Si Happy yang ubah PT Pos dari pola birokrat jadi entrepreneur
A
A
A
Sindonews.com - Pada masa lalu hingga pertengahan era 1990-an, kantor pos menjadi satu tempat yang sering dikunjungi masyarakat. Pasalnya, kantor pos menjadi jembatan komunikasi masyarakat dengan sanak keluarga. Terlebih di saat perayaan hari raya, kantor pos selalu kebanjiran pengiriman kartu ucapan.
Selain sebagai lembaga yang bisa menghubungkan masyarakat, keberadaan kantor pos secara tidak langsung menumbuhkan budaya menulis di kalangan masyarakat, meski hanya menulis surat cinta atau surat lamaran.
Terlebih jika melihat kotak bus surat yang ada di tepi jalan. Nasibnya hanya menjadi tegakan besi kotak tanpa arti. Padahal, dulu keberadaan kotak bus surat sempat menjadi salah satu primadona bagi masyarakat yang lokasinya jauh dari kantor pos. Setidaknya, kantor pos dengan segala instrumennya pernah memiliki masa jaya. Kini seiring perkembangan teknologi, eksistensi kantor pos tinggal kenangan.
Tanpa harus menuding, kemajuan teknologi disebut-sebut menjadi salah satu penyebab kerugian yang dialami PT Pos Indonesia dalam enam tahun terakhir ini. Pada 2004, kerugian Pos Indonesia sebesar Rp235 miliar, pada 2005 Rp145 miliar, pada 2006 Rp131 miliar, dan terus terjadi sampai 2008. Inilah fakta dan kondisi yang harus dialami PT Pos Indonesia.
Namun, hal ini juga sekaligus tantangan terbesar yang harus dihadapi. Namun sejak 2009, saat gebrakan dilakukan Direktur Utama PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana, perusahaan yang identik dengan pengiriman surat ini kembali mencatat keuntungan. Padahal, I Ketut baru masuk ke PT Pos Indonesia pada 25 Juli 2008.
Apa gebrakan I Ketut? Dia mencanangkan modernization and enpowerment, yaitu mengganti alat-alat yang kondisinya sangat rusak, seperti kendaraan operasional yang rata-rata usianya di atas 10 tahun.
"Pembenahan infrastruktur, saya lakukan seperti membangun VSAT di kota-kota kecil," kata I Ketut.
Awalnya untuk menjalankan gebrakan ini dibutuhkan dana yang cukup besar, tetapi hasil yang didapat juga cukup memuaskan. Gebrakan ini mendatangkan keuntungan dengan meningkatkan pendapatan jasa keuangan sampai 40 persen pada 2011. Artinya, dengan sistem online seluruh kantor pos, kerja perusahaan menjadi sangat efektif.
Dia juga melakukan perubahan mindset di kalangan karyawan. Perusahaan ini puluhan tahun lamanya menjadi perusahaan pemerintah yang serba disubsidi, sehingga ketika dituntut menjadi komersial perlu proaktif mengejar pasar.
"Pada awalnya mereka berpikir dari mana dananya. Tapi saya tetap lakukan.Kita upayakan berbagai cara, seperti dari sistem ownership, jadi sistem sewa," tambah I Ketut.
Hasilnya sangat mengejutkan. Biasanya biaya perusahaan terus naik, tapi pada 2008 justru mengalami penurunan hingga dua persen. Artinya, kendati PT Pos belum bisa mendorong peningkatan revenue, perusahaan pelat merah itu meningkatkan efisiensi.
"Sehingga keuntungan perusahaan saat itu mencapai Rp68 miliar di luar pajak," tukas I Ketut.
Nah, tahun ini pria asal Bali itu menetapkan sebagai awal entering a new era of Pos Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, hingga 2016 target pendapatan dipatok Rp10 triliun-Rp11 triliun. Bagi sejumlah orang ini mungkin mimpi, namun bagi I Ketut hal itu harus bisa diwujudkan.
