Andalkan pedasnya ayam penyet
A
A
A
Sindonews.com - Jeli membaca peluang pasar membawa berkah bagi Dewi Ariani saat ini. Usaha rumah makan ayam penyet yang baru dirintis sekitar satu tahun lebih, itu telah memberikan hasil yang cukup menggembirakan.
Berawal dari kemampuannya mengolah resep ayam dan melihat minat masyarakat yang tinggi terhadap menu unggas, membuat Dewi memutuskan membuka rumah makan ayam penyet.
Menurut dia, usaha kuliner ayam penyet saat ini sedang menjadi tren lantaran banyak masyarakat Indonesia yang menyukai menu ayam, sehingga peluang untuk menggarap usaha kuliner tersebut masih terbuka lebar. Di samping kejeliannya melihat peluang pasar kuliner, alasan anak kedua dari tiga bersaudara ini “terjun” ke usaha kuliner ayam penyet karena memiliki banyak pengalaman tentang masakan, terutama menu ayam penyet di tempat kerja sebelumnya yang mumpuni.
Dewi sebelumnya sempat bekerja di salah satu restoran terkenal di Jakarta, di mana menu yang digemari di restoran tersebut adalah ayam penyet dan ayam bakar.
“Kebetulan saya paham dan sedikit menguasai soal resep dan cara masak menu ayam. Mungkin itu yang menjadi alasan utama membuka usaha ayam penyet,” katanya kepada Sindonews belum lama ini.
Dengan pengalaman yang dirasa cukup untuk membuka usaha kuliner dan dukungan dari keluarga, gadis berjilbab ini memutuskan untuk membuka rumah makan ayam penyet dengan nama, Abi & Ummi.
Alasan gadis yang akan genap berusia 29 tahun pada 16 Januari 2012 tersebut memilih Abi & Ummi sebagai merek usaha kulinernya lantaran terinspirasi kedua orang tuanya, yang selama ini menjadi motivator utama untuk mendirikan rumah makan. Rumah makan ayam penyet Abi & Ummi berdiri pada tanggal cantik, yakni 10-10-10 atau10 Oktober 2010.
Rumah makan ayam penyet perdana berlokasi di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur. Namun, Dewi menjelaskan, rumah makan di lokasi tersebut hanya bertahan selama tiga bulan. Prospek rumah makan tersebut dirasa meleset dari harapan lantaran lokasi yang dianggap kurang strategis, sehingga jumlah pengunjung di bawah estimasi awal.
“Alasan prospek tempat yang menjadi kendala utama usaha ini, di antaranya lokasi yang tidak strategis, tidak ada tempat parkir dan tempat usaha tidak mendukung,” tuturnya.
Enggan berlama-lama di lokasi yang dianggap kurang strategis, perempuan kelahiran Kebumen ini pun akhirnya memutuskan untuk pindah ke lokasi yang dinilai memiliki prospek lebih baik, yakni ke Jalan Mampang Prapatan Raya No 21, Jakarta Selatan.
Lokasi baru tersebut dinilai lebih strategis dan prospeknya lebih menjanjikan dibanding sebelumnya karena lokasi baru tersebut terletak di kawasan perkantoran. Pindahnya lokasi usaha baru memunculkan niat untuk mengganti nama usaha menjadi rumah makan Ayam Penyet Everest. Adapun alasan pergantian nama usaha dengan harapan lebih “menjual” dan memberi pengaruh positif terhadap usaha dagangnya.
Dewi bercerita, pemasaran pertama usahanya memang terbilang sulit lantaran lokasinya yang kurang strategis. Selain faktor awal berupa lokasi, kendala lain yang dihadapinya ketika awal membuka usaha kuliner adalah masalah modal yang sangat minim dan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang terbatas. Penyuka masakan bebek penyet dan goreng ini menuturkan, modal awal pendirian usaha kulinernya sekira Rp20 juta.
Dana tersebut diperoleh dari pinjaman perbankan, yang kemudian dialokasikan untuk sewa tempat usaha pertama di Pondok Gede sekitar Rp8 juta, peralatan Rp10 juta dan bahan baku sekitar Rp2 juta. Namun, setelah pindah ke lokasi baru, sewa tempat melonjak tiga kali lipat dari sebelumnya menjadi Rp25 juta per tahun. Itu karena lokasi baru berada di kawasan yang lebih ramai dan tepat di pinggir jalan raya.
Dengan berkembangnya usaha kuliner tersebut, jumlah karyawan yang sebelumnya hanya tiga orang, saat ini sudah bertambah menjadi tujuh orang. Adapun menu kuliner yang ditawarkan untuk memanjakan lidah pembeli adalah ayam penyet, ayam goreng, ayam bakar, lele penyet, lele goreng, tempe penyet, tempe goreng, cah kangkung dan cah tauge.
Untuk harga relatif terjangkau. Harga menu ayam plus nasi, masing-masing Rp13.000 per porsi, menu lele lebih murah atau hanya Rp11.000 per porsi, sedangkan menu tempe, cah kangkung dan cah tauge masing-masing Rp5.000 per porsi. Sehari rumah makan ini bisa menerima pesanan sekitar 200 porsi.
Dari sejumlah menu yang tersedia, Dewi mengungkapkan, menu paling laris adalah ayam penyet. Banyaknya minat pembeli terhadap menu ayam penyet karena resepnya ada pada rasa sambalnya yang luar biasa. Bila di tempat lain menggunakan sambal terasi, Dewi mengungkapkan, di rumah makan ayam penyetnya menggunakan sambal bawang dan cabe rawit super pedas. Sementara untuk ayam penyetnya menggunakan ayam pejantan alias ayam kampung.
