Salah tafsir UU APBN, DPR ajukan judicial review
A
A
A
Sindonews.com - Kebijakan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan dilakukan pemerintah dinilai akibat dari salah tafsir terhadap UU APBN 2012 Pasal 7 dan ayat-ayatnya.
"Sebenarnya dasar pemerintah melakukan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM), dengan berpatokan Pasal 7 APBN 2012 selama ini sudah salah tafsir," ujar Anggota Komisi VII DPR RI Daryatmo Mardiyanto yang ditemui dalam rapat kerja dengan Kementerian ESDM di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (30/1/2012).
Lebih lanjut Daryatmo menuturkan, dalam pasal 7 ayat 4 UU nomor 22 tahun 2012 tersebut pengendalian anggaran subsidi BBM dilakukan melalui pengalokasian BBM bersubsidi secara tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.
"Setelah kami mengadakan pertemuan dengan beberapa stakeholder, seperti BPH Migas, Pertamina, para pengamat migas dan lain-lain, di mana digambarkan bahwa pembatasan BBM dalam waktu dekat atau 1 April 2012 merupakan hal yang mustahil dilakukan," ungkapnya.
Oleh sebab itu, lanjut dia, beberapa anggota Komisi VII DPR RI dari fraksi PDIP mengajukan surat ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengadukan judicial review pasal 7 UU APBN 2012 mengenai pengendalian anggaran subsidi BBM yang disalahtafsirkan.
"Surat judicial review tersebut telah diterima MK, dalam waktu tujuh hari untuk mempersiapkan dan dalam waktu 14 hari sudah ada keputusan dari MK," pungkasnya.
Masih pada kesempatan yang sama Ketua Komisi VII Teuku Rifky Harsya dari fraksi Partai Demokrat juga membenarkan terjadinya pengajuan tersebut dari PDI Perjuangan.
"Tadi pagi dari fraksi PDI P sudah memberikan surat ke pimpinan DPR dengan tembusan ke komisi dan presiden, dan kemudian pimpinan DPR akan melakukan rapat secepat mungkin melalui mekanisme yang ada," ungkapnya. (ank)
"Sebenarnya dasar pemerintah melakukan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM), dengan berpatokan Pasal 7 APBN 2012 selama ini sudah salah tafsir," ujar Anggota Komisi VII DPR RI Daryatmo Mardiyanto yang ditemui dalam rapat kerja dengan Kementerian ESDM di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (30/1/2012).
Lebih lanjut Daryatmo menuturkan, dalam pasal 7 ayat 4 UU nomor 22 tahun 2012 tersebut pengendalian anggaran subsidi BBM dilakukan melalui pengalokasian BBM bersubsidi secara tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.
"Setelah kami mengadakan pertemuan dengan beberapa stakeholder, seperti BPH Migas, Pertamina, para pengamat migas dan lain-lain, di mana digambarkan bahwa pembatasan BBM dalam waktu dekat atau 1 April 2012 merupakan hal yang mustahil dilakukan," ungkapnya.
Oleh sebab itu, lanjut dia, beberapa anggota Komisi VII DPR RI dari fraksi PDIP mengajukan surat ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengadukan judicial review pasal 7 UU APBN 2012 mengenai pengendalian anggaran subsidi BBM yang disalahtafsirkan.
"Surat judicial review tersebut telah diterima MK, dalam waktu tujuh hari untuk mempersiapkan dan dalam waktu 14 hari sudah ada keputusan dari MK," pungkasnya.
Masih pada kesempatan yang sama Ketua Komisi VII Teuku Rifky Harsya dari fraksi Partai Demokrat juga membenarkan terjadinya pengajuan tersebut dari PDI Perjuangan.
"Tadi pagi dari fraksi PDI P sudah memberikan surat ke pimpinan DPR dengan tembusan ke komisi dan presiden, dan kemudian pimpinan DPR akan melakukan rapat secepat mungkin melalui mekanisme yang ada," ungkapnya. (ank)
()