Tahun ini pihaknya menargetkan pendapatan Rp3,7 triliun. Sebelumnya, pendapatan perusahaan mencapai Rp2,8 triliun. Tahun depan akan terus ditingkatkan sehingga target 2016 bisa tercapai. Tahun ini ditargetkannya kurir akan menangani surat PSO, sedangkan paket ditargetkan tumbuh 30 persen.
Dia juga akan melakukan bisnis e-commerce, di mana masyarakat desa bisa membeli barang-barang melalui PT Pos. Dia juga akan menjalin kerja sama dengan pos dari negara lain seperti Arab Saudi dan lainnya. Pihaknya juga akan mengembangkan logistik pedesaan.
Petani bisa memanfaatkan kiriman hasil pertanian menggunakan jasa pos. Secara garis besar, pihaknya akan melakukan pengembangan bisnis seperti anak perusahaan, melakukan perbaikan infrastruktur seperti perangkat pendukung, investasi, serta melengkapi SDM.
Bahkan, menurutnya bukan tidak mungkin Pos Indonesia akan menjadi investment holding. Tentang SDM, I Ketut menyatakan bahwa ini merupakan masalah krusial. Karena hampir 90 persen karyawan PT Pos Indonesia masih berpendidikan SMA. Dari sisi usia, pegawai yang berusia di atas 35 tahun mendekati 80 persen. Akibatnya, beberapa tahun terakhir, pihaknya pernah melakukan rekrutmen karyawan baru dan training pengembangan SDM.
Tak heran, ketika I Ketut dipercaya memegang kendali PT Pos Indonesia, dia langsung melakukan penataan SDM. Dia juga menumbuhkan budaya corporate baru. Dulu orang menganggap kerja atau tidak sama saja. Sekarang dia membangun basis pengelolaan manajemen yang berbasis kinerja.
Dengan slogan budaya baru "Cinta Pos" ada sejumlah budaya kerja yang digalakkan (seperti costumer orientation, integrity, networks, teamwork, accountable, professional, obsessed, and spiritual).
Dia juga memberikan enpowerment kepada pimpinan regional dan cabang untuk mengambil quick decision (pengambilan keputusan bisnis secara cepat). Hasilnya kini mulai mampu mengubah perilaku birokrat, menjadi entrepreneur.
I Ketut mengakui, bahwa saat ini perusahaan penyedia jasa keuangan, paket, dan logistik yang merupakan core bisnis PT Pos cukup banyak. Ini adalah kompetisi yang tidak bisa dielakkan.
Namun, dia bertekad memenangkan persaingan itu. Setidaknya, ada empat strategi prioritas yang akan dilakukan. Pihaknya akan kembali rebut market surat dan dokumen.
"Saat ini kita sedang membenahi sistem jaringan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Nanti akan kami bangun Operation Control Rol, di mana semua pergerakan surat, kantong kiriman pos, pergerakan kendaraan transportasi akan kita kontrol dari sistem tersebut," jelas I Ketut seraya berjanji akan menyajikan harga dan pelayanan yang kompetitif.
Ke depan, dia melihat semua bidang bisnis akan meningkat. Seperti surat masih tumbuh 14 persen. Walaupun surat personal turun, surat bisnis meningkat. Walaupun peningkatan jasa keuangan lebih besar dari jasa surat dan kiriman, bisnis jasa kiriman dokumen masih menjanjikan.
"Bisnis jasa keuangan menopang pendapatan cukup besar bagi PT Pos. Kita pun akan fokus menggarap logistik. Dalam jangka panjang, peran bisnis untuk ketiga core bisnis ini diharapkan berkembang. Setidaknya menguasai sekira 40 persen dari total revenue perusahaan," ujar I Ketut.
Di bawah kepemimpinannya, PT Pos akan merambah bisnis yang selama ini berada di luar core bisnis yang digeluti. Pada semester pertama tahun ini, pihaknya akan membentuk perusahaan properti. Hal ini untuk memanfaatkan gedung-gedung pos yang kurang efektif.
"Padahal, berada di tempat strategis. Terkadang lantai dua ke atas kosong. Nah, Lebih baik dimanfaatkan," tambah I Ketut.
