Sofyan Basir: Siapa bilang BRI itu hanya bank desa?
A
A
A
Sindonews.com - Bank Rakyat Indonesia (BRI) dulu kerap diidentikkan dengan bank pasar dan desa. Tetapi kini, bank pelat merah itu telah berubah menjadi bank modern yang siap bersaing dengan bank umum lainnya.
Lain dulu, lain sekarang. Mungkin asumsi itu bisa dilekatkan kepada BRI. Maklum, saat ini kiprah BRI jauh berbeda dengan beberapa tahun lalu. Dulu banyak orang beranggapan BRI adalah bank pasar, karena lebih banyak beroperasi di sekitar pasar tradisional.
Pasar adalah tempat di mana masyarakat banyak berinteraksi di pasar-pasar tradisional. Tetapi itu dulu, kini BRI telah menjadi bank modern yang siap bersaing dengan bank umum lain.
Kendati begitu, BRI tetap mempertahankan visi bisnisnya yang memberikan perhatian besar kepada masyarakat desa. Perubahan wajah BRI tersebut tidak terlepas dari peran Sofyan Basir sebagai direktur utama.
Setidaknya, di bawah kepemimpinannya, BRI memperlihatkan kinerja yang terus meningkat. Hal ini misalnya terlihat pada pendapatan dan laba BRI. Pada triwulan III-2011, BRI mencatatkan laba sebesar Rp10,43 triliun.
Angka ini lebih besar 56,69 persen dibanding periode yang sama di 2010. Sejak 2010, BRI memang telah membukukan laba di atas Rp10 triliun. Bedanya, angka lebih dari Rp10 triliun dibukukan pada kuartal keempat (pada 2010 BRI berhasil membukukan keuntungan sebesar Rp11,472 triliun). Kenaikan sebesar itu tentunya tidak bisa diraih dengan kinerja yang biasa-biasa saja.
Apalagi, saat ini persaingan dunia perbankan semakin ketat. Kenaikan laba BRI yang cukup besar tersebut banyak membuat analis dan bankir yang kagum. Semua perkembangan dalam beberapa tahun terakhir tidak lepas dari racikan strategi yang dilakukan Sofyan. Menurut Sofyan, pencapaian laba yang mencapai lebih dari Rp10 triliun pada 2010, bukan hanya menyebabkan kaget pihak luar.
Pada awalnya, internal perusahaan pun tidak semua memprediksikan hal tersebut. Semua ini karena BRI mampu memaksimalkan semua potensi yang mereka miliki. Dalam laporan triwulan III yang dipublikasikan pada September lalu, BRI mempunyai net interest income (NII) sebesar Rp26,2 triliun dan net interest margin (NIM) 10,24 persen, sedangkan capital adequacy ratio-nya (CAR) sebesar 14,84 persen dan return on equity (ROE) 39,86 persen.
Sehatnya BRI juga terlihat jelas pada besaran kredit bermasalah (non-performing loans/NPL) gross yang sebesar 3,34 persen dan NPL net sebesar 0,75 persen. Hal ini tentunya jauh di bawah batasan NPL yang ditentukan BI yang sebesar lima persen.
Pertumbuhan BRI juga diperlihatkan dari jumlah cabang dan kantor yang dimiliki. Pada beberapa tahun lalu, BRI mungkin lebih dikenal dengan bank rakyat karena memiliki jaringan kantor hingga pedesaan. Namun, kala itu kantor yang mereka yang ada di pedesaan itu tidak online.
Kini semua berubah, dan tabungan BRI pun tidak hanya identik dengan simpedes. Pada 2005, hanya sekira 1.100-1.200 kantor yang online di perkotaan dan itu pun tidak semua. Namun sejak akhir 2010, jumlah kantor BRI lebih dari 7.000 lokasi. Sementara itu, tahun ini Sofyan menargetkan BRI bisa menjadi bank yang mempunyai kantor terbanyak.
"Kalau dulu di daerah Rasuna Said (Kuningan, Jakarta-red) tidak ada kantor BRI, sekarang sudah ada beberapa," kata Sofyan.
Menurut Sofyan, ada perbedaan antara karakter nasabah desa dengan nasabah perkotaan. Hal yang utama adalah besaran kredit yang diterima oleh masing-masing nasabah. Nasabah perdesaan umumnya mengambil kredit-kredit kecil, mikro kecil. Mereka mengambil kredit sesuai nilai yang menurut mereka cukup. Bahkan, banyak yang enggan diberikan jumlah pinjaman lebih besar dari bank.
