Pendapatan Negara Tergerus, Subsidi Harga Gas Industri Tertentu Harus Ditunda
A
A
A
JAKARTA - Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif untuk tetap menjalankan kebijakan harga gas industri USD6 per MMBTU di plant gate masih menuai kontroversi. Apalagi kebijakan yang mulai berlaku 1 April 2020 ini dilakukan disaat perekonomian Indonesia terancam kolaps akibat pandemi virus corona atau Covid-19.
Kholid Syeirazi pengamat energi Center For Energy Policy menilai, penetapan harga gas industri tertentu itu membuat penerimaan negara sudah pasti akan tergerus. Karena seperti disampaikan oleh menteri ESDM usai rapat terbatas dengan Presiden pada 18 Maret lalu, insentif harga gas industri tertentu itu akan diambil dari hak pemerintah di hulu migas.
Dengan situasi ekonomi yang tidak pasti, dan kemungkinan pertumbuhan ekonomi bisa dibawah 0%, sumber pendapatan pemerintah tentu akan semakin terbatas. Kholid bilang apabila kemudian pendapatan pemerintah dari hulu migas juga dipakai untuk memberikan subsidi kepada sektor industri tertentu, maka kantong pemerintah juga akan makin menipis.
"Padahal industri tertentu penerima subsidi harga gas itu belum jelas kontribusi ekonominya, baik dari sisi pajak maupun dari pembukaan lapangan kerja. Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi ulang pelaksanaan harga gas subsidi untuk industri tertentu ini," tegas Kholid di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Kholid juga meminta pemerintah untuk transparan terkait industri penerima subsidi harga gas sesuai Perpres No 40 tahun 2016. Kementerian Perindustrian sebagai pihak yang terkait langsung dengan penetapan industri tertentu penerima subsidi, harus secara terbuka mengumumkannya ke publik.
"Perusahaan mana saja yang mendapatkan subsidi negara harus dirilis. Jangan sampai subsidi diberikan kepada perusahaan yang tidak jelas rekam jejaknya. Setiap uang negara yang dikeluarkan pemerintah harus jelas pertanggungjawabannya," kata Kholid.
Akibat Covid-19, Indonesia bersiap dengan ekonomi yang memburuk. Awal pekan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan perubahan outlook dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 akibat pandemi Covid-19 kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
"Outlook hari ini pertumbuhan ekonomi 2,3%, maka pendapatan hanya mencapai Rp1.760,9 triliun turun 10%. Sementara belanja akan melebihi APBN 2020 dari Rp2.540 triliun, menjadi outlook Rp2.613 triliun," kata Sri Mulyani dalam video conference, Jakarta, Senin (6/4).
Sebelumnya, anggota Komisi VII DPR, Falah Amru, meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan Perpres 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Ia juga menegaskan agar setiap keputusan yang diambil pemerintah memiliki dampak ekonomi terukur. Apalagi kondisi ekonomi Indonesia sedang terancam seperti yang kini terjadi.
"Implementasi Perpres 40/2016 sangat tergantung kepada seberapa besar keuangan negara atau APBN dapat dikurangi penerimaan bagiannya dari hulu," kata Falah Amru.Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif untuk tetap menjalankan kebijakan harga gas industri USD6 per MMBTU di plant gate masih menuai kontroversi. Apalagi kebijakan yang mulai berlaku 1 April 2020 ini dilakukan disaat perekonomian Indonesia terancam kolaps akibat pandemi virus corona atau Covid-19.
Kholid Syeirazi pengamat energi Center For Energy Policy menilai, penetapan harga gas industri tertentu itu membuat penerimaan negara sudah pasti akan tergerus. Karena seperti disampaikan oleh menteri ESDM usai rapat terbatas dengan Presiden pada 18 Maret lalu, insentif harga gas industri tertentu itu akan diambil dari hak pemerintah di hulu migas.
