Kemenakertrans jawab putusan MK dengan surat edaran
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) akhirnya menerbitkan Surat Edaran Nomor B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Januari 2012.
Penerbitan surat edaran yang ditujukan kepada Kepala Instansi yang bertanggungjawab di bidang Ketenagakerjaan Provinsi di seluruh Indonesia ini berdasarkan pada pengujian Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan Mahkamah Konstitusi.
“Keputusan Mahkamah Konstitusi itu ditindaklanjuti dengan Surat Edaran untuk mengatur dengan lebih tepat lagi mekanisme yang selama ini sudah berjalan, sehingga hak-hak para pekerja outsourcing benar-benar terjamin," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar di kantor Kemenakertrans, Jalan Gatot Subroto, Jumat (20/1/2012).
Agar mekanisme tersebut dapat berjalan dengan baik, Muhaimin menambahkan pihak Kemenakertrans akan mengintensifkan pengawasan perusahaan pengerah outsourcing sehingga kelangsungan para pekerja menjadi terjamin.
“Pengawasan ketenagakerjaan yang akan ditingkatkan baik pembinaan maupun dalam konteks pada penegakan hukum. Perusahaan jasa outsourcing harus benar-benar mengikuti peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Perusahaan tidak akan ditutup tapi harus menjamin kesejahteraan para pekerjanya," jelasnya.
Sementara itu Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Myra M. Hanartani mengatakan, ada beberapa pokok aturan yang dijelaskan dalam surat edaran tersebut.
Myra menjelaskan, intinya untuk kegiatan outsourcing itu harus Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (permanen), tetapi kegiatan outsourcing boleh menggunakan PKWT dengan syarat harus ada jaminan kelangsungan pekerjaan bagi pekerjanya. Hal ini untuk itu harus ada jaminan kelangsungan pekerjaan.
“Dalam point pertama disebutkan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tetap berlaku,“ kata Myra.
Point selanjutnya, tambah Myra, dalam hal perusahaan menerapkan sistem penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang Nornor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka ada beberapa hal yang harus dipatuhi.
“Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya tidak memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang obyek kerjanya tetap ada (sama), maka harus didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)," terangnya.
“Namun apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya sudah memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang obyek kerjanya tetap ada (sama), dapat didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)," paparnnya.
Sementara untuk keberadaan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak sebelum diterbitkannya putusan Mahkamah Konstitusi ini, maka PKWT yang saat ini masih berlangsung pada perusahaan pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Penerbitan surat edaran yang ditujukan kepada Kepala Instansi yang bertanggungjawab di bidang Ketenagakerjaan Provinsi di seluruh Indonesia ini berdasarkan pada pengujian Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan Mahkamah Konstitusi.
“Keputusan Mahkamah Konstitusi itu ditindaklanjuti dengan Surat Edaran untuk mengatur dengan lebih tepat lagi mekanisme yang selama ini sudah berjalan, sehingga hak-hak para pekerja outsourcing benar-benar terjamin," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar di kantor Kemenakertrans, Jalan Gatot Subroto, Jumat (20/1/2012).
Agar mekanisme tersebut dapat berjalan dengan baik, Muhaimin menambahkan pihak Kemenakertrans akan mengintensifkan pengawasan perusahaan pengerah outsourcing sehingga kelangsungan para pekerja menjadi terjamin.
“Pengawasan ketenagakerjaan yang akan ditingkatkan baik pembinaan maupun dalam konteks pada penegakan hukum. Perusahaan jasa outsourcing harus benar-benar mengikuti peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Perusahaan tidak akan ditutup tapi harus menjamin kesejahteraan para pekerjanya," jelasnya.
Sementara itu Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Myra M. Hanartani mengatakan, ada beberapa pokok aturan yang dijelaskan dalam surat edaran tersebut.
Myra menjelaskan, intinya untuk kegiatan outsourcing itu harus Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (permanen), tetapi kegiatan outsourcing boleh menggunakan PKWT dengan syarat harus ada jaminan kelangsungan pekerjaan bagi pekerjanya. Hal ini untuk itu harus ada jaminan kelangsungan pekerjaan.
“Dalam point pertama disebutkan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tetap berlaku,“ kata Myra.
Point selanjutnya, tambah Myra, dalam hal perusahaan menerapkan sistem penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang Nornor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka ada beberapa hal yang harus dipatuhi.
“Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya tidak memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang obyek kerjanya tetap ada (sama), maka harus didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)," terangnya.
“Namun apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya sudah memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang obyek kerjanya tetap ada (sama), dapat didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)," paparnnya.
Sementara untuk keberadaan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak sebelum diterbitkannya putusan Mahkamah Konstitusi ini, maka PKWT yang saat ini masih berlangsung pada perusahaan pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan.
()