"Saya tanyakan nasabah yang mengambil KUR Rp4 juta dan menyarankannya untuk mengambil KUR yang lebih tinggi, misalkan Rp8 juta, tapi mereka menolak. Menurut dia, jangka waktu 12 bulan saja sudah cukup lama, dan apabila mereka memiliki uang untuk menutup dalam 10 bulan dia sudah merasa untung. Sederhana sekali, karena lebih dari itu mungkin dia tidak terlalu mikir, begitulah di pedesaan," kata Sofyan.
Untuk masyarakat kota, dia membutuhkan kemudahan dan jawabannya adalah teknologi. BRI support penuh dengan fitur produk, ATM ditempatkan di manapun. "Jadi, kami mencoba untuk memfasilitasi orang kota dengan gaya dan kebutuhan mereka. Di desa dengan gaya orang desa dan kebutuhan orang desa, jadi spesifik betul," tambah Sofyan.
Sofyan berusaha terus memberikan perbaikan pelayanan kepada nasabah. Terbukti, pelayanan yang ditawarkan BRI pun semakin memanjakan nasabah dalam tahun-tahun terakhir. Hal ini misalnya terlihat pada layanan ATM BRI yang memperlihatkan perkembangan signifikan antara 2005 dibanding 2010. ATM dulu hanya 30 fitur dan sekarang menjadi 124 fitur. Hal ini tentunya sudah sama dengan bank swasta, mereka fiturnya berkisar 100-120.
Ke depan, Sofyan berkeinginan agar BRI menjadi National Payment Agent terbesar, sehingga hampir seluruh masyarakat Indonesia bermutasi di BRI. Dia melihat potensinya sangat besar. Di daerah, BRI menjadi pemenang, hampir di semua daerah-daerah terpencil BRI masuk. Sofyan tidak hanya puasa dengan keunggulan di perdesaan. Dengan moto "melayani setulus hati dari desa sampai kota".
Artinya, BRI tidak akan hanya berhenti di desa, tetapi juga masyarakat kota sesuai dengan kondisi BRI sekarang yang sudah menjadi bank modern yang siap melayani siapa saja tanpa sekat apakah orang desa atau kota.
Motivator
Di bawah kepemimpinan Sofyan Basyir, pelan tapi pasti BRI berubah menjadi bank terbaik dan terbesar di Indonesia. Bahkan selama enam tahun masa jabatannya, pria kelahiran Bogor, 2 Mei 1958 ini dinilai telah berhasil meningkatkan kinerja BRI ke arah yang lebih baik.
Kepiawaian Sofyan dalam memimpin BRI bukanlah isapan jempol semata. Faktanya, selama dia menjabat, beberapa keputusan strategis yang dibuatnya terbukti mampu membawa dampak baik bagi perkembangan BRI.
Salah satunya Sofyan mampu mengubah imej BRI sebagai bank desa menjadi bank terkemuka yang sejajar dengan bankbank besar lain. Kendati demikian, menurut Sofyan kesuksesan yang diraih BRI hingga saat ini bukan semata-mata atas inisiatif dan kerja keras dirinya maupun jajaran direksi saja, melainkan juga berkat kinerja yang baik dari segenap karyawan BRI.
"Tidak benar kalau semua pencapaian baik ini ada hanya karena dirut atau direksinya, sebab yang terjun langsung itu adalah karyawan. Jadi, mereka juga sangat berperan dalam kesuksesan ini," katanya pada SINDO.
Dia menilai peran dirinya sebagai pemimpin hanya sebagai penyemangat dan pemotivasi karyawan saja untuk dapat bekerja lebih baik dan giat. "Oleh karena itu, saya selalu melibatkan karyawan BRI dalam segala kegiatan dan gerakan kemajuan," ungkapnya.
Dengan konsep itulah, hingga saat ini Sofyan mengaku selalu rukun dengan serikat pekerja BRI dari Sabang sampai Merauke. Menurut dia, memang harus demikianlah konsep yang dilakukan dalam membangun semangat kerja karyawan, sehingga secara tidak langsung hubungan harmonis atasan dan bawahan akan tetap terjaga.
"Saya merasa bersyukur hingga kini komunikasi saya dengan serikat pekerja BRI bisa terjalin dengan baik," ujarnya.
