Peternak Ayam Terancam Gulung Tikar di Tengah Pandemi Corona

Kamis, 02 April 2020 - 22:49 WIB
Peternak Ayam Terancam Gulung Tikar di Tengah Pandemi Corona
Peternak Ayam Terancam Gulung Tikar di Tengah Pandemi Corona
A A A
JAKARTA - Harga ayam yang terus menurun sejak pertengahan tahun lalu, kini peternak harus dihadapkan pada menyusutnya permintaan. Hal ini imbas dari aktivitas warga yang semakin berkurang dengan diberlakukan pembatasan sosial skala besar di tengah pandemi corona.

Kadma Wijaya salah satu peternak ayam mengatakan, harga ayam hidup ditingkat peternak Rp11.000/kilogram, jauh di bawah biaya pokok produksi yang berkisar Rp18.000. Sejak diberlakukan pembatasan sosial skala besar pada pertengahan Maret lalu, permintaan ayam telah menurun hingga 50 persen.

"Kita susah mengeluarkan ayam, karena permintaan turun. Pasar sudah banyak yang tutup, warung-warung makan banyak yang tidak buka,karena masyarakat ke mana-mana sudah tidak boleh," kata Kadma.

Ditambah terang dia, perusahaan besar juga mengandalkan pasar becek untuk menjual ayamnya. "Akibatnya kami peternak kecil semakin turun. Penurunan sudah di atas 50 persen, sejak mulai pembatasan sosial," sambungnya.

Padahal, pembatasan itu baru dimulai sejak 2 minggu lalu dansudah memukul bisnis peternak rakyat skala UMKM yang justru mendominasi peternak ayamdi Indonesia. Ketua Umum Perhimpunan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR) Singgih Januratmoko mengatakan, peternak ayam setingkat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mencapai 10 ribu-20 ribu pengusaha di seluruh Indonesia atau 80 persen dari seluruh peternak ayam.

Hanya 20 persen peternak milik perusahaan besar. Kondisi saat ini justru peternak rakyat lah yang paling terpukul menghadapi pandemi Covid 19. "Kami, peternak ayam skala UMKM ini terancam gulung tikar bila Pemerintah tidak melakukan apa-apa dalam kondisi pandemi corona seperti ini," kata Singgih.

Padahal peternak skala UMKM ini menyerap sekitar 12 juta tenaga kerja. Kadma menjelaskan, dari sisi harga jual saja, kerugian yang sudah harus ditanggung peternak bisa mencapai Rp 7.000 per kilogram.

Bila biaya produksi mencapai Rp 18.000 sementara harga jual hanya Rp 11.000 per kilogram ayam. Rata-rata, satu ekor ayam bisa 1,5 kilogram, satu ekor ayam bisa mengalami kerugian sekitar Rp 10.000 per ekor.

"Ini baru dua minggu. Belum sebulan. Sebulan akan rugi berapa? karena kondisi seperti ini bisa stuck. Belum ada pencerahan. Di beberapa kabupaten menerapkan karantina parsial itu pengaruh orang jadi nggak bisa kemana-mana,"keluhnya.

Kondisi suram bagi para peternak itu baru akan ada secercah harapan bila Pemerintah turun tangan membantu para peternak ayam. Caranya dengan mengembalikan harga di tingkat peternak menjadi minimal Rp 18.000 sebagai harga acuan.

Setidaknya bilaharga jual di peternak mencapai Rp18.000 bisa membuat peternak tidak merugi. Selain itu selama pandemi corona dimana masyarakatjuga mengalami penurunan daya beli, Pemerintah bisa membeli ayam dari peternak kecil untuk dijadikan pasar murah, menyediakan pangan hewani kepada masyarkat kecil yang terkena dampak pandemi corona.

"Kami tidak aneh-aneh permintaannya. Beli ayam-ayam kami saja sudah membuat kami senang dengan harga acuan sesuai biaya produksi. Kalau diberi pinjaman lunak, kalau ayamnya tidak ada yang membeli juga percuma," kata Kadma yang punya peternakan di Bogor dan Sukabumi ini.

Hampir sama dikemukakan Singgih. Ia mengusulkan bantuan Pemerintah selamadarurat Pandemi Covid 19, dialokasikan juga untuk peternak rakyat. Caranya dengan membeli ayam yang ada di peternak kecil. "Pemerintah buat pasar murah bentuknya tidak hanya beras, uang tunai tapi juga dalam bentuk daging ayam," kata Singgih.

Secara umum,Singgih berharap Pemerintah segera menyelamatkan para peternak ayam dengan membereskan dari hulu hingga hilir. Bila hilir dengan membeli ayam untuk dijadikan pasar murah atau pemberian daging ayam kepada masyarakat, dan Rumah Sakit, Pemerintah juga harus membereskan ‘hulu’ dari sektor perunggasan ini.

Singgih mengatakan, untuk menurunkan populasi ayam dan menstabilkan harga, Pemerintah harus menekan produksi ayam berusia sehari (day old chicken/DOC) hingga 50 persen. Bila DOC masih banyak, peternak juga enggan membesarkan karena biaya produksi yang tidak sebanding dengan harga jual disaat permintaan juga menurun akibat pandemi Covid 19.

"Hulu dengan cara menurunkan DOC sampai 50 persen, lalu hilirnya Pemerintah membuat pasar murah darurat dengan membeli ayam rakyat, jangan dari perusahaan. Perusahaan itu modalnya kuat bisa bertahan lebih lama dalam menghadapi kondisi saat ini," ujar Singgih.

Meski begitu Ia tetap optimis bila pemerintah bisa melakukan dari hulu ke hilir, peternak rakyat bisa bertahan selama pandemi ini. Sebaliknya, bila Pemerintah membiarkan peternak ayam berusaha sendiri menghadapi pandemi Covid 19 ini, para peternak akan berguguran dalam satu bulan ini.

Sementara iyu tenaga kerja di sektor ini mencapai 12 juta tenaga kerja yang terancam putus hubungan kerja bila peternakan gulung tikar.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4248 seconds (0.1#10.140)