Bekerja di Rumah Bukan Halangan untuk Tetap Produktif
A
A
A
JAKARTA - Hingga saat ini pemerintah masih konsisten mengajak masyarakat untuk membatasi aktivitas di luar rumah sebagai langkah memutus penularan mata rantai virus corona atau Covid-19.
Work from home (WFH) dan menjaga jarak sosial (social distancing) satu di antara langkah yang dinilai efektif untuk mengurangi jumlah penyebaran corona yang terus meningkat setiap harinya. Banyak perusahaan telah melakukan langkah WFH sebagai antisipasi penyebaran virus Covid-19 . Seperti Unilever, Coca-cola Indonesia, Danone Indonesia, PWC Indonesia, BMW Indonesia dan perusahaan-perusahaan lainnya.
Kebijakan WFH sesuai dengan Surat Edaran Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Provinsi DKI Jakarta Nomor 14/SE/2020 tentang Imbauan Bekerja di Rumah. Hal ini sebagai tindak lanjut dari Instruksi Gubernur Nomor 16 Tahun 2020 mengenai peningkatan kewaspadaan terhadap risiko penularan infeksi Covid-19.
Social distancing dan peraturan pemerintah untuk bekerja dan belajar dari rumah tidak sekadar sebagai jalan untuk memutus penyebaran Covid-19. Di balik kebijakan tersebut, tentu memiliki dampak psikologi tersendiri.
Menurut psikolog Elizabeth Santosa, social distancing tentunya memiliki pengaruh yang sangat banyak, tidak hanya pada orang dewasa, anak-anak pun akan mengalaminya. Contohnya saat diberlakukan kegiatan belajar dari rumah dan bekerja dari rumah. Tentunya rasa kecemasan itu akan ada dan ini juga akan dirasakan oleh anak-anak.
“Orang tua tentu merasa cemas dengan keadaan yang tidak stabil seperti harus mempersiapkan segala sesuatu dari rumah, bekerja dan membantu anak belajar. Tentunya membuat emosi tidak stabil dan hal itu akan menimbulkan rasa cemas dalam diri anak,” ungkap Elizabeth di Jakarta, kemarin.
Lalu, bagaimana cara menyikapi agar tetap santai dalam melakukan kewajiban tersebut? Elizabeth mengatakan, hal pertama yang dilakukan adalah orang tua tetap memiliki mindset atau pola pikir tetap bekerja dari rumah seperti biasa. Mengimplementasikan pola pikir tersebut dalam tindakan yang menunjang seperti kegiatan sebelum berangkat kerja.
“Jadi, kalau memang bekerja di rumah, tetap mindset-nya seperti bekerja di kantor. Bangun pagi, mandi, siapkan sarapan. Pokoknya melakukan kegiatan seperti biasanya,” jelasnya. (Baca: BEI Terapkan Kebijakan Split Operation dan Work From Home)
Secara emosional setiap individu mungkin memiliki respons yang berbeda terhadap pembatasan social distancing. “Bila hal ini dilakukan secara berkepanjangan, pastinya akan ada dampaknya seperti kesepian, kebosanan, frustrasi, atau ketakutan,” tegas Elizabeth.
Namun, untuk bisa mengatasi hal tersebut, Elizabeth menyarankan mencari kegiatan yang disukai selama berada di rumah. “Kita bisa mengalihkan kegiatan lain seperti memasak, membaca buku, melukis, atau menonton serial yang mungkin selama ini dilewatkan juga bisa menghilangkan kecemasan,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan psikolog Novita Tandry. Dia mengatakan, demi menghilangkan rasa cemas berlebihan, bisa menyeimbangkan waktu dengan menggunakan kegiatan lain yang bermanfaat dan positif. ”Diri sendiri memiliki waktu luang agar tidak banyak terpapar terhadap pemberitaan yang kini sedang beredar,” cetusnya.
