Jabodetabek butuh tambahan 9 SPBG

Kamis, 12 Januari 2012 - 01:06 WIB
Jabodetabek butuh tambahan...
Jabodetabek butuh tambahan 9 SPBG
A A A
Sindonews.com – Pemerintah telah mengindikasikan kebutuhan infrastruktur untuk mendukung program pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, salah satunya kebutuhan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG).

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Armida Alisjahbana mengungkapkan, pemerintah terus melakukan persiapan untuk menjalankan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi dan konversi ke BBG.

Menurutnya, dalam roadmap kebijakan ketahanan energi nasional jangka panjang, yang penting untuk mulai dilakukan sejak saat ini adalah konversi dari BBM ke BBG. Wilayah Jakarta , Bogor , Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sebagai pilot project pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi dan konversi ke BBG, masih membutuhkan dukungan infrastruktur BBG.

“Untuk Jabodetabek butuh 19 SPBG,” kata Armida di Jakarta.

Saat ini, di DKI Jakarta sudah terdapat 10 SPBG. Pemerintah memerlukan tambahan sedikitnya 9 SPBG untuk mendukung kebijakan tersebut dijalankan di wilayah Jabodetabek. Saat ini, di seluruh Indonesia hanya ada 16 SPBG, dan yang aktif hanya 8 SPBG.

Armida mengatakan, kebutuhan tersebut sudah diidentifikasi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kebutuhan tambahan SPBG itu akan dipenuhi oleh PT Pertamina.

Namun, tambahan tersebut tidak serta merta diartikan harus membangun SPBG baru. Menurutnya, SPBU yang ada bisa disempurnakan dengan menambah perangkat untuk kebutuhan BBG. Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Pertamina.

“Mereka (Pertamina) tahu lokasinya, jadi bukan SPBU baru. Yang sudah ada, paling tidak diperbaiki,” kata Armida.

Dia mengatakan, kebijakan ini tidak serta merta bisa dilakukan serentak di wilayah Jawa-Bali mulai 1 April, sehingga langkah untuk memulai pembatasan di wilayah Jabodetabek merupakan langkah awal. Selain persiapan infrastruktur, pemerintah terus berupaya mensosialisasikan rencana ini. “Konsumen juga perlu tahu,” tambahnya.

Dewan Energi Nasional (DEN) tengah mempersiapkan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) untuk legitimasi kebijakan pembatasan BBM bersubsidi dan kebijakan energy nasional jangka panjang 2025 hingga 2050.

Kedepannya, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang industri berbasis sumber daya alam. Mulai tahun 2025, diperkirakan akan berubah lebih ke manufaktur dan jasa. Kebutuhan energi yang saat ini masih bergantung pada minyak secara perlahan akan dikurangi dan dikonversi ke gas dan batu bara.

“Lebih berperan energi baru dan terbarukan. konsekuensinya insentif untuk produksi,” ucapnya.

Terkait kebutuhan anggaran untuk kebijakan pembatasan BBM bersubsidi, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menyebutkan, Kementerian ESDM telah diminta untuk melakukan review terkait kebutuhan dana pembatasan BBM bersubsidi dan pengalihan ke gas. “Setelah dari ESDM itu baru akan kita lihat kembali,” kata Anny. Untuk prosesnya bisa diajukan melalui APBN-P.

Kementerian Keuangan juga tengah mengkaji untuk pengadaan konverter kit. Namun, pengadaannya juga masuk dalam usulan anggaran ESDM. Kemenkeu menunggu hasil review sebelum diajukan ke DPR.

“Pembahasannya dengan DPR kan harus berdasarkan permintaan dari kementerian teknis,” singkatnya. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6941 seconds (0.1#10.140)