Anggaran Corona Minim, DPR Ragukan Kebijakan Fiskal Tahan Laju Kemiskinan

Rabu, 08 April 2020 - 09:25 WIB
Anggaran Corona Minim,...
Anggaran Corona Minim, DPR Ragukan Kebijakan Fiskal Tahan Laju Kemiskinan
A A A
JAKARTA - Kebijakan fiskal yang diterapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani diragukan bisa menahan laju kemiskinan. Keraguan ini mengemuka menyusul dialokasikannya anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 yang dinilai terlalu minim.

Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad mengatakan, seharusnya kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah fokus untuk mengatasi krisis kesehatan. Namun, dalam kondisi seperti ini, anggaran pemerintah justru banyak disalurkan untuk penyertaan modal BUMN.

“Ini terlihat keberlangsungan usaha BUMN dianggap lebih penting dibandingkan menyelamatkan nyawa rakyat,” ujar Kamrussamad, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Senin (6/4/2020).

Kamrussamad membandingkan total dana yang dialokasikan pemerintah untuk penanganan Covid-19 lebih kecil jika dibandingkan dengan Malaysia. Indonesia mengalokasikan sekitar 2,5% dari PDB untuk penanganan Covid-19, sedangkan Malaysia sekitar 10% dari PDB-nya. “Padahal, jumlah penduduk Indonesia jauh lebih besar,” katanya. (Baca: Jokowi Minta Kalkulasi Pelemahan Rupian Sampai Tahun 2021)

Kebijakan fiskal yang diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) senilai Rp405,1 triliun terbagi dalam empat komponen. Ironisnya, komponen terkecil ada di sektor kesehatan. Kamrussamad mempertanyakan ada skema penyertaan modal ke BUMN pada Paket Kebijakan Fiskal Pandemi Covid-19. “Jangan sampai ini ada hubungannya dengan Jiwasraya, Asabri, serta Bumiputra,” ujarnya.

Karena itu, Kamrussamad menekankan pelebaran defisit anggaran dari 1,76% menjadi 5,07% dari PDB pada APBN 2020 agar digunakan untuk krisis kesehatan, skema subsidi UMKM, serta untuk masyarakat miskin melalui program jaring pengaman sosial.

Menurutnya, APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal memainkan peranan strategis dalam memastikan pencapaian target-target pembangunan yang telah ditetapkan Presiden Jokowi. Sebagai sebuah kebijakan fiskal, APBN 2020 diharapkan dapat diimplementasikan secara kredibel, efektif, efisien serta berkelanjutan sehingga dapat menjadi motor penggerak dan penjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi.

Stabilitas pertumbuhan ekonomi domestik menjadi suatu keniscayaan dalam melewati fase lompatan besar menuju Indonesia Maju 2045. Ini semakin krusial di tengah kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan akibat perang dagang AS-China yang belum ada tanda-tanda akan berakhir.

Kita dapat mencermati dampak konstelasi ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Untuk kawasan Asia, misalnya, Singapura hanya tumbuh 0,5%, Malaysia 4,37%, dan Thailand 2,35%. “Kita patut bersyukur Indonesia dengan segala dinamika internal yang ada masih mampu tumbuh 5,02%,” ucapnya.

Stabilisasi pertumbuhan ekonomi domestik dan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia pada masa mendatang merupakan tantangan bersama yang harus digapai. Tujuannya agar akselerasi Indonesia Maju dapat dicapai.

Utamanya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, bermunculannya pusat-pusat ekonomi regional baru dengan pertumbuhan ekonomi inklusif. “Alhasil, dalam kasus seperti ini pemerintah juga mesti memikirkan bagaimana meningkatkan stimulus perdagangan dengan cepat sehingga masyarakat bisa bangkit secara cepat,” tandasnya. (Sudarsono)
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9977 seconds (0.1#10.140)