Dia akan bekerja sama dengan pengelola properti, seperti perusahaan pengelola aset. Tahun ini dia akan bangun budget hotel yang ditargetkan bisa beroperasi pada 2013. Semoga saja, upaya I Ketut bisa mengembalikan PT Pos sebagai lembaga yang dibutuhkan masyarakat.
Jalani rutinitas dengan hati senang
Mendapat amanat memimpin BUMN yang sedang rugi, tentu bukan pekerjaan mudah. Perlu tenaga, pikiran, dan ketekunan agar perusahaan tersebut kembali menorehkan keuntungan.
Namun demikian, Direktur Utama PT Pos Indonesia Dr I Ketut Mardjana seolah menikmati semua pekerjaan berat yang diembannya. Buktinya, selama dua tahun terakhir, pria kelahiran 18 Maret 1951 itu sukses menakhodai perusahaan tersebut.
Pada dasarnya, resep yang dipakai cukup lazim melekat dengan keseharian masyarakat umum, yaitu happy. Beban pekerjaan dengan aktivitas cukup padat, dikerjakan Ketut Mardjana dengan sukacita.
Dia tidak menjadikan pekerjaan sebagai beban hidup. Justru pekerjaan dijadikannya sebagai rekreasi yang menghibur. Dengan konsep itu,dia mengaku tidak terbebani, walaupun tugas berat sebagai dirut cukup menguras tenaga.
"Setiap orang punya beban, apalagi dengan tekanan kerja cukup tinggi. Tapi saya bawa dengan happy. Misalnya beberapa hari lalu, saya harus ikut rapat dari jam 8 pagi-6 sore di Jakarta, tiba di Bandung langsung rapat sampai pukul 01.00 WIB dini hari, pada tempat dan topik berbeda. Tapi itu harus saya lakukan dan saya bawa enjoy saja," kata dia.
Bahkan, saking enjoy-nya dengan rutinitas pekerjaan itu, lelaki yang berasal dari Bali itu tak sungkan menerobos kerumunan macet di ibukota karena ada rapat penting. Keluar dari kendaraan yang ditumpanginya, Mardjana menggunakan ojek untuk sampai ke tempat rapat.
Walaupun sekelas dirut, Ketut Mardjana menikmati perjalanan itu. Begitu pun ketika dia harus menyelesaikan tugas di Jakarta atau Bandung. Ketika orang lain masih terlelap, Ketut Mardjana sudah mulai beraktivitas. Setidaknya, bila ada rapat di pagi hari, dia harus berangkat pukul 03.30 WIB dini hari.
"Orang mengatakan Bandung-Jakarta itu jauh karena memakan waktu sekira dua jam. Tapi itu kita nikmati saja. Jangan kita pikirkan jauhnya," jelas dia.
Di tengah kesibukannya, Ketut selalu menyempatkan diri untuk turun ke bawah mendatangi kantor-kantor pos sampai ke pelosok meskipun harus menempuh ratusan kilometer dan kondisi transportasi yang terbatas. Hal ini dia lakukan untuk mengetahui secara langsung kondisi lapangan yang sesungguhnya sekaligus untuk membuka komunikasi yang dekat dengan karyawan di lini bawah.
Bahkan, satu ketika dia pun menikmati pekerjaan tersebut ketika harus bersama-sama dengan pengantar surat mengendarai sepeda motor.
"Saya datang dan kasih motivasi mereka. Bagaimana pegawai pos harus berani berkomunikasi dengan pejabat daerah. Mereka harus berani bertemu lurah, camat, bupati, dan lainnya. Jangan sampai takut, karena ini bisnis. Bagaimana kita bisa mendapatkan bisnis ini. Dan hasilnya, kedatangan saya cukup memotivasi mereka," ungkap dia.
Tentu saja, di tengah kepadatan itu, doktor lulusan Monash University Australia yang selalu berpenampilan segar ini harus mengimbanginya dengan kesehatan fisik. Sesekali waktu, dia selalu menyempatkan olahraga, seperti jogging, bersepeda, atau main golf. Bagi dia, golf bukan sekadar mengasah fisik, melainkan juga mengembangkan jaringan bisnis.
