Ciptakan brand lokal melalui tas

Minggu, 12 Februari 2012 - 10:03 WIB
Ciptakan brand lokal...
Ciptakan brand lokal melalui tas
A A A
Sindonews.com - Produk-produk brand internasional semakin membanjiri pasar dalam negeri. Para konsumen pun semakin dimanjakan dengan bermunculannya produk-produk baru dan tanpa disadari rasa nasionalisme cinta produk dalam negeri semakin terkikis.

Berangkat dari rasa keprihatinan akan produk-produk asli anak negeri yang tergerus globalisasi, Myrna Arifin pemilik Taqilla Bags bertekad menciptakan brand Indonesia yang tak kalah bersaing dengan produk luar negeri. Mengakui terpacu melihat produk-produk impor yang bebas di pasaran Tanah Air, Myrna (begitu sapaan akrabnya) mantapkan langkah membuka bisnis fashionable gadget bag asli anak negeri.

“Banyak sekali brand luar negeri yang dibuat di Indonesia, tapi kenapa kita hanya bisa jadi pekerjanya, dengan masa penjajahan dulu seperti tidak ada bedanya. Kenapa kita tidak bisa ciptakan brand sendiri yang punya nama juga di dunia.Memulai Taqilla Bags saya juga banyak pelajari merekmerek luar dan menyatukan spirit mereka menjadi Taqilla,” ucap Myrna yang lebih suka menyebut Taqilla Bags sebagai UKM ini.

Tepatnya lima tahun yang lalu alumnus sarjana ekonomi Universitas Padjajaran Bandung ini mendirikan Taqilla Bags dengan bemodalkan Rp20 juta. Myrna yang sehari-harinya ibu rumah tangga ini pun menyewa sebuah tempat yang tak jauh dari lingkungan rumahnya di daerah Pondok Gede untuk dijadikan workshop produksi Taqilla Bags.

Tak hanya berbekalkan spirit menciptakan produk dalam negeri sendiri, ibu beranak dua ini pun melakukan beberapa riset akan konsep produk seperti apakah yang dibutuhkan dan tentu disukai para penggemar Taqilla Bags nanti.

Berbicara mengenai alasan kenapa Myrna memilih fashionable gadget bag sebagai lini bisnisnya wanita kelahiran Bandung, 6 April 1970 ini menceritakan bahwa pada saat itu perkembangan teknologi terutama gadget seperti telepon seluler dan laptop sangat pesat, namun tidak diimbangi dengan tren tas perangkat komputer itu sendiri. Dia melihat potensi besar dalam bisnis yang memang belum banyak pesaingnya ketika itu.

“Saya melihat tren laptopnya tidak seimbang dengan perangkat pendampingnya yaitu tas. Kebanyakan saat itu tas memiliki desain yang sangat kaku dan saya berpikir untuk membuat tas yang matching dan enak dilihat dengan laptopnya,” kenangnya.

Tekad sudah bulat, Myrna yang mengawali bisnisnya dengan mempekerjakan dua staf dan dua tukang jahit ini pun mulai memasarkan produk-produk Taqilla Bags baik secara online maupun menitipkan ke sebuah toko.

Myrna menceritakan awalnya Taqilla Bags memproduksi sekitar 300 buah tas karena memang Myrna tak hanya menerima pesanan personal, tetapi juga korporasi yang bersifat borongan.

Para penggemar koleksi Taqilla Bags pun tak hanya berasal dari kaum wanita karier, tetapi juga para pria yang membutuhkan sebuah tas laptop yang tentu sesuai desain favorit para penggunanya.

Harga yang dipatok dari koleksi Taqilla Bags pun setara dengan kualitas dan desain unik yang ditampilkan, mulai dari Rp150.000 hingga Rp500.000 di bandroll Myrna untuk koleksi yang tidak berbahan kulit, sedangkan koleksi Taqilla Bags berbahan kulit berada di kisaran Rp1 juta.

Merasa sudah cukup diterima para penggemar koleksi tasnya, Myrna pun memberanikan diri merambah dunia retail dengan membuka sebuah butik tas khas Taqilla Bags di salah satu pusat perbelanjaan terkemuka di Jakarta pada 2008.

Di sinilah Myrna mengalami beberapa kendala dalam menjalankan bisnis ritelnya. Dengan tersenyum Myrna menceritakan masa-masa pahit Taqilla Bags yang patut dijadikan sebagai pengalaman berharga dan panutan ke depan.

Dia mengaku menjalankan bisnis retail tidaklah mudah karena beberapa faktor penting seperti lokasi, marketing, dan sumber daya manusia (SDM) harus benar-benar dipikirkan secara matang.

Semisal pemilihan lokasi, penempatan di salah satu pusat perbelanjaan paling terkemuka pun tak cukup menjamin produk-produk yang dipasarkan dilirik pembeli. Selain itu, konflik di antara para karyawan di workshop pun tak bisa dihindari karena menurutnya untuk mengatur 15 karyawan saat dirinya menjalankan bisnis ritel tak pelak cukup menguras tenaga dan pikiran sementara SDM yang dipekerjakan tidak proporsional.

Hanya berlangsung dua tahun, Myrna akhirnya memutuskan untuk menutup butiknya dan fokus pada pesanan-pesanan korporasi dan personal hingga kini.

“Di semua UKM seperti Taqilla Bags ini pasti pernah menelan pil pahit sebelum mencapai kesuksesan. Entah itu masalah lokasi, SDM, pemasaran, dan lainnya memang sulit dihindari. Tapi, yang terpenting bagi saya pribadi adalah bagaimana kita bisa berbagi ilmu dan pengalaman kepada para pekerja yang nanti bisa digunakan suatu saat nanti menjalankan usahanya sendiri,” ungkap entrepreneur yang juga menambah variasi koleksinya seperti pouch ponsel dan tablet.

Munculnya berbagai produk serupa saat ini tak lantas membuat Myrna merasa takut akan persaingan dalam bisnisnya. Myrna pun mengatakan produk buatan Taqilla Bags memiliki keunikan dan ciri khasnya sendiri.

“Taqilla Bags dijahit dengan hati dan di tiap koleksinya terselip inspirasi yang menyatu apik seraya menampilkan kesan elegan dan unik,” paparnya yang per bulannya bisa meraup Rp60-100 juta.

Sebagai pengusaha, Myrna tentu memiliki impian dan keinginan yang belum terwujudkan. Salah satunya menjadikan Taqilla Bags sebagai duta brand Indonesia di negeri sendiri dan Asia yang memiliki kualitas dan innerbeauty tak kalah bersaing dengan produk dunia lainnya.

Tak lengkap rasanya seorang pengusaha tak memiliki falsafah hidup, Myrna pun menjadikan selalu berpikiran positif adalah kunci suksesnya hingga kini. Dia menganggap kegagalan bukanlah suatu hal yang bisa dijadikan alasan untuk menyerah. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0361 seconds (0.1#10.140)