Tak boleh jual nasi, omzet pedagang kantin Depok anjlok 70%
A
A
A
Sindonews.com – Gara–gara dilarang menjual nasi dan lontong oleh Pemerintah Kota Depok, omzet para pedagang makanan di kantin Balai Kota Depok anjlok. Larangan yang disampaikan Bagian Umum Sekda Pemkot Depok setiap Hari Selasa dalam rangka hemat listrik, kebersihan dan keindahan lingkungan Balai Kota Depok serta program one day no rice atau satu hari tanpa nasi.
Pada setiap Hari Selasa, para pedagang diminta menjual kentang, ubi, jagung rebus, talas, dan singkong sebagai pengganti nasi dan lontong. Menurut penjual gado-gado, Ny Halimah (45), akibat larangan itu membuat banyak konsumen yang tidak jadi membeli gado-gado. Sebab saat ditawari singkong dan kentang sebagai pengganti nasi dan lontong, para konsumen yang umumnya PNS Balai Kota Depok menolak. Akibatnya penghasilannya pun berkurang hampir 70 persen.
“Biasanya per hari Rp400 ribu kini menjadi Rp150 ribu. Buat modal saja enggak nutup. Hari ini dagangan payah. Pendapatan turun drastis. Larangan itu disampaikan melalui surat dari Bagian Umum dan Jumat pekan lalu kami para pedagang bertemu membahas tentang larangan itu," katanya kepada wartawan, Selasa 14 Februari 2012.
Pedagang soto mie, David menambahkan bahwa ia terpaksa menjual soto mie tanpa nasi. Hal itu membuat dagangannya tak laku. Bahkan pedagang pecel lele pun memilih untuk tutup.
"Sudah omzet menurun 70 persen, tak boleh pula naik lift, pedagang pecel lele lihat situasi dulu sampai siang, lalu tutup hanya setengah hari saja jualan," imbuhnya.
Pedagang Sate, Jack mengaku barang dagangannya tak laku. Sebab para pembeli ingin makan sate kambing dan sop kambing dengan nasi, dan tak suka bila diganti dengan umbi –umbian.
"Hancur dagangan saya hari ini. Boro-boro balik modal, payah. Para konsumen yang ditawari singkong enggak ada yang mau, mana ada sate pakai singkong," tuturnya.
Pada setiap Hari Selasa, para pedagang diminta menjual kentang, ubi, jagung rebus, talas, dan singkong sebagai pengganti nasi dan lontong. Menurut penjual gado-gado, Ny Halimah (45), akibat larangan itu membuat banyak konsumen yang tidak jadi membeli gado-gado. Sebab saat ditawari singkong dan kentang sebagai pengganti nasi dan lontong, para konsumen yang umumnya PNS Balai Kota Depok menolak. Akibatnya penghasilannya pun berkurang hampir 70 persen.
“Biasanya per hari Rp400 ribu kini menjadi Rp150 ribu. Buat modal saja enggak nutup. Hari ini dagangan payah. Pendapatan turun drastis. Larangan itu disampaikan melalui surat dari Bagian Umum dan Jumat pekan lalu kami para pedagang bertemu membahas tentang larangan itu," katanya kepada wartawan, Selasa 14 Februari 2012.
Pedagang soto mie, David menambahkan bahwa ia terpaksa menjual soto mie tanpa nasi. Hal itu membuat dagangannya tak laku. Bahkan pedagang pecel lele pun memilih untuk tutup.
"Sudah omzet menurun 70 persen, tak boleh pula naik lift, pedagang pecel lele lihat situasi dulu sampai siang, lalu tutup hanya setengah hari saja jualan," imbuhnya.
Pedagang Sate, Jack mengaku barang dagangannya tak laku. Sebab para pembeli ingin makan sate kambing dan sop kambing dengan nasi, dan tak suka bila diganti dengan umbi –umbian.
"Hancur dagangan saya hari ini. Boro-boro balik modal, payah. Para konsumen yang ditawari singkong enggak ada yang mau, mana ada sate pakai singkong," tuturnya.
()