Selama melakukan WFH, seseorang bisa menghibur dirinya, mulai dari mendengarkan podcast atau menonton video komedi. “Dengan mencari alternatif kegiatan yang menyenangkan untuk dikerjakan, maka pikiran kita tidak akan terobsesi hanya pada pemberitaan mengenai penyebaran Covid-19,” jelas Founder Nurture Teach Observe (NTO) itu.
WFH juga bisa dijadikan ajang untuk berolahraga lebih rutin. Olahraga juga bisa dijadikan sebagai satu di antara solusi sehat dalam menghilangkan kecemasan. Selain itu, olahraga juga bisa sebagai langkah pencegahan terhadap penyebaran virus. “Jangan lupa untuk tetap melakukan olahraga dan meditasi. Badan yang rileks serta segar akan membantu pikiran menjadi lebih tenang,” ungkapnya.
Aprilina Prastari, seorang remote working dan penulis buku Jangan Asal Resign untuk Ibu Bekerja, mengungkapkan, seseorang atau tim yang ingin bekerja dari rumah perlu menyiapkan diri menghadapi beberapa tantangan. Karena itu, seseorang harus mampu beradaptasi saat bekerja di rumah. “Ingat bahwa di rumah bukan berarti libur. Artinya, kita pun harus menyiapkan waktu kerja seperti bekerja di kantor,” tuturnya. (Baca juga: Ekonomi Bisa MElorot ke 0% Jika Wabah Corona Berkepanjangan)
Bagi seorang pimpinan organisasi, kata dia, ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar tim dapat bekerja dari rumah dengan baik. Ada beberapa platform yang bisa digunakan untuk bekerja jarak jauh. Namun, yang paling penting adalah membangun kesadaran tim bahwa bekerja dari rumah sama saja dengan bekerja di kantor. Bedanya hanya tempatnya.
Pakar virologi Indro Cahyono mengatakan, social distancing dan bekerja dari rumah untuk saat ini merupakan langkah yang paling baik, melihat semakin mudahnya virus korona ini menyebar. “Yang dilakukan pemerintah saat ini sudah benar, membatasi diri di wilayah yang virusnya sudah mulai tersebar bebas itu salah satu pencegahan yang terbaik karena mampu mengurangi paparan virus ke manusia yang masih belum terkena agar tidak tertular dan mampu menaikkan antibodi. Serta, memberikan waktu penyembuhan untuk yang sudah terkena dengan membatasi diri di dalam rumah,” tegas Indro.
Jika saja peraturan ini dijalankan dengan baik oleh masyarakat, maka orang-orang yang belum terpapar virus ini pun akan terjaga. Sementara yang telah terkena tidak akan menularkan kepada orang lain. “Sebaiknya untuk saat ini melakukan aktivitas dari rumah saja, tidak berkumpul di tempat umum. Hal ini untuk mengantisipasi sebaran droplet orang lain yang berpotensi terinfeksi,” jelasnya.
Indro menambahkan, harus ada peraturan yang jelas dari pemerintah daerah setempat untuk memberi informasi tentang batasan social distancing ini. Seperti dalam ruang tertutup hanya boleh beberapa orang, di ruang terbuka juga. Informasi ini tidak boleh lupa untuk disosialisasikan.
Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengatakan, terkait dengan kebijakan belajar dari rumah, pembelajaran yang diterapkan haruslah menyenangkan dan bukan dengan memberikan tugas-tugas yang justru membebani anak. “Pembelajaran yang bermakna itu adalah justru membuat siswa senang, bahagia, apa pun keadaannya, baik kondisi normal maupun khusus seperti ini,” katanya.
Kepala Dinas Kerja Provinsi DKI Jakarta Andri Yansah mengatakan, sampai saat ini sudah ada 220 perusahaan yang melapor ke dinas tenaga kerja untuk menginstruksikan karyawannya bekerja dari rumah. “Dari awal Pak Gubernur sudah mengimbau tujuan dari WFH ini untuk mencegah kemungkinan terburuk penularan virus Covid-19 kian meluas,” jelasnya kepada KORAN SINDO kemarin.
