BI-LPS perlu bahas bunga penjaminan

Selasa, 14 Februari 2012 - 08:53 WIB
BI-LPS perlu bahas bunga penjaminan
BI-LPS perlu bahas bunga penjaminan
A A A


Sindonews.com - Kalangan perbankan meminta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Bank Indonesia (BI) duduk bersama untuk membahas perhitungan suku bunga penjaminan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kemarin menurunkan suku bunga penjaminan untuk bank umum menjadi 6 persen.

Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani mengatakan, penurunan suku bunga penjaminan ini sejalan dengan semakin turunnya tingkat bunga di pasar. LPS menurunkan bunga penjaminan sebesar 50 basis poin (bps) untuk rupiah dan 25 bps untuk valuta asing (valas) di bank umum, sedangkan bunga penjaminan untuk rupiah di BPR turun 100 bps.

”Sehingga, bunga penjaminan yang akan berlaku dari 15 Februari hingga 14 Mei 2012 adalah di bank umum rupiah sebesar 6 persen dan valas 1,25 persen, di BPR rupiah 8,50 persen,” ujar Firdaus dalam pesan singkatnya di Jakarta, Senin 13 Februari 2012.

Di tempat terpisah, Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah mengatakan, penurunan suku bunga LPS sudah seharusnya dilakukan. Bukan saja mengingat BI Rate sudah di posisi 5,75 persen, namun juga karena suku bunga di pasar berada di kisaran 4 persen.

Dia menegaskan bahwa BI Rate bukan market rate. Yang dipergunakan pasar adalah bunga seperti di Fasbi (Fasilitas Simpanan Bank Indonesia), pasar uang antarbank (PUAB), dan reverse repo SBN yang semuanya berada di kisaran 4 persen. Jadi, keseimbangan pasar bukan dengan BI Rate yang 5,75 persen tetapi di kisaran 4 persen.

Menurut Halim, dengan bunga pasar yang jauh di bawah BI Rate, seharusnya LPS juga tidak perlu menggunakan suku bunga acuan BI sebagai patokan penentuan bunga penjaminan. Halim menegaskan, bank sentral akan bicara dengan LPS. “Kita akan bicara dengan LPS bahwa BI Rate bukan market ratelagi,” kata Halim.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai sebaiknya BI dan LPS memang harus duduk bersama untuk membahas perhitungan suku bunga penjaminan. Menurut Sigit, tingginya suku bunga di bank bukan semata-mata disebabkan bank mengikuti bunga penjaminan LPS.

Masih ada tiga komponen lain, yaitu struktur modal bank, kemampuan likuiditas bank ketika krisis dan struktur dana murah dan deposito. “Lebih baik dibicarakan BI dan LPS karena kami tinggal menerima suku bunga penjaminan berapa,” ujarnya.

Menurut Sigit, setiap bank tidak bisa disamaratakan, termasuk dalam struktur pendanaan. Sigit menilai, bank yang struktur pendanaannya lebih banyak tabungan dan giro cenderung akan mudah menurunkan suku bunga kredit.

Berbeda halnya dengan bank yang memiliki struktur pendanaan yang sebagian besarnya adalah deposito. “Bank yang kalau dana lembaga di dalamnya besar, mereka sulit turunkan suku bunga. Ada bank-bank mudah turunkan suku bunga tidak masalah, tapi ada yang turunkan 0,5 persen saja, nasabahnya itu pindah ke bank lain,” ungkapnya.

Meski demikian, Sigit mengapresiasi langkah BI yang arah kebijakannya berupaya untuk menurunkan cost of fund, yang salah satunya mencermati simpanan dan memengaruhi suku bunga dana. Di sisi lain, penurunan BI Ratemenjadi 5,75 persen seharusnya diikuti pula dengan penurunan bunga kredit perbankan.

“Tanpa adanya penurunan suku bunga kredit oleh perbankan, tentu usaha kecil dan menengah tidak mampu menjalankan usahanya menjadi lebih baik, karena beratnya beban bunga,” kata anggota Komisi XI DPR Muhammad Firdaus.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2968 seconds (0.1#10.140)