Walaupun demikian, ketegasan Sofyan sebagai pemimpin juga tampak jelas terlihat dari upayanya untuk meyakinkan karyawan dalam menjaga aset yang dimiliki bersama. Misalnya, dalam menghadapi masalah fraud, tanpa ampun dia akan langsung memecat dan menindak tegas karyawan yang dinilai melakukan kesalahan. Sebaliknya, dia juga akan mengapresiasi setiap karyawan yang telah bekerja dengan baik dan maksimal. (bro)
Lain dulu, lain sekarang. Mungkin asumsi itu bisa dilekatkan kepada BRI. Maklum, saat ini kiprah BRI jauh berbeda dengan beberapa tahun lalu. Dulu banyak orang beranggapan BRI adalah bank pasar, karena lebih banyak beroperasi di sekitar pasar tradisional.
Pasar adalah tempat di mana masyarakat banyak berinteraksi di pasar-pasar tradisional. Tetapi itu dulu, kini BRI telah menjadi bank modern yang siap bersaing dengan bank umum lain.
Kendati begitu, BRI tetap mempertahankan visi bisnisnya yang memberikan perhatian besar kepada masyarakat desa. Perubahan wajah BRI tersebut tidak terlepas dari peran Sofyan Basir sebagai direktur utama.
Setidaknya, di bawah kepemimpinannya, BRI memperlihatkan kinerja yang terus meningkat. Hal ini misalnya terlihat pada pendapatan dan laba BRI. Pada triwulan III-2011, BRI mencatatkan laba sebesar Rp10,43 triliun.
Angka ini lebih besar 56,69 persen dibanding periode yang sama di 2010. Sejak 2010, BRI memang telah membukukan laba di atas Rp10 triliun. Bedanya, angka lebih dari Rp10 triliun dibukukan pada kuartal keempat (pada 2010 BRI berhasil membukukan keuntungan sebesar Rp11,472 triliun). Kenaikan sebesar itu tentunya tidak bisa diraih dengan kinerja yang biasa-biasa saja.
Apalagi, saat ini persaingan dunia perbankan semakin ketat. Kenaikan laba BRI yang cukup besar tersebut banyak membuat analis dan bankir yang kagum. Semua perkembangan dalam beberapa tahun terakhir tidak lepas dari racikan strategi yang dilakukan Sofyan. Menurut Sofyan, pencapaian laba yang mencapai lebih dari Rp10 triliun pada 2010, bukan hanya menyebabkan kaget pihak luar.
Pada awalnya, internal perusahaan pun tidak semua memprediksikan hal tersebut. Semua ini karena BRI mampu memaksimalkan semua potensi yang mereka miliki. Dalam laporan triwulan III yang dipublikasikan pada September lalu, BRI mempunyai net interest income (NII) sebesar Rp26,2 triliun dan net interest margin (NIM) 10,24 persen, sedangkan capital adequacy ratio-nya (CAR) sebesar 14,84 persen dan return on equity (ROE) 39,86 persen.
Sehatnya BRI juga terlihat jelas pada besaran kredit bermasalah (non-performing loans/NPL) gross yang sebesar 3,34 persen dan NPL net sebesar 0,75 persen. Hal ini tentunya jauh di bawah batasan NPL yang ditentukan BI yang sebesar lima persen.
Pertumbuhan BRI juga diperlihatkan dari jumlah cabang dan kantor yang dimiliki. Pada beberapa tahun lalu, BRI mungkin lebih dikenal dengan bank rakyat karena memiliki jaringan kantor hingga pedesaan. Namun, kala itu kantor yang mereka yang ada di pedesaan itu tidak online.
Kini semua berubah, dan tabungan BRI pun tidak hanya identik dengan simpedes. Pada 2005, hanya sekira 1.100-1.200 kantor yang online di perkotaan dan itu pun tidak semua. Namun sejak akhir 2010, jumlah kantor BRI lebih dari 7.000 lokasi. Sementara itu, tahun ini Sofyan menargetkan BRI bisa menjadi bank yang mempunyai kantor terbanyak.
"Kalau dulu di daerah Rasuna Said (Kuningan, Jakarta-red) tidak ada kantor BRI, sekarang sudah ada beberapa," kata Sofyan.
Menurut Sofyan, ada perbedaan antara karakter nasabah desa dengan nasabah perkotaan. Hal yang utama adalah besaran kredit yang diterima oleh masing-masing nasabah. Nasabah perdesaan umumnya mengambil kredit-kredit kecil, mikro kecil. Mereka mengambil kredit sesuai nilai yang menurut mereka cukup. Bahkan, banyak yang enggan diberikan jumlah pinjaman lebih besar dari bank.