Omzet harian berdagang kuliner ayam penyetnya, penyuka warna merah hati ini menyebut pada awalnya hanya sekitar Rp1 juta per hari, namun saat ini angkanya membengkak menjadi sekitar Rp3 juta per hari. (bro)
Berawal dari kemampuannya mengolah resep ayam dan melihat minat masyarakat yang tinggi terhadap menu unggas, membuat Dewi memutuskan membuka rumah makan ayam penyet.
Menurut dia, usaha kuliner ayam penyet saat ini sedang menjadi tren lantaran banyak masyarakat Indonesia yang menyukai menu ayam, sehingga peluang untuk menggarap usaha kuliner tersebut masih terbuka lebar. Di samping kejeliannya melihat peluang pasar kuliner, alasan anak kedua dari tiga bersaudara ini “terjun” ke usaha kuliner ayam penyet karena memiliki banyak pengalaman tentang masakan, terutama menu ayam penyet di tempat kerja sebelumnya yang mumpuni.
Dewi sebelumnya sempat bekerja di salah satu restoran terkenal di Jakarta, di mana menu yang digemari di restoran tersebut adalah ayam penyet dan ayam bakar.
“Kebetulan saya paham dan sedikit menguasai soal resep dan cara masak menu ayam. Mungkin itu yang menjadi alasan utama membuka usaha ayam penyet,” katanya kepada Sindonews belum lama ini.
Dengan pengalaman yang dirasa cukup untuk membuka usaha kuliner dan dukungan dari keluarga, gadis berjilbab ini memutuskan untuk membuka rumah makan ayam penyet dengan nama, Abi & Ummi.
Alasan gadis yang akan genap berusia 29 tahun pada 16 Januari 2012 tersebut memilih Abi & Ummi sebagai merek usaha kulinernya lantaran terinspirasi kedua orang tuanya, yang selama ini menjadi motivator utama untuk mendirikan rumah makan. Rumah makan ayam penyet Abi & Ummi berdiri pada tanggal cantik, yakni 10-10-10 atau10 Oktober 2010.
Rumah makan ayam penyet perdana berlokasi di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur. Namun, Dewi menjelaskan, rumah makan di lokasi tersebut hanya bertahan selama tiga bulan. Prospek rumah makan tersebut dirasa meleset dari harapan lantaran lokasi yang dianggap kurang strategis, sehingga jumlah pengunjung di bawah estimasi awal.
“Alasan prospek tempat yang menjadi kendala utama usaha ini, di antaranya lokasi yang tidak strategis, tidak ada tempat parkir dan tempat usaha tidak mendukung,” tuturnya.
Enggan berlama-lama di lokasi yang dianggap kurang strategis, perempuan kelahiran Kebumen ini pun akhirnya memutuskan untuk pindah ke lokasi yang dinilai memiliki prospek lebih baik, yakni ke Jalan Mampang Prapatan Raya No 21, Jakarta Selatan.
Lokasi baru tersebut dinilai lebih strategis dan prospeknya lebih menjanjikan dibanding sebelumnya karena lokasi baru tersebut terletak di kawasan perkantoran. Pindahnya lokasi usaha baru memunculkan niat untuk mengganti nama usaha menjadi rumah makan Ayam Penyet Everest. Adapun alasan pergantian nama usaha dengan harapan lebih “menjual” dan memberi pengaruh positif terhadap usaha dagangnya.
Dewi bercerita, pemasaran pertama usahanya memang terbilang sulit lantaran lokasinya yang kurang strategis. Selain faktor awal berupa lokasi, kendala lain yang dihadapinya ketika awal membuka usaha kuliner adalah masalah modal yang sangat minim dan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang terbatas. Penyuka masakan bebek penyet dan goreng ini menuturkan, modal awal pendirian usaha kulinernya sekira Rp20 juta.
Dana tersebut diperoleh dari pinjaman perbankan, yang kemudian dialokasikan untuk sewa tempat usaha pertama di Pondok Gede sekitar Rp8 juta, peralatan Rp10 juta dan bahan baku sekitar Rp2 juta. Namun, setelah pindah ke lokasi baru, sewa tempat melonjak tiga kali lipat dari sebelumnya menjadi Rp25 juta per tahun. Itu karena lokasi baru berada di kawasan yang lebih ramai dan tepat di pinggir jalan raya.
Dengan berkembangnya usaha kuliner tersebut, jumlah karyawan yang sebelumnya hanya tiga orang, saat ini sudah bertambah menjadi tujuh orang. Adapun menu kuliner yang ditawarkan untuk memanjakan lidah pembeli adalah ayam penyet, ayam goreng, ayam bakar, lele penyet, lele goreng, tempe penyet, tempe goreng, cah kangkung dan cah tauge.
Untuk harga relatif terjangkau. Harga menu ayam plus nasi, masing-masing Rp13.000 per porsi, menu lele lebih murah atau hanya Rp11.000 per porsi, sedangkan menu tempe, cah kangkung dan cah tauge masing-masing Rp5.000 per porsi. Sehari rumah makan ini bisa menerima pesanan sekitar 200 porsi.
Dari sejumlah menu yang tersedia, Dewi mengungkapkan, menu paling laris adalah ayam penyet. Banyaknya minat pembeli terhadap menu ayam penyet karena resepnya ada pada rasa sambalnya yang luar biasa. Bila di tempat lain menggunakan sambal terasi, Dewi mengungkapkan, di rumah makan ayam penyetnya menggunakan sambal bawang dan cabe rawit super pedas. Sementara untuk ayam penyetnya menggunakan ayam pejantan alias ayam kampung.
Omzet harian berdagang kuliner ayam penyetnya, penyuka warna merah hati ini menyebut pada awalnya hanya sekitar Rp1 juta per hari, namun saat ini angkanya membengkak menjadi sekitar Rp3 juta per hari. (bro)
()