Para pelaku usaha juga diminta menyiapkan protokol kerja jarak jauh. “Kepada semua para pelaku usaha harus mempersiapkan diri untuk bisa menjalankan hal tersebut karena Jakarta sudah masuk dalam tahap tanggap darurat Covid-19,” tambahnya.
Meski bekerja dari jarak jauh, diharapkan para pekerja bisa terus berkontribusi secara produktif meski melakukan aktivitas bekerja di rumah. “Targetnya, walau melakukan aktivitas dari jarak jauh, Jakarta yang merupakan pusat ekonomi tetap bisa produktif. Dan, kegiatan social distancing serta WFH ini bisa menjaga potensi penularan yang semakin tinggi,” ungkapnya.
Melihat pemerintah yang telah mengambil langkah sigap dengan membatasi pergerakan di luar rumah. Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengungkapkan, dirinya setuju apabila pemerintah memberlakukan bekerja dari rumah sebagai jalan membatasi penyebaran virus ini. Meski demikian, efektivitas dari kebijakan WFH juga sangat bergantung pada kesadaran masyarakat yang memang peduli akan kesehatan.
“Ini bisa dikatakan sebagai salah satu bencana besar dan serius, tetapi menurut pengamatan saya belum semua masyarakat mengerti dan menjalankan social distancing. Terutama pada masyarakat kelas menengah ke bawah,” ucapnya.
Agus menambahkan, sampai saat ini masih ada pekerja nonformal yang belum tergerak mengikuti kebijakan pemerintah untuk melakukan WFH. Jumlahnya sekitar 57% dari seluruh pekerja yang tercatat.
Hal senada juga ditegaskan oleh anggota DPR Komisi IX yang menaungi bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan Saleh Daulay. Dia mengaku adanya kebijakan untuk bekerja dan belajar dari rumah dinilai sudah sangat tepat karena hal ini juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Pembatasan sosial berskala besar sudah semestinya dilakukan karena melihat jumlah wilayah Indonesia yang terpapar Covid-19 sudah sangat luas,” jelasnya.
Virus corona sudah menjadi pandemi global bagi beberapa negara. Berdasarkan data WHO, sudah 165 negara yang merasakan keresahan akibat virus ini. ”Gotong-royong untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini bukan hanya tugas pemerintah dan jajarannya, tetapi juga masyarakat harus ikut membantu mendukung setiap kebijakan pemerintah,” ungkapnya.
Politikus Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut juga menekankan, generasi milenial juga harus menerapkan peraturan social distancing dan WFH. Virus korona ini bersifat tidak menunjukkan gejala pasti di awal sehingga pada sebagian besar milenial justru berbahaya karena tidak terdeteksi. Dengan begitu, kaum milenial diharapkan lebih sadar dan waspada bahwa dirinya juga berpotensi sebagai pembawa virus. Dalam hal ini WFH atau bekerja dari rumah bisa memutus laju penularan virus. Langkah ini bisa mengurangi jumlah orang yang terdampak lebih sedikit, dan meminimalisasi lonjakan pasien yang tidak terkendali.
Apakah dengan ada kebijakan bekerja dari rumah mampu mengurangi polusi udara di Jakarta? Pengamat energi Marwan Batu Bara mengungkapkan belum dapat memastikan hal tersebut. Menurutnya, efek tersebut baru terlihat dalam waktu seminggu. “Kebijakan WFH itu kan baru diberlakukan beberapa hari ini. Kita belum dapat memastikan apakah polusi akan semakin bertambah karena semakin banyak masyarakat yang lebih aman untuk membawa kendaraannya sendiri. Atau, malah akan semakin berkurang,” terangnya.