Dengan situasi ekonomi yang tidak pasti, dan kemungkinan pertumbuhan ekonomi bisa dibawah 0%, sumber pendapatan pemerintah tentu akan semakin terbatas. Kholid bilang apabila kemudian pendapatan pemerintah dari hulu migas juga dipakai untuk memberikan subsidi kepada sektor industri tertentu, maka kantong pemerintah juga akan makin menipis.
"Padahal industri tertentu penerima subsidi harga gas itu belum jelas kontribusi ekonominya, baik dari sisi pajak maupun dari pembukaan lapangan kerja. Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi ulang pelaksanaan harga gas subsidi untuk industri tertentu ini," tegas Kholid di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Kholid juga meminta pemerintah untuk transparan terkait industri penerima subsidi harga gas sesuai Perpres No 40 tahun 2016. Kementerian Perindustrian sebagai pihak yang terkait langsung dengan penetapan industri tertentu penerima subsidi, harus secara terbuka mengumumkannya ke publik.
"Perusahaan mana saja yang mendapatkan subsidi negara harus dirilis. Jangan sampai subsidi diberikan kepada perusahaan yang tidak jelas rekam jejaknya. Setiap uang negara yang dikeluarkan pemerintah harus jelas pertanggungjawabannya," kata Kholid.
Akibat Covid-19, Indonesia bersiap dengan ekonomi yang memburuk. Awal pekan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan perubahan outlook dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 akibat pandemi Covid-19 kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
"Outlook hari ini pertumbuhan ekonomi 2,3%, maka pendapatan hanya mencapai Rp1.760,9 triliun turun 10%. Sementara belanja akan melebihi APBN 2020 dari Rp2.540 triliun, menjadi outlook Rp2.613 triliun," kata Sri Mulyani dalam video conference, Jakarta, Senin (6/4).
Sebelumnya, anggota Komisi VII DPR, Falah Amru, meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan Perpres 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Ia juga menegaskan agar setiap keputusan yang diambil pemerintah memiliki dampak ekonomi terukur. Apalagi kondisi ekonomi Indonesia sedang terancam seperti yang kini terjadi.
"Implementasi Perpres 40/2016 sangat tergantung kepada seberapa besar keuangan negara atau APBN dapat dikurangi penerimaan bagiannya dari hulu," kata Falah Amru.
Kholid Syeirazi pengamat energi Center For Energy Policy menilai, penetapan harga gas industri tertentu itu membuat penerimaan negara sudah pasti akan tergerus. Karena seperti disampaikan oleh menteri ESDM usai rapat terbatas dengan Presiden pada 18 Maret lalu, insentif harga gas industri tertentu itu akan diambil dari hak pemerintah di hulu migas.
Dengan situasi ekonomi yang tidak pasti, dan kemungkinan pertumbuhan ekonomi bisa dibawah 0%, sumber pendapatan pemerintah tentu akan semakin terbatas. Kholid bilang apabila kemudian pendapatan pemerintah dari hulu migas juga dipakai untuk memberikan subsidi kepada sektor industri tertentu, maka kantong pemerintah juga akan makin menipis.
"Padahal industri tertentu penerima subsidi harga gas itu belum jelas kontribusi ekonominya, baik dari sisi pajak maupun dari pembukaan lapangan kerja. Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi ulang pelaksanaan harga gas subsidi untuk industri tertentu ini," tegas Kholid di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Kholid juga meminta pemerintah untuk transparan terkait industri penerima subsidi harga gas sesuai Perpres No 40 tahun 2016. Kementerian Perindustrian sebagai pihak yang terkait langsung dengan penetapan industri tertentu penerima subsidi, harus secara terbuka mengumumkannya ke publik.
"Perusahaan mana saja yang mendapatkan subsidi negara harus dirilis. Jangan sampai subsidi diberikan kepada perusahaan yang tidak jelas rekam jejaknya. Setiap uang negara yang dikeluarkan pemerintah harus jelas pertanggungjawabannya," kata Kholid.