Sebagaimana kata pepatah, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. "Di tengah kesibukan saya, banyak yang katakan saya tetap segar.Ini karena olah raga dan persepsi saya tentang pekerjaan selalu dibawa senang saja," timpal dia. (Bro)
Selain sebagai lembaga yang bisa menghubungkan masyarakat, keberadaan kantor pos secara tidak langsung menumbuhkan budaya menulis di kalangan masyarakat, meski hanya menulis surat cinta atau surat lamaran.
Terlebih jika melihat kotak bus surat yang ada di tepi jalan. Nasibnya hanya menjadi tegakan besi kotak tanpa arti. Padahal, dulu keberadaan kotak bus surat sempat menjadi salah satu primadona bagi masyarakat yang lokasinya jauh dari kantor pos. Setidaknya, kantor pos dengan segala instrumennya pernah memiliki masa jaya. Kini seiring perkembangan teknologi, eksistensi kantor pos tinggal kenangan.
Tanpa harus menuding, kemajuan teknologi disebut-sebut menjadi salah satu penyebab kerugian yang dialami PT Pos Indonesia dalam enam tahun terakhir ini. Pada 2004, kerugian Pos Indonesia sebesar Rp235 miliar, pada 2005 Rp145 miliar, pada 2006 Rp131 miliar, dan terus terjadi sampai 2008. Inilah fakta dan kondisi yang harus dialami PT Pos Indonesia.
Namun, hal ini juga sekaligus tantangan terbesar yang harus dihadapi. Namun sejak 2009, saat gebrakan dilakukan Direktur Utama PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana, perusahaan yang identik dengan pengiriman surat ini kembali mencatat keuntungan. Padahal, I Ketut baru masuk ke PT Pos Indonesia pada 25 Juli 2008.
Apa gebrakan I Ketut? Dia mencanangkan modernization and enpowerment, yaitu mengganti alat-alat yang kondisinya sangat rusak, seperti kendaraan operasional yang rata-rata usianya di atas 10 tahun.
"Pembenahan infrastruktur, saya lakukan seperti membangun VSAT di kota-kota kecil," kata I Ketut.
Awalnya untuk menjalankan gebrakan ini dibutuhkan dana yang cukup besar, tetapi hasil yang didapat juga cukup memuaskan. Gebrakan ini mendatangkan keuntungan dengan meningkatkan pendapatan jasa keuangan sampai 40 persen pada 2011. Artinya, dengan sistem online seluruh kantor pos, kerja perusahaan menjadi sangat efektif.
Dia juga melakukan perubahan mindset di kalangan karyawan. Perusahaan ini puluhan tahun lamanya menjadi perusahaan pemerintah yang serba disubsidi, sehingga ketika dituntut menjadi komersial perlu proaktif mengejar pasar.
"Pada awalnya mereka berpikir dari mana dananya. Tapi saya tetap lakukan.Kita upayakan berbagai cara, seperti dari sistem ownership, jadi sistem sewa," tambah I Ketut.
Hasilnya sangat mengejutkan. Biasanya biaya perusahaan terus naik, tapi pada 2008 justru mengalami penurunan hingga dua persen. Artinya, kendati PT Pos belum bisa mendorong peningkatan revenue, perusahaan pelat merah itu meningkatkan efisiensi.
"Sehingga keuntungan perusahaan saat itu mencapai Rp68 miliar di luar pajak," tukas I Ketut.
Nah, tahun ini pria asal Bali itu menetapkan sebagai awal entering a new era of Pos Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, hingga 2016 target pendapatan dipatok Rp10 triliun-Rp11 triliun. Bagi sejumlah orang ini mungkin mimpi, namun bagi I Ketut hal itu harus bisa diwujudkan.
Tahun ini pihaknya menargetkan pendapatan Rp3,7 triliun. Sebelumnya, pendapatan perusahaan mencapai Rp2,8 triliun. Tahun depan akan terus ditingkatkan sehingga target 2016 bisa tercapai. Tahun ini ditargetkannya kurir akan menangani surat PSO, sedangkan paket ditargetkan tumbuh 30 persen.