Marwan menambahkan, bila ingin melihat dengan pasti, baru bisa sampai seminggu ke depan. Nanti akan kelihatan fluktuasi PM10-nya (pengukuran parameter kualitas udara) setelah kebijakan WFH. Marwan kembali menegaskan, di Indonesia belum tampak tren penurunan polusi sejak imbauan kerja dari rumah dikeluarkan. Angka polusi masih fluktuatif dan ada pengaruh eksternal lain yaitu cuaca. (Aprilia S Andyna/Ananda Nararya/Anton C)
Work from home (WFH) dan menjaga jarak sosial (social distancing) satu di antara langkah yang dinilai efektif untuk mengurangi jumlah penyebaran corona yang terus meningkat setiap harinya. Banyak perusahaan telah melakukan langkah WFH sebagai antisipasi penyebaran virus Covid-19 . Seperti Unilever, Coca-cola Indonesia, Danone Indonesia, PWC Indonesia, BMW Indonesia dan perusahaan-perusahaan lainnya.
Kebijakan WFH sesuai dengan Surat Edaran Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Provinsi DKI Jakarta Nomor 14/SE/2020 tentang Imbauan Bekerja di Rumah. Hal ini sebagai tindak lanjut dari Instruksi Gubernur Nomor 16 Tahun 2020 mengenai peningkatan kewaspadaan terhadap risiko penularan infeksi Covid-19.
Social distancing dan peraturan pemerintah untuk bekerja dan belajar dari rumah tidak sekadar sebagai jalan untuk memutus penyebaran Covid-19. Di balik kebijakan tersebut, tentu memiliki dampak psikologi tersendiri.
Menurut psikolog Elizabeth Santosa, social distancing tentunya memiliki pengaruh yang sangat banyak, tidak hanya pada orang dewasa, anak-anak pun akan mengalaminya. Contohnya saat diberlakukan kegiatan belajar dari rumah dan bekerja dari rumah. Tentunya rasa kecemasan itu akan ada dan ini juga akan dirasakan oleh anak-anak.
“Orang tua tentu merasa cemas dengan keadaan yang tidak stabil seperti harus mempersiapkan segala sesuatu dari rumah, bekerja dan membantu anak belajar. Tentunya membuat emosi tidak stabil dan hal itu akan menimbulkan rasa cemas dalam diri anak,” ungkap Elizabeth di Jakarta, kemarin.
Lalu, bagaimana cara menyikapi agar tetap santai dalam melakukan kewajiban tersebut? Elizabeth mengatakan, hal pertama yang dilakukan adalah orang tua tetap memiliki mindset atau pola pikir tetap bekerja dari rumah seperti biasa. Mengimplementasikan pola pikir tersebut dalam tindakan yang menunjang seperti kegiatan sebelum berangkat kerja.
“Jadi, kalau memang bekerja di rumah, tetap mindset-nya seperti bekerja di kantor. Bangun pagi, mandi, siapkan sarapan. Pokoknya melakukan kegiatan seperti biasanya,” jelasnya. (Baca: BEI Terapkan Kebijakan Split Operation dan Work From Home)
Secara emosional setiap individu mungkin memiliki respons yang berbeda terhadap pembatasan social distancing. “Bila hal ini dilakukan secara berkepanjangan, pastinya akan ada dampaknya seperti kesepian, kebosanan, frustrasi, atau ketakutan,” tegas Elizabeth.
Namun, untuk bisa mengatasi hal tersebut, Elizabeth menyarankan mencari kegiatan yang disukai selama berada di rumah. “Kita bisa mengalihkan kegiatan lain seperti memasak, membaca buku, melukis, atau menonton serial yang mungkin selama ini dilewatkan juga bisa menghilangkan kecemasan,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan psikolog Novita Tandry. Dia mengatakan, demi menghilangkan rasa cemas berlebihan, bisa menyeimbangkan waktu dengan menggunakan kegiatan lain yang bermanfaat dan positif. ”Diri sendiri memiliki waktu luang agar tidak banyak terpapar terhadap pemberitaan yang kini sedang beredar,” cetusnya.
Selama melakukan WFH, seseorang bisa menghibur dirinya, mulai dari mendengarkan podcast atau menonton video komedi. “Dengan mencari alternatif kegiatan yang menyenangkan untuk dikerjakan, maka pikiran kita tidak akan terobsesi hanya pada pemberitaan mengenai penyebaran Covid-19,” jelas Founder Nurture Teach Observe (NTO) itu.