"Saya tanyakan nasabah yang mengambil KUR Rp4 juta dan menyarankannya untuk mengambil KUR yang lebih tinggi, misalkan Rp8 juta, tapi mereka menolak. Menurut dia, jangka waktu 12 bulan saja sudah cukup lama, dan apabila mereka memiliki uang untuk menutup dalam 10 bulan dia sudah merasa untung. Sederhana sekali, karena lebih dari itu mungkin dia tidak terlalu mikir, begitulah di pedesaan," kata Sofyan.
Untuk masyarakat kota, dia membutuhkan kemudahan dan jawabannya adalah teknologi. BRI support penuh dengan fitur produk, ATM ditempatkan di manapun. "Jadi, kami mencoba untuk memfasilitasi orang kota dengan gaya dan kebutuhan mereka. Di desa dengan gaya orang desa dan kebutuhan orang desa, jadi spesifik betul," tambah Sofyan.
Sofyan berusaha terus memberikan perbaikan pelayanan kepada nasabah. Terbukti, pelayanan yang ditawarkan BRI pun semakin memanjakan nasabah dalam tahun-tahun terakhir. Hal ini misalnya terlihat pada layanan ATM BRI yang memperlihatkan perkembangan signifikan antara 2005 dibanding 2010. ATM dulu hanya 30 fitur dan sekarang menjadi 124 fitur. Hal ini tentunya sudah sama dengan bank swasta, mereka fiturnya berkisar 100-120.
Ke depan, Sofyan berkeinginan agar BRI menjadi National Payment Agent terbesar, sehingga hampir seluruh masyarakat Indonesia bermutasi di BRI. Dia melihat potensinya sangat besar. Di daerah, BRI menjadi pemenang, hampir di semua daerah-daerah terpencil BRI masuk. Sofyan tidak hanya puasa dengan keunggulan di perdesaan. Dengan moto "melayani setulus hati dari desa sampai kota".
Artinya, BRI tidak akan hanya berhenti di desa, tetapi juga masyarakat kota sesuai dengan kondisi BRI sekarang yang sudah menjadi bank modern yang siap melayani siapa saja tanpa sekat apakah orang desa atau kota.
Motivator
Di bawah kepemimpinan Sofyan Basyir, pelan tapi pasti BRI berubah menjadi bank terbaik dan terbesar di Indonesia. Bahkan selama enam tahun masa jabatannya, pria kelahiran Bogor, 2 Mei 1958 ini dinilai telah berhasil meningkatkan kinerja BRI ke arah yang lebih baik.
Kepiawaian Sofyan dalam memimpin BRI bukanlah isapan jempol semata. Faktanya, selama dia menjabat, beberapa keputusan strategis yang dibuatnya terbukti mampu membawa dampak baik bagi perkembangan BRI.
Salah satunya Sofyan mampu mengubah imej BRI sebagai bank desa menjadi bank terkemuka yang sejajar dengan bankbank besar lain. Kendati demikian, menurut Sofyan kesuksesan yang diraih BRI hingga saat ini bukan semata-mata atas inisiatif dan kerja keras dirinya maupun jajaran direksi saja, melainkan juga berkat kinerja yang baik dari segenap karyawan BRI.
"Tidak benar kalau semua pencapaian baik ini ada hanya karena dirut atau direksinya, sebab yang terjun langsung itu adalah karyawan. Jadi, mereka juga sangat berperan dalam kesuksesan ini," katanya pada SINDO.
Dia menilai peran dirinya sebagai pemimpin hanya sebagai penyemangat dan pemotivasi karyawan saja untuk dapat bekerja lebih baik dan giat. "Oleh karena itu, saya selalu melibatkan karyawan BRI dalam segala kegiatan dan gerakan kemajuan," ungkapnya.
Dengan konsep itulah, hingga saat ini Sofyan mengaku selalu rukun dengan serikat pekerja BRI dari Sabang sampai Merauke. Menurut dia, memang harus demikianlah konsep yang dilakukan dalam membangun semangat kerja karyawan, sehingga secara tidak langsung hubungan harmonis atasan dan bawahan akan tetap terjaga.
"Saya merasa bersyukur hingga kini komunikasi saya dengan serikat pekerja BRI bisa terjalin dengan baik," ujarnya.
Walaupun demikian, ketegasan Sofyan sebagai pemimpin juga tampak jelas terlihat dari upayanya untuk meyakinkan karyawan dalam menjaga aset yang dimiliki bersama. Misalnya, dalam menghadapi masalah fraud, tanpa ampun dia akan langsung memecat dan menindak tegas karyawan yang dinilai melakukan kesalahan. Sebaliknya, dia juga akan mengapresiasi setiap karyawan yang telah bekerja dengan baik dan maksimal. (bro)
()