Akibat Covid-19, Indonesia bersiap dengan ekonomi yang memburuk. Awal pekan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan perubahan outlook dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 akibat pandemi Covid-19 kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
"Outlook hari ini pertumbuhan ekonomi 2,3%, maka pendapatan hanya mencapai Rp1.760,9 triliun turun 10%. Sementara belanja akan melebihi APBN 2020 dari Rp2.540 triliun, menjadi outlook Rp2.613 triliun," kata Sri Mulyani dalam video conference, Jakarta, Senin (6/4).
Sebelumnya, anggota Komisi VII DPR, Falah Amru, meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan Perpres 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Ia juga menegaskan agar setiap keputusan yang diambil pemerintah memiliki dampak ekonomi terukur. Apalagi kondisi ekonomi Indonesia sedang terancam seperti yang kini terjadi.
"Implementasi Perpres 40/2016 sangat tergantung kepada seberapa besar keuangan negara atau APBN dapat dikurangi penerimaan bagiannya dari hulu," kata Falah Amru.Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif untuk tetap menjalankan kebijakan harga gas industri USD6 per MMBTU di plant gate masih menuai kontroversi. Apalagi kebijakan yang mulai berlaku 1 April 2020 ini dilakukan disaat perekonomian Indonesia terancam kolaps akibat pandemi virus corona atau Covid-19.
Kholid Syeirazi pengamat energi Center For Energy Policy menilai, penetapan harga gas industri tertentu itu membuat penerimaan negara sudah pasti akan tergerus. Karena seperti disampaikan oleh menteri ESDM usai rapat terbatas dengan Presiden pada 18 Maret lalu, insentif harga gas industri tertentu itu akan diambil dari hak pemerintah di hulu migas.
Dengan situasi ekonomi yang tidak pasti, dan kemungkinan pertumbuhan ekonomi bisa dibawah 0%, sumber pendapatan pemerintah tentu akan semakin terbatas. Kholid bilang apabila kemudian pendapatan pemerintah dari hulu migas juga dipakai untuk memberikan subsidi kepada sektor industri tertentu, maka kantong pemerintah juga akan makin menipis.
"Padahal industri tertentu penerima subsidi harga gas itu belum jelas kontribusi ekonominya, baik dari sisi pajak maupun dari pembukaan lapangan kerja. Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi ulang pelaksanaan harga gas subsidi untuk industri tertentu ini," tegas Kholid di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Kholid juga meminta pemerintah untuk transparan terkait industri penerima subsidi harga gas sesuai Perpres No 40 tahun 2016. Kementerian Perindustrian sebagai pihak yang terkait langsung dengan penetapan industri tertentu penerima subsidi, harus secara terbuka mengumumkannya ke publik.
"Perusahaan mana saja yang mendapatkan subsidi negara harus dirilis. Jangan sampai subsidi diberikan kepada perusahaan yang tidak jelas rekam jejaknya. Setiap uang negara yang dikeluarkan pemerintah harus jelas pertanggungjawabannya," kata Kholid.
Akibat Covid-19, Indonesia bersiap dengan ekonomi yang memburuk. Awal pekan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan perubahan outlook dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 akibat pandemi Covid-19 kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
"Outlook hari ini pertumbuhan ekonomi 2,3%, maka pendapatan hanya mencapai Rp1.760,9 triliun turun 10%. Sementara belanja akan melebihi APBN 2020 dari Rp2.540 triliun, menjadi outlook Rp2.613 triliun," kata Sri Mulyani dalam video conference, Jakarta, Senin (6/4).
Sebelumnya, anggota Komisi VII DPR, Falah Amru, meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan Perpres 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Ia juga menegaskan agar setiap keputusan yang diambil pemerintah memiliki dampak ekonomi terukur. Apalagi kondisi ekonomi Indonesia sedang terancam seperti yang kini terjadi.
"Implementasi Perpres 40/2016 sangat tergantung kepada seberapa besar keuangan negara atau APBN dapat dikurangi penerimaan bagiannya dari hulu," kata Falah Amru.
(ven)