Dia juga akan melakukan bisnis e-commerce, di mana masyarakat desa bisa membeli barang-barang melalui PT Pos. Dia juga akan menjalin kerja sama dengan pos dari negara lain seperti Arab Saudi dan lainnya. Pihaknya juga akan mengembangkan logistik pedesaan.
Petani bisa memanfaatkan kiriman hasil pertanian menggunakan jasa pos. Secara garis besar, pihaknya akan melakukan pengembangan bisnis seperti anak perusahaan, melakukan perbaikan infrastruktur seperti perangkat pendukung, investasi, serta melengkapi SDM.
Bahkan, menurutnya bukan tidak mungkin Pos Indonesia akan menjadi investment holding. Tentang SDM, I Ketut menyatakan bahwa ini merupakan masalah krusial. Karena hampir 90 persen karyawan PT Pos Indonesia masih berpendidikan SMA. Dari sisi usia, pegawai yang berusia di atas 35 tahun mendekati 80 persen. Akibatnya, beberapa tahun terakhir, pihaknya pernah melakukan rekrutmen karyawan baru dan training pengembangan SDM.
Tak heran, ketika I Ketut dipercaya memegang kendali PT Pos Indonesia, dia langsung melakukan penataan SDM. Dia juga menumbuhkan budaya corporate baru. Dulu orang menganggap kerja atau tidak sama saja. Sekarang dia membangun basis pengelolaan manajemen yang berbasis kinerja.
Dengan slogan budaya baru "Cinta Pos" ada sejumlah budaya kerja yang digalakkan (seperti costumer orientation, integrity, networks, teamwork, accountable, professional, obsessed, and spiritual).
Dia juga memberikan enpowerment kepada pimpinan regional dan cabang untuk mengambil quick decision (pengambilan keputusan bisnis secara cepat). Hasilnya kini mulai mampu mengubah perilaku birokrat, menjadi entrepreneur.
I Ketut mengakui, bahwa saat ini perusahaan penyedia jasa keuangan, paket, dan logistik yang merupakan core bisnis PT Pos cukup banyak. Ini adalah kompetisi yang tidak bisa dielakkan.
Namun, dia bertekad memenangkan persaingan itu. Setidaknya, ada empat strategi prioritas yang akan dilakukan. Pihaknya akan kembali rebut market surat dan dokumen.
"Saat ini kita sedang membenahi sistem jaringan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Nanti akan kami bangun Operation Control Rol, di mana semua pergerakan surat, kantong kiriman pos, pergerakan kendaraan transportasi akan kita kontrol dari sistem tersebut," jelas I Ketut seraya berjanji akan menyajikan harga dan pelayanan yang kompetitif.
Ke depan, dia melihat semua bidang bisnis akan meningkat. Seperti surat masih tumbuh 14 persen. Walaupun surat personal turun, surat bisnis meningkat. Walaupun peningkatan jasa keuangan lebih besar dari jasa surat dan kiriman, bisnis jasa kiriman dokumen masih menjanjikan.
"Bisnis jasa keuangan menopang pendapatan cukup besar bagi PT Pos. Kita pun akan fokus menggarap logistik. Dalam jangka panjang, peran bisnis untuk ketiga core bisnis ini diharapkan berkembang. Setidaknya menguasai sekira 40 persen dari total revenue perusahaan," ujar I Ketut.
Di bawah kepemimpinannya, PT Pos akan merambah bisnis yang selama ini berada di luar core bisnis yang digeluti. Pada semester pertama tahun ini, pihaknya akan membentuk perusahaan properti. Hal ini untuk memanfaatkan gedung-gedung pos yang kurang efektif.
"Padahal, berada di tempat strategis. Terkadang lantai dua ke atas kosong. Nah, Lebih baik dimanfaatkan," tambah I Ketut.
Dia akan bekerja sama dengan pengelola properti, seperti perusahaan pengelola aset. Tahun ini dia akan bangun budget hotel yang ditargetkan bisa beroperasi pada 2013. Semoga saja, upaya I Ketut bisa mengembalikan PT Pos sebagai lembaga yang dibutuhkan masyarakat.