WFH juga bisa dijadikan ajang untuk berolahraga lebih rutin. Olahraga juga bisa dijadikan sebagai satu di antara solusi sehat dalam menghilangkan kecemasan. Selain itu, olahraga juga bisa sebagai langkah pencegahan terhadap penyebaran virus. “Jangan lupa untuk tetap melakukan olahraga dan meditasi. Badan yang rileks serta segar akan membantu pikiran menjadi lebih tenang,” ungkapnya.
Aprilina Prastari, seorang remote working dan penulis buku Jangan Asal Resign untuk Ibu Bekerja, mengungkapkan, seseorang atau tim yang ingin bekerja dari rumah perlu menyiapkan diri menghadapi beberapa tantangan. Karena itu, seseorang harus mampu beradaptasi saat bekerja di rumah. “Ingat bahwa di rumah bukan berarti libur. Artinya, kita pun harus menyiapkan waktu kerja seperti bekerja di kantor,” tuturnya. (Baca juga: Ekonomi Bisa MElorot ke 0% Jika Wabah Corona Berkepanjangan)
Bagi seorang pimpinan organisasi, kata dia, ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar tim dapat bekerja dari rumah dengan baik. Ada beberapa platform yang bisa digunakan untuk bekerja jarak jauh. Namun, yang paling penting adalah membangun kesadaran tim bahwa bekerja dari rumah sama saja dengan bekerja di kantor. Bedanya hanya tempatnya.
Pakar virologi Indro Cahyono mengatakan, social distancing dan bekerja dari rumah untuk saat ini merupakan langkah yang paling baik, melihat semakin mudahnya virus korona ini menyebar. “Yang dilakukan pemerintah saat ini sudah benar, membatasi diri di wilayah yang virusnya sudah mulai tersebar bebas itu salah satu pencegahan yang terbaik karena mampu mengurangi paparan virus ke manusia yang masih belum terkena agar tidak tertular dan mampu menaikkan antibodi. Serta, memberikan waktu penyembuhan untuk yang sudah terkena dengan membatasi diri di dalam rumah,” tegas Indro.
Jika saja peraturan ini dijalankan dengan baik oleh masyarakat, maka orang-orang yang belum terpapar virus ini pun akan terjaga. Sementara yang telah terkena tidak akan menularkan kepada orang lain. “Sebaiknya untuk saat ini melakukan aktivitas dari rumah saja, tidak berkumpul di tempat umum. Hal ini untuk mengantisipasi sebaran droplet orang lain yang berpotensi terinfeksi,” jelasnya.
Indro menambahkan, harus ada peraturan yang jelas dari pemerintah daerah setempat untuk memberi informasi tentang batasan social distancing ini. Seperti dalam ruang tertutup hanya boleh beberapa orang, di ruang terbuka juga. Informasi ini tidak boleh lupa untuk disosialisasikan.
Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengatakan, terkait dengan kebijakan belajar dari rumah, pembelajaran yang diterapkan haruslah menyenangkan dan bukan dengan memberikan tugas-tugas yang justru membebani anak. “Pembelajaran yang bermakna itu adalah justru membuat siswa senang, bahagia, apa pun keadaannya, baik kondisi normal maupun khusus seperti ini,” katanya.
Kepala Dinas Kerja Provinsi DKI Jakarta Andri Yansah mengatakan, sampai saat ini sudah ada 220 perusahaan yang melapor ke dinas tenaga kerja untuk menginstruksikan karyawannya bekerja dari rumah. “Dari awal Pak Gubernur sudah mengimbau tujuan dari WFH ini untuk mencegah kemungkinan terburuk penularan virus Covid-19 kian meluas,” jelasnya kepada KORAN SINDO kemarin.
Para pelaku usaha juga diminta menyiapkan protokol kerja jarak jauh. “Kepada semua para pelaku usaha harus mempersiapkan diri untuk bisa menjalankan hal tersebut karena Jakarta sudah masuk dalam tahap tanggap darurat Covid-19,” tambahnya.
