat mengalirkan listrik dibanding PLTU. Sebagai perbandingan, jika PLTU butuh waktu 8-12 jam untuk membangkitkan listriknya, dengan PLTGU hanya butuh waktu dalam hitungan menit.
Unit Bisnis Pembangkitan Semarang sendiri memiliki kapasitas terpasang sebesar 1.469 MW yang terdiri atas tiga jenis pembangkit, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) serta Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU).
"Kawasan Tambak Lorok sekarang sudah jauh lebih tertata. Semoga bisa semakin memberi dampak positif nantinya bagi warga," ujar Rosi, warga yang tinggal tak jauh dari lokasi pembangkit.
Adapun di Pandeglang, keberadaan PLTU Labuan berkapasitas 2x300 MW yang beroperasi sejak 2010 itu bertujuan memanfaatan energi batu bara yang saat ini tersedia cukup banyak di beberapa wilayah di Indonesia. PLTU Labuan berada di Desa Sukamaju. Kehadiran PLTU di wilayah tersebut membawa dampak positif terhadap perekonomian berupa terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat Kecamatan Labuan selama ini mayoritas bekerja sebagai buruh tani dan nelayan.
(atk)