Daya beli naik, Kemendag tak pusing jika BBM naik
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Perdagangan tidak terlalu memusingkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) apabila daya beli masyarakat terus meningkat.
"Untuk BBM kalau saya melihatnya, jika masih bisa diserap oleh daya beli masyarakat secara luas dan daya beli kita terus meningkat kenapa tidak," ujar Menteri Perdagangan Gita Wirjawan yang ditemui dalam acara Prefential Trade Agreement dengan Pakistan di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (3/2/2012).
Dirinya mengatakan daya beli masyarakat tetap meningkat setiap tahun terbukti dengan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai USD1 triliun dibandingkan beberapa tahun lalu dibawah USD200 miliar.
"Itu kan mencerminkan daya beli yang meningkat, selama daya beli itu bisa menyerap kenaikan harga apapun dalam batas-batas yang wajar kenapa tidak dipertimbangkan. Tapi kalau tidak bisa diserap itu akan menjadi pertimbangan yang harus dipertimbangkan untuk tidak melakukan. Intinya kalau bisa diserap bisa dipertimbangkan untuk naik," tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kebijakan pemerintah untuk melakukan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tampaknya mengarah untuk menaikkan harga BBM subsidi ketimbang melakukan pembatasan BBM maupun berpindah ke Bahan Bakar Gas (BBG).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, pembatasan BBM terbentur sedikitnya jumlah converter kit, berpindah ke pertamax membutuhkan dispenser baru di semua SPBU, sedangkan pindah ke BBG perlu waktu lama.
"Munculah opsi satu lagi. Diturunkan subsidinya. Kalau membuat premium Rp8.200 (per liter), sekarang dijual Rp4.500. Subsidi Rp3.700. Ini yang akan diturunkan, apakah Rp500, Rp1.000, atau Rp1.500. Bahasa rakyatnya naik sedikit," papar Jero. (ank)
"Untuk BBM kalau saya melihatnya, jika masih bisa diserap oleh daya beli masyarakat secara luas dan daya beli kita terus meningkat kenapa tidak," ujar Menteri Perdagangan Gita Wirjawan yang ditemui dalam acara Prefential Trade Agreement dengan Pakistan di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (3/2/2012).
Dirinya mengatakan daya beli masyarakat tetap meningkat setiap tahun terbukti dengan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai USD1 triliun dibandingkan beberapa tahun lalu dibawah USD200 miliar.
"Itu kan mencerminkan daya beli yang meningkat, selama daya beli itu bisa menyerap kenaikan harga apapun dalam batas-batas yang wajar kenapa tidak dipertimbangkan. Tapi kalau tidak bisa diserap itu akan menjadi pertimbangan yang harus dipertimbangkan untuk tidak melakukan. Intinya kalau bisa diserap bisa dipertimbangkan untuk naik," tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kebijakan pemerintah untuk melakukan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tampaknya mengarah untuk menaikkan harga BBM subsidi ketimbang melakukan pembatasan BBM maupun berpindah ke Bahan Bakar Gas (BBG).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, pembatasan BBM terbentur sedikitnya jumlah converter kit, berpindah ke pertamax membutuhkan dispenser baru di semua SPBU, sedangkan pindah ke BBG perlu waktu lama.
"Munculah opsi satu lagi. Diturunkan subsidinya. Kalau membuat premium Rp8.200 (per liter), sekarang dijual Rp4.500. Subsidi Rp3.700. Ini yang akan diturunkan, apakah Rp500, Rp1.000, atau Rp1.500. Bahasa rakyatnya naik sedikit," papar Jero. (ank)
()