Rupiah Terpuruk, Pemerintah Diminta Dahulukan Penanganan Corona
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anis Byarwati, menilai pelemahan rupiah kali ini bukan cerminan dari current account, dan juga bukan cerminan dari trade balance. Menurut Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, penyebab menurunnya rupiah kali ini lebih karena tingkat kepercayaan masyarakat dan pelaku pasar yang turun.
"Tidak hanya kepada pemerintah tetapi juga kepada perekonomian Indonesia," katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/3/2020).
Anis menyikapi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang sempat menembus di atas Rp16.000,00 per USD. Anis menegaskan, tekanan terhadap rupiah ini sebagai bentuk ketidakpercayaan pelaku pasar pada pemerintah dalam menangani wabah virus corona (Covid-19).
Sejauh ini, kata dia, pemerintah baru memberikan imbauan dan belum memberikan arahan berupa langkah-langkah tegas yang harus dilakukan masyarakat. Akibatnya, lanjut dia, pelaku pasar berspekulasi sangat negatif terhadap ekonomi Indonesia.
Di sisi lain, kata Anis, tanpa terkena wabah Covid-19 pun, ekonomi Indonesia diperkirakan hanya tumbuh di bawah 5%. Hal itu saat corona baru melanda China. Bahkan pernah ada perkiraan, pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini hanya di kisaran 4,3%-4,8%.
Dengan situasi seperti itu, secara alami investor asing di pasar keuangan Indonesia kabur. "Flight to safety, kabur mencari tempat aman. Begitu asing kabur, pelaku domestik pun ikut-ikutan, sehingga menimbulkan efek spiral," kata Anis.
Maka itu, dia menyarankan sebaiknya Presiden Jokowi memutuskan untuk lebih mengutamakan penanganan Covid-19, dibanding dampak ekonominya. "Indonesia harus ambil prioritas yang benar. Yaitu cegah wabah corona dulu. Ekonomi menyusul kemudian," katanya.
Selain itu, pemerintah juga harus membuktikan kebijakan yang mendorong kepercayaan dari pelaku usaha. "Jangan sampai mereka melihat langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah ini dianggap tidak optimal atau penanganan Covid-19 ini tidak optimal," pungkasnya.
"Tidak hanya kepada pemerintah tetapi juga kepada perekonomian Indonesia," katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/3/2020).
Anis menyikapi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang sempat menembus di atas Rp16.000,00 per USD. Anis menegaskan, tekanan terhadap rupiah ini sebagai bentuk ketidakpercayaan pelaku pasar pada pemerintah dalam menangani wabah virus corona (Covid-19).
Sejauh ini, kata dia, pemerintah baru memberikan imbauan dan belum memberikan arahan berupa langkah-langkah tegas yang harus dilakukan masyarakat. Akibatnya, lanjut dia, pelaku pasar berspekulasi sangat negatif terhadap ekonomi Indonesia.
Di sisi lain, kata Anis, tanpa terkena wabah Covid-19 pun, ekonomi Indonesia diperkirakan hanya tumbuh di bawah 5%. Hal itu saat corona baru melanda China. Bahkan pernah ada perkiraan, pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini hanya di kisaran 4,3%-4,8%.
Dengan situasi seperti itu, secara alami investor asing di pasar keuangan Indonesia kabur. "Flight to safety, kabur mencari tempat aman. Begitu asing kabur, pelaku domestik pun ikut-ikutan, sehingga menimbulkan efek spiral," kata Anis.
Maka itu, dia menyarankan sebaiknya Presiden Jokowi memutuskan untuk lebih mengutamakan penanganan Covid-19, dibanding dampak ekonominya. "Indonesia harus ambil prioritas yang benar. Yaitu cegah wabah corona dulu. Ekonomi menyusul kemudian," katanya.
Selain itu, pemerintah juga harus membuktikan kebijakan yang mendorong kepercayaan dari pelaku usaha. "Jangan sampai mereka melihat langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah ini dianggap tidak optimal atau penanganan Covid-19 ini tidak optimal," pungkasnya.
(ven)