Rupiah Anjlok, Opsi Lockdown untuk IHSG Perlu Dipertimbangkan

Kamis, 19 Maret 2020 - 20:08 WIB
Rupiah Anjlok, Opsi Lockdown untuk IHSG Perlu Dipertimbangkan
Rupiah Anjlok, Opsi Lockdown untuk IHSG Perlu Dipertimbangkan
A A A
JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah hingga mencapai Rp16.000 seiring sejalan dengan tren pelemahan IHSG yang hari ini ditutup melemah 5,2% di level 4.105. Penutupan perdagangan bursa seperti yang dilakukan bursa Filipina dinilai menjadi satu opsi yang harus dipertimbangkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

Head of Research Division BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengakui saat ini sulit untuk mengatakan level pelemahan rupiah ini berbahaya atau tidak. Namun, imbuh dia, harus diaku dengan banyaknya investor asing yang keluar dari pasar saham dan obligasi, maka tekanan ke rupiah akan kencang.

"Namun opsi penutupan bursa dikhawatirkan menambah panik dan mendorong kursnya makin tertekan," ujar Damhuri di Jakarta, Kamis (19/3/2020).

Menurutnya, saat ini yang dibutuhkan adalah model untuk menentukan titik puncak pandemi virus corona ini sehingga bisa diketahui masa penyelesaiannya. Karena tekanan akan terus terjadi dalam kondisi panik karena belum bisa diprediksi lama penyelesaiannya.

"Saat ini sulit diprediksi karena tekanan masih besar dan kepanikan global terus terjadi. Model matematika yang dikembangkan ahli epidemiologi di China tepat. Namun dibarengi kebijakan pemerintahan yang tegas di lapangan sehingga pasien baru bisa berkurang drastis," ujarnya.

Pengamat ekonomi dari Indef Bhima Yudhistira justru mengatakan opsi menutup bursa saham seperti di Filipina sudah harus dilakukan otoritas di Indonesia. Menurutnya sangat jelas penyebab ambruknya rupiah datang dari pasar modal yang masih penuh tekanan akibat kaburnya dana asing.

"Memang radikal tapi ini demi keselamatan bersama. Tutup pasar saham untuk 1-2 minggu ke depan. Filipina misalnya menutup pasar modalnya bukan sekedar 30 menit lalu dibuka lagi. Bahkan Yunani pernah tutup 5 minggu tahun 2015," ujar dia.

Sementara Chief Economist Tanamduit Ferry Latuhihin mengatakan dirinya masih optimistis bursa saham tidak perlu ditutup. Dirinya justru mengkhawatirkan penurunan IHSG akan semakin parah apabila ditutup seperti di Filipina.

"Takut market-nya tambah ambruk. Saya sarankan BEI tidak mengikuti Filipina karena indeks sudah terpangkas sangat dalam. Sekarang bahkan PE ratio IHSG hanya sekitar 9. Kondisinya sangat undervalued," ujar Ferry.

Dia memperkirakan tekanan wabah corona hanya jangka pendek. Diperkirakan di bulan Juni semua negara sudah bisa menyelesaikan isu pandemi tersebut. Meskipun ekonomi global dalam kondisi tertekan di kuartal I dan II tahun ini.
"Tapi saya yakin ini akan bisa recovery di kuartal IV tahun ini. Pemerintah seharusnya bisa intervensi IHSG melalui dana pensiun BUMN atau BPJS karena saat ini menguntungkan harganya murah. Namun sampai saat ini saya belum lihat Dapen yang masuk bursa," ujarnya.

Sementara itu Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan nanti dampak dari masuknya Dapen dan BPJS akan tergantung seberapa besar dana yang diinvestasikan. "Ya tergantung seberapa besar dana yang diinvestasikan mereka ke pasar modal," ujar Laksono.

Lebih lanjut dia juga mengatakan pihaknya belum memiliki pikiran untuk melakukan penutupan bursa seperti di Filipina. Namun dia berharap sebaiknya dalam kondisi berat sekalipun perdagangan bursa saham tetap buka. Manfaatnya demi mengakomodasi permintaan jual dan beli para investor yang tetap ingin memanfaatkan momentum. Kecuali nanti kondisinya sudah dianggap luar biasa."Nanti akan kami diskusikan dengan otoritas terkait. Tapi bisa dicontoh kota-kota yang melakukan lockdown sekalipun bursa saham di sana tetap buka," ujarnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7118 seconds (0.1#10.140)