Harga Properti China Melemah

Kamis, 19 Januari 2012 - 10:40 WIB
Harga Properti China Melemah
Harga Properti China Melemah
A A A


Sindonews.com - Data-data perekonomian China sepanjang tahun lalu ditutup dengan melemahnya sektor properti di tengah tekanan krisis utang Eropa.

Biro Statistik Nasional China menyatakan harga rumah di 52 dari 70 kota mengalami penurunan pada Desember. Penurunan tersebut merupakan yang ketiga kalinya berturut-turut secara bulanan dan semakin menguatkan bahwa perekonomian China tahun lalu berada pada tahapan perlambatan. Seperti diberitakan sepanjang 2011, ekonomi China hanya tumbuh 9,2 persen dibandingkan 10,4 persen pada 2010.

”Harga rumah baru yang dibangun di kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai, Shenzen, dan Guangzhou sedikit lebih rendah dibandingkan dengan November,” ungkap Biro Statistik Nasional China dalam pernyataan resminya seperti dikutip Wall Street Journal hari ini.

Lembaga tersebut menambahkan, harga rumah di Beijing pada akhir tahun lalu hanya naik 1 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 1,8 persen.

BBC melaporkan, meski China tidak memberikan rata-rata nasional mengenai data properti, harga rumah mengalami kenaikan 1,4 persen pada Desember, turun dari 2,2 persen pada bulan sebelumnya.
Sekadar diketahui, pemerintah China telah memperkenalkan sejumlah langkah pada tahun lalu guna mencegah gelembung di pasar properti yang cenderung spekulatif. Langkah tersebut termasuk larangan membeli rumah kedua di beberapa kota dan meningkatkan deposit minimal serta pajak properti.

”Kemajuan utama kami adalah jika investasi spekulatif yang berbasis di pasar properti dibatasi,” kata Kepala Biro Statistik Nasional China Ma Jiantang.

Secara keseluruhan, investasi properti meningkat 27,9 persen menjadi 6,17 triliun yuan (USD980 miliar) pada 2011, melambat dari pertumbuhan sebesar 33,2 persen pada 2010.

Beberapa analis telah memperingatkan bahwa meredanya pasar properti China telah meletakkan tekanan pada perekonomian secara keseluruhan.

”Koreksi pasar properti menjadi momentum kelemahan terbesar,” ungkap Alistair Thornton, analis IHS Global Insight di Beijing.

Di bagian lain, pemerintah China menyatakan, investasi langsung asing di negara tersebut naik ke rekor tertinggi sebesar 9,7 persen pada 2011 menjadi USD116 miliar di tengah gejolak ekonomi global.

Akan tetapi,investasi perusahaan luar negeri mengalami penurunan sebesar 12,7 persen yoy pada Desember menjadi USD12,2 miliar karena perlambatan ekonomi di seluruh dunia. Hal itu menjadi penurunan bulanan kedua berturut-turut dalam investasi asing di China, pada November tahun lalu turun untuk satu bulan sejak Juli 2009.

AFP melaporkan, sektor jasa telah mengungguli industri manufaktur China dalam menarik investasi untuk pertama kalinya pada 2011 menjadi USD55,24 miliar atau naik 20,5 persen pada 2010. Sedangkan investasi asing di sektor manufaktur hanya meningkat 5,1 persen yoy menjadi USD52,1 miliar. Sebelumnya pemerintah China menyatakan akan melakukan pelonggaran terhadap pembatasan investasi asing di beberapa sektor, sementara menambah proporsi modal asing pada sektor lain.

Pada saat yang sama, Beijing juga akan menarik kembali dukungan untuk investasi asing di bidang manufaktur automotif guna mendorong industri dalam negeri di pasar mobil terbesar dunia.

Analis mengatakan, langkah itu tidak memungkinkan untuk memaksa perusahaan-perusahaan automotif global guna meninggalkan negara yang berpenduduk lebih dari 1,3 miliar jiwa tersebut, tetapi hanya mempersulit bagi pembuat mobil asing untuk masuk ke pasar automotif China.

Masih Tetap Memimpin
Meski perekonomian China pada 2011 hanya tumbuh 9,2 persen, terendah dalam dua tahun, ke depan negara itu masih akan memimpin pertumbuhan ekonomi dunia. Proyeksi terbaru Bank Dunia menyatakan, ekonomi China akan tumbuh di level 8,4 persen pada tahun ini. Perlambatan tersebut diperkirakan karena Negeri Panda akan meningkatkan impor dan membuat kebijakan fiskal lebih longgar untuk merespons perubahan kondisi ekonomi dunia.

”Tidak ada negara atau pun wilayah akan kembali pada konsekuensi penurunan serius. Ini saatnya bagi negara berkembang merencanakan bagaimana untuk mengatasi dampak dalamnya krisis,” kata Bank Dunia, seperti dikutip AFP, kemarin. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6648 seconds (0.1#10.140)