Deposito, reksa dana, dan obligasi dolar

Minggu, 05 Februari 2012 - 11:32 WIB
Deposito, reksa dana,...
Deposito, reksa dana, dan obligasi dolar
A A A


Sindonews.com - Dolar Amerika (USD) terus menguat terhadap hampir semua mata uang dunia. Anda mempunyai dana lebih dan berniat investasi dalam dolar secara mudah dan aman? Jika ya, Anda mempunyai tiga pilihan yaitu deposito dan tabungan, obligasi, serta reksa dana pendapatan tetap dalam USD.

Investasi saham dan properti di luar negeri tidak bisa dibilang mudah dan investasi lain di luar pilihan di atas tidak memenuhi kriteria aman. Menurut data yang ada, pilihan utama investor Indonesia adalah deposito dan tabungan USD yang mencapai seratus triliun lebih, diikuti reksa dana USD dan obligasi USD. Apa yang harus diperhatikan investor sebelum berinvestasi dalam USD dan bagaimana menghitung return-nya? Berikut panduannya.

Risiko nilai tukar
Deposito USD ditawarkan hampir semua bank devisa di Indonesia dengan suku bunga 0,25-2%. Seperti deposito rupiah, deposito USD dengan bunga maksimal 1,5% juga dijamin Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) dan bunganya kena pajak penghasilan 20%. Bedanya adalah suku bunganya. Suku bunga deposito USD tidak mengacu pada bunga Bank Indonesia (BI), tetapi pada bunga Federal Reserve Bank Amerika Serikat (AS) atau Fed rate, yang besarnya 0,25% saat ini.

Suku bunga BI lebih tinggi karena inflasi di Indonesia lebih tinggi daripada di AS. Ini sesuai Persamaan Fisher. Pertanyaannya, jika bunganya lebih rendah, apa menariknya deposito USD? Jawabannya adalah potensi penguatan atau apresiasi USD terhadap rupiah. Menurut paritas daya beli, mata uang negara yang inflasinya lebih rendah akan mengalami apresiasi sebesar selisih tingkat inflasinya sehingga total return deposito USD adalah suku bunga nominal plus apresiasi USD terhadap rupiah.

Maksudnya, jika inflasi di AS 2% dan di Indonesia 6%, kemungkinan apresiasi USD adalah 4%.Jika bunga deposito USD adalah 1% dan USD mengalami apresiasi sebesar 4% selama periode deposito, misalnya dari Rp9.000 menjadi Rp9.360, return menjadi 5%. Return inilah yang mestinya dibandingkan dengan suku bunga nominal deposito rupiah.

Jika ternyata USD tidak menguat tetapi melemah (depresiasi) sebesar 2%, katakan dari Rp9.000 menjadi Rp8.820, return yang diperoleh investor menjadi –1% (1%–2%). Karena return bisa lebih tinggi dan lebih rendah dari bunga nominal, kita mengatakan deposito USD mengandung risiko nilai tukar yaitu risiko yang ditimbulkan dari perubahan kurs. Mereka yang mempunyai harta atau kewajiban dalam valuta asing termasuk deposito USD harus memperhatikan risiko ini.

Obligasi USD
Karena bersifat langsung dan lebih berisiko, obligasi USD berbunga lebih tinggi daripada deposito USD. Investor obligasi USD dapat memperoleh yield 1,87% p.a. untuk korporasi dengan rating “AAA” hingga 2,65% untuk korporasi dengan rating “A” untuk tenor lima tahun dan mulai dari 4,41% hingga lebih dari 6% p.a. untuk yang bertenor 20 tahun.

Selain risiko likuiditas, maturitas, dan default (lihat tulisan saya tentang risiko investasi dalam obligasi korporasi di harian Seputar Indonesia 13 November 2011), obligasi USD juga mengandung risiko nilai tukar dan risiko harga.

Jika Fed rate naik, akan ada capital loss. Ingat, harga pasar obligasi berbunga tetap selalu berbanding terbalik dengan suku bunga pasar. Karena itu, total return investasi dalam obligasi USD adalah bunga obligasi ±capital gain/loss± apresiasi/depresiasi USD.

Sebagai ilustrasi, misalkan seorang investor pada awal 2012 ini membeli obligasi global pemerintah RI berbunga 5,25% dengan yield 5,35% saat kurs Rp9100/USD. Jika USD mengalami apresiasi 5% menjadi Rp9.555, total return investor tersebut adalah 5,25% (bunga nominal) +5% (apresiasi USD) atau 10,25%.

Cukup menggiurkan, bukan? Sayangnya, tidak seperti deposito USD, obligasi USD ritel di Indonesia hanya ditawarkan beberapa bank asing terkemuka yang bertindak sebagai agen penjual.

Bank-bank asing itu menawarkan belasan obligasi korporasi AS dengan rating minimal “A”, untuk investor dengan dana minimal USD50.000 atau USD100.000. Pada saat yang sama, tidak kurang dari belasan korporasi Indonesia juga menerbitkan obligasi USD bernilai total miliaran USD, tetapi ditujukan untuk investor institusi seperti reksa dana.

Obligasi PT Berau Coal Energy senilai USD450 juta yang akan jatuh tempo 2015 dengan kupon 12,5% misalnya tahun lalu memberikan yield 9,45%. Sedangkan obligasi PT Adaro Indonesia senilai USD800 juta bertenor 10 tahun hingga 2019 sempat memberikan yield sekitar 7%.

Reksa dana USD

Jika Anda kurang tertarik dengan deposito USD karena berbunga rendah, tetapi dana Anda tidak cukup besar untuk membeli obligasi global RI atau obligasi korporasi USD, Anda dapat memilih sekitar belasan reksa dana pendapatan tetap dalam USD yang ditawarkan perusahaan sekuritas Indonesia dengan nama Maestro dollar, Melati Dollar, Mr Dollar, Dana Dollar, dan lainnya.

Dana yang dihimpun reksa dana USD itu akan ditanamkan dalam obligasi USD yang dikeluarkan pemerintah/korporasi Indonesia dan luar negeri. Jadi, investasi dalam reksa dana pendapatan tetap USD sebenarnya sama saja dengan investasi dalam obligasi USD tetapi secara tidak langsung.

Tips untuk investor
Mana yang sebaiknya dipilih? Jika Anda yakin bunga obligasi USD akan turun atau USD akan terus menguat, Anda sebaiknya membeli obligasi USD. Jika Anda belum berani berinvestasi langsung dalam obligasi USD atau ingin melakukan diversifikasi dengan dana terbatas, silakan pilih reksa dana pendapatan tetap USD.

Untuk memilih reksa dana USD yang terbaik, teliti kinerja tiga tahun terakhir dan perhatikan subscription fee, management fee, dan redemption fee dari belasan reksa dana USD yang ada. Jika Anda optimistis bunga obligasi USD tidak akan turun dalam satu dua tahun ke depan dan USD akan menguat terhadap rupiah, pilihlah deposito USD.

Terakhir, jika Anda percaya USD akan stabil atau melemah terhadap rupiah, hindari deposito/obligasi/reksa dana USD. Masukkan dana Anda dalam ORI atau obligasi rupiah lainnya.

BUDI FRENSIDY
Penasihat Investasi dan Penulis Buku Matematika Keuangan
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7202 seconds (0.1#10.140)