Meski bekerja dari jarak jauh, diharapkan para pekerja bisa terus berkontribusi secara produktif meski melakukan aktivitas bekerja di rumah. “Targetnya, walau melakukan aktivitas dari jarak jauh, Jakarta yang merupakan pusat ekonomi tetap bisa produktif. Dan, kegiatan social distancing serta WFH ini bisa menjaga potensi penularan yang semakin tinggi,” ungkapnya.
Melihat pemerintah yang telah mengambil langkah sigap dengan membatasi pergerakan di luar rumah. Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengungkapkan, dirinya setuju apabila pemerintah memberlakukan bekerja dari rumah sebagai jalan membatasi penyebaran virus ini. Meski demikian, efektivitas dari kebijakan WFH juga sangat bergantung pada kesadaran masyarakat yang memang peduli akan kesehatan.
“Ini bisa dikatakan sebagai salah satu bencana besar dan serius, tetapi menurut pengamatan saya belum semua masyarakat mengerti dan menjalankan social distancing. Terutama pada masyarakat kelas menengah ke bawah,” ucapnya.
Agus menambahkan, sampai saat ini masih ada pekerja nonformal yang belum tergerak mengikuti kebijakan pemerintah untuk melakukan WFH. Jumlahnya sekitar 57% dari seluruh pekerja yang tercatat.
Hal senada juga ditegaskan oleh anggota DPR Komisi IX yang menaungi bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan Saleh Daulay. Dia mengaku adanya kebijakan untuk bekerja dan belajar dari rumah dinilai sudah sangat tepat karena hal ini juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Pembatasan sosial berskala besar sudah semestinya dilakukan karena melihat jumlah wilayah Indonesia yang terpapar Covid-19 sudah sangat luas,” jelasnya.
Virus corona sudah menjadi pandemi global bagi beberapa negara. Berdasarkan data WHO, sudah 165 negara yang merasakan keresahan akibat virus ini. ”Gotong-royong untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini bukan hanya tugas pemerintah dan jajarannya, tetapi juga masyarakat harus ikut membantu mendukung setiap kebijakan pemerintah,” ungkapnya.
Politikus Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut juga menekankan, generasi milenial juga harus menerapkan peraturan social distancing dan WFH. Virus korona ini bersifat tidak menunjukkan gejala pasti di awal sehingga pada sebagian besar milenial justru berbahaya karena tidak terdeteksi. Dengan begitu, kaum milenial diharapkan lebih sadar dan waspada bahwa dirinya juga berpotensi sebagai pembawa virus. Dalam hal ini WFH atau bekerja dari rumah bisa memutus laju penularan virus. Langkah ini bisa mengurangi jumlah orang yang terdampak lebih sedikit, dan meminimalisasi lonjakan pasien yang tidak terkendali.
Apakah dengan ada kebijakan bekerja dari rumah mampu mengurangi polusi udara di Jakarta? Pengamat energi Marwan Batu Bara mengungkapkan belum dapat memastikan hal tersebut. Menurutnya, efek tersebut baru terlihat dalam waktu seminggu. “Kebijakan WFH itu kan baru diberlakukan beberapa hari ini. Kita belum dapat memastikan apakah polusi akan semakin bertambah karena semakin banyak masyarakat yang lebih aman untuk membawa kendaraannya sendiri. Atau, malah akan semakin berkurang,” terangnya.
Marwan menambahkan, bila ingin melihat dengan pasti, baru bisa sampai seminggu ke depan. Nanti akan kelihatan fluktuasi PM10-nya (pengukuran parameter kualitas udara) setelah kebijakan WFH. Marwan kembali menegaskan, di Indonesia belum tampak tren penurunan polusi sejak imbauan kerja dari rumah dikeluarkan. Angka polusi masih fluktuatif dan ada pengaruh eksternal lain yaitu cuaca. (Aprilia S Andyna/Ananda Nararya/Anton C)
(ysw)