Jalani rutinitas dengan hati senang
Mendapat amanat memimpin BUMN yang sedang rugi, tentu bukan pekerjaan mudah. Perlu tenaga, pikiran, dan ketekunan agar perusahaan tersebut kembali menorehkan keuntungan.
Namun demikian, Direktur Utama PT Pos Indonesia Dr I Ketut Mardjana seolah menikmati semua pekerjaan berat yang diembannya. Buktinya, selama dua tahun terakhir, pria kelahiran 18 Maret 1951 itu sukses menakhodai perusahaan tersebut.
Pada dasarnya, resep yang dipakai cukup lazim melekat dengan keseharian masyarakat umum, yaitu happy. Beban pekerjaan dengan aktivitas cukup padat, dikerjakan Ketut Mardjana dengan sukacita.
Dia tidak menjadikan pekerjaan sebagai beban hidup. Justru pekerjaan dijadikannya sebagai rekreasi yang menghibur. Dengan konsep itu,dia mengaku tidak terbebani, walaupun tugas berat sebagai dirut cukup menguras tenaga.
"Setiap orang punya beban, apalagi dengan tekanan kerja cukup tinggi. Tapi saya bawa dengan happy. Misalnya beberapa hari lalu, saya harus ikut rapat dari jam 8 pagi-6 sore di Jakarta, tiba di Bandung langsung rapat sampai pukul 01.00 WIB dini hari, pada tempat dan topik berbeda. Tapi itu harus saya lakukan dan saya bawa enjoy saja," kata dia.
Bahkan, saking enjoy-nya dengan rutinitas pekerjaan itu, lelaki yang berasal dari Bali itu tak sungkan menerobos kerumunan macet di ibukota karena ada rapat penting. Keluar dari kendaraan yang ditumpanginya, Mardjana menggunakan ojek untuk sampai ke tempat rapat.
Walaupun sekelas dirut, Ketut Mardjana menikmati perjalanan itu. Begitu pun ketika dia harus menyelesaikan tugas di Jakarta atau Bandung. Ketika orang lain masih terlelap, Ketut Mardjana sudah mulai beraktivitas. Setidaknya, bila ada rapat di pagi hari, dia harus berangkat pukul 03.30 WIB dini hari.
"Orang mengatakan Bandung-Jakarta itu jauh karena memakan waktu sekira dua jam. Tapi itu kita nikmati saja. Jangan kita pikirkan jauhnya," jelas dia.
Di tengah kesibukannya, Ketut selalu menyempatkan diri untuk turun ke bawah mendatangi kantor-kantor pos sampai ke pelosok meskipun harus menempuh ratusan kilometer dan kondisi transportasi yang terbatas. Hal ini dia lakukan untuk mengetahui secara langsung kondisi lapangan yang sesungguhnya sekaligus untuk membuka komunikasi yang dekat dengan karyawan di lini bawah.
Bahkan, satu ketika dia pun menikmati pekerjaan tersebut ketika harus bersama-sama dengan pengantar surat mengendarai sepeda motor.
"Saya datang dan kasih motivasi mereka. Bagaimana pegawai pos harus berani berkomunikasi dengan pejabat daerah. Mereka harus berani bertemu lurah, camat, bupati, dan lainnya. Jangan sampai takut, karena ini bisnis. Bagaimana kita bisa mendapatkan bisnis ini. Dan hasilnya, kedatangan saya cukup memotivasi mereka," ungkap dia.
Tentu saja, di tengah kepadatan itu, doktor lulusan Monash University Australia yang selalu berpenampilan segar ini harus mengimbanginya dengan kesehatan fisik. Sesekali waktu, dia selalu menyempatkan olahraga, seperti jogging, bersepeda, atau main golf. Bagi dia, golf bukan sekadar mengasah fisik, melainkan juga mengembangkan jaringan bisnis.
Sebagaimana kata pepatah, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. "Di tengah kesibukan saya, banyak yang katakan saya tetap segar.Ini karena olah raga dan persepsi saya tentang pekerjaan selalu dibawa senang saja," timpal dia. (Bro)
()