Aturan kartu kredit dipermasalahkan
A
A
A
Sindonews.com - Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) masih mempermasalahkan pembatasan jumlah kartu kredit yang tertuang dalam revisi aturan kartu kredit yang baru.
Pembatasan kartu kredit terhadap nasabah lama akan terkendala persoalan infrastruktur dan permasalahan bisnis lainnya.
”Kalau misalnya masalah yang utama tentang pembatasan dua kartu untuk income Rp3–10 juta,pada dasarnya oke kalau diperketat, tapi bukan berlaku ke belakang (nasabah lama) tapi ke depan (nasabah baru),” ujar General Manager AKKI Steve Marta kepada Harian SINDO di Jakarta kemarin.
Seperti ketahui, Bank Indonesia (BI) pada 6 Januari 2012 telah merevisi aturan kartu kredit dengan menerbitkan PBI 14/2/PBI/2012 yang merupakan perubahan PBI 11/11/ PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). PBI ini lebih banyak mengubah dan menekankan prinsip-prinsip penggunaan kartu kredit.
Steve mempertanyakan, apabila aturan ini diterapkan kepada nasabah yang sudah memiliki lebih dari empat kartu, kartu dari penerbit mana yang harus ditutup dan bagaimana mendorong agar nasabah bersedia untuk menutup kartunya.
”Kalau nasabah punya tiga penerbit, yang harus ditutup yang mana dan yang menentukan ditutup siapa. Kalau tidak mau tutup, yang dikenakan dan tidak kena sanksi siapa?” katanya.
PBI ini memang baru mengatur poin-poin secara umum, namun ketentuan lebih detail mengenai penetapan BI akan diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia. Steve berharap industri akan diajak berdiskusi kembali untuk membenahi beberapa hal yang dirasakan belum clear.
”Itu yang akan kita diskusikan, sebelum SE diterbitkan industri akan dilibatkan lagi supaya sesuaikan harapan,” paparnya.
Meski demikian, secara umum Steve dapat menerima poin-poin yang sebelumnya telah disosialisasikan oleh BI dalam penerapan manajemen risiko, seperti kelayakan seorang nasabah mendapatkan kartu kredit ataupun penetapan batas maksimal bunga kartu kredit. ”Bunga tidak masalah tiga persen karena industri sebenarnya ingin mendorong itu turun,dan dengan bantuan BI akan lebih enak karena regulator yang mengharuskan,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, perencana keuangan Safir Senduk berpendapat seharusnya aturan pembatasan kartu kredit tidak perlu dilakukan.
Menurut dia, bagi bank, pembatasan kartu ini dapat berakibat pada berkurangnya annual fee income karena semakin sedikit kartu yang diterbitkan, tapi di sisi lain dapat menurunkan kredit macet.
Sementara bagi nasabah, apabila si nasabah bersifat konsumtif tanpa berniat melunasi, tentu saja mengakibatkan niat belanjanya berkurang dan nasabah terdorong untuk lebih hemat. Tapi bagi nasabah yang menggunakan kartu kredit untuk tujuan produktif, ini bisa menghambat produktivitas usaha mereka.”Ini seperti membasmi satu tikus dengan membakar tumpukan jeraminya,”ujarnya.
Safir menyarankan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan dan memperbaiki sistem penagihan kepada nasabah, serta memberikan edukasi pada nasabah tentang bagaimana cara yang baik dalam menggunakan kartu kredit.
Pembatasan kartu kredit terhadap nasabah lama akan terkendala persoalan infrastruktur dan permasalahan bisnis lainnya.
”Kalau misalnya masalah yang utama tentang pembatasan dua kartu untuk income Rp3–10 juta,pada dasarnya oke kalau diperketat, tapi bukan berlaku ke belakang (nasabah lama) tapi ke depan (nasabah baru),” ujar General Manager AKKI Steve Marta kepada Harian SINDO di Jakarta kemarin.
Seperti ketahui, Bank Indonesia (BI) pada 6 Januari 2012 telah merevisi aturan kartu kredit dengan menerbitkan PBI 14/2/PBI/2012 yang merupakan perubahan PBI 11/11/ PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). PBI ini lebih banyak mengubah dan menekankan prinsip-prinsip penggunaan kartu kredit.
Steve mempertanyakan, apabila aturan ini diterapkan kepada nasabah yang sudah memiliki lebih dari empat kartu, kartu dari penerbit mana yang harus ditutup dan bagaimana mendorong agar nasabah bersedia untuk menutup kartunya.
”Kalau nasabah punya tiga penerbit, yang harus ditutup yang mana dan yang menentukan ditutup siapa. Kalau tidak mau tutup, yang dikenakan dan tidak kena sanksi siapa?” katanya.
PBI ini memang baru mengatur poin-poin secara umum, namun ketentuan lebih detail mengenai penetapan BI akan diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia. Steve berharap industri akan diajak berdiskusi kembali untuk membenahi beberapa hal yang dirasakan belum clear.
”Itu yang akan kita diskusikan, sebelum SE diterbitkan industri akan dilibatkan lagi supaya sesuaikan harapan,” paparnya.
Meski demikian, secara umum Steve dapat menerima poin-poin yang sebelumnya telah disosialisasikan oleh BI dalam penerapan manajemen risiko, seperti kelayakan seorang nasabah mendapatkan kartu kredit ataupun penetapan batas maksimal bunga kartu kredit. ”Bunga tidak masalah tiga persen karena industri sebenarnya ingin mendorong itu turun,dan dengan bantuan BI akan lebih enak karena regulator yang mengharuskan,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, perencana keuangan Safir Senduk berpendapat seharusnya aturan pembatasan kartu kredit tidak perlu dilakukan.
Menurut dia, bagi bank, pembatasan kartu ini dapat berakibat pada berkurangnya annual fee income karena semakin sedikit kartu yang diterbitkan, tapi di sisi lain dapat menurunkan kredit macet.
Sementara bagi nasabah, apabila si nasabah bersifat konsumtif tanpa berniat melunasi, tentu saja mengakibatkan niat belanjanya berkurang dan nasabah terdorong untuk lebih hemat. Tapi bagi nasabah yang menggunakan kartu kredit untuk tujuan produktif, ini bisa menghambat produktivitas usaha mereka.”Ini seperti membasmi satu tikus dengan membakar tumpukan jeraminya,”ujarnya.
Safir menyarankan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan dan memperbaiki sistem penagihan kepada nasabah, serta memberikan edukasi pada nasabah tentang bagaimana cara yang baik dalam menggunakan kartu kredit.
()