Hindari Krisis, Pemerintah Perlu Siapkan Kebijakan Nonkonvensional

Senin, 23 Maret 2020 - 09:52 WIB
Hindari Krisis, Pemerintah...
Hindari Krisis, Pemerintah Perlu Siapkan Kebijakan Nonkonvensional
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta menyiapkan kebijakan fiskal non-konvensional dari untuk menekan risiko krisis ekonomi akibat dampak wabah virus corona (Covid-19). Penyertaan modal ke perbankan hingga kompensasi berupa hibah langsung atau transfer fiskal ke perusahaan-perusahaan dinilai perlu dipikirkan.

Chief Economist Tanamduit Ferry Latuhihin menyarankan pemerintah memperhatikan daya tahan perbankan. Diharapkan pemerintah dapat menerbitkan obligasi dengan tenor satu tahun yang kemudian disuntikkan ke perbankan yang masuk dalam sisi aset sebagai setara kas dan pada sisi liabilitas muncul penyertaan modal pemerintah sementara.

"Financial engineering ini sangat bisa dilakukan. Tujuannya adalah untuk menjaga perbankan agar tetap solid dan tidak menimbulkan kepanikan masyarakat. Karena ada risiko pada sistem perbankan dan pemerintah harus mengeluarkan bail-out yang nilainya tidak dapat diramalkan," ujar Ferry Latuhihin di Jakarta, Senin (23/3/2020).

Dampak wabah corona juga telah mengganggu arus kas perusahaan-perusahaan. Korporasi harus menghadapi produksi dan penjualan yang menyusut akibat supply shock. Di sisi lain juga terjadi demand shock karena adanya pembatasan atau larangan bepergian.

"Idealnya kompensasi berupa hibah langsung atau transfer fiskal. Namun bagi perusahaan-perusahaan besar bisa berupa penundaan pembayaran pokok utang dan cicilan di bank," ujar Ferry.

Menurutnya ini juga yang akan dilakukan oleh pemerintah AS dan Eropa. Penurunan suku bunga saja tidak akan mampu mencegah risiko terjadinya resesi. Pasalnya adalah faktor produksi yang terganggu. Berapapun kecilnya suku bunga masih tidak akan membuat kredit mengucur. Perbankan tetap takut akan terjadi default. Berikutnya yang akan terjadi ialah credit-crunch atau bank akan sangat selektif.

"Maka satu-satunya opsi ialah kebijakan fiskal non-konvensional seperti yang terjadi di tahun 2008 ketika menghadapi krisis subprime mortgage di AS yang menyebar ke seluruh dunia," tambahnya.

Di bagian lain, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan juga mengingatkan investor untuk tidak panik. Gejolak dan volatilitas saat ini diakibatkan oleh peristiwa yang sering disebut black swan event atau peristiwa tidak terduga, sangat jarang terjadi dan dampaknya ekstrem.

"Wajar bagi investor untuk merasa panik namun jangan mengambil keputusan yang tidak rasional di masa-masa ini. Belajar dari pengalaman yang lalu, volatilitas dan koreksi ekstrem biasanya selalu diikuti dengan kenaikan bahkan kenaikan tajam setelahnya," ujar Katarina.

Menurutnya kepanikan akan berlalu setelah lebih stabilnya jumlah kasus baru Covid-19. Saat itu baru investor dapat lebih tenang menganalisa dampak riil terhadap perekonomian, laba korporasi, serta pasar finansial.

"Disayangkan kalau menjual saham saat ini, karena kondisinya harga turun 31%. Sementara penurunan laba korporasi tidak akan turun setajam 31%, bahkan mungkin tidak turun sejauh 10%," imbaunya.

Lebih lanjut dia mengingatkan saat ini investor dapat mengkaji ulang posisi portofolionya. "Ingat tujuan investasi dan kaji posisi portofolio. Lakukan rebalancing jika perlu. Sesuaikan selalu dengan tujuan investasi serta profil risiko yang dimiliki. Jangan lupa untuk mengambil peluang yang ada," tandasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1396 seconds (0.1#10.140)