Tak ada alasan menaikkan harga BBM
A
A
A
Sindonews.com - Berbeda dengan banyak pihak yang mendorong pemerintah memilih opsi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan justru menekankan bahwa sebenarnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan kenaikan BBM.
"Baik secara politis global atau pun secara fiskal, tidak ada desakan ataupun dorongan untuk menaikkan harga BBM. Maka dari itu alasan apa yang diangkat untuk menaikkan harga tersebut?" ungkap Fauzi di Hotel Mulia Senayan Jakarta, Kamis (16/2/2012).
Alasan fiskal, menurut Fauzi, lebih tidak menunjukkan bukti yang begitu kuat karena tercatat pada tahun 2011 lalu Indonesia menempati defisit yang rendah.
"Secara fiskal juga tidak ada buktinya, kita lihat defisit APBN tahun lalu target 2,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), realisasinya 1,3 persen dengan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) mencapai USD4,2 miliar. Sehingga jangan sampai mengatasnamakan fiskal dalam persoalan ini," paparnya.
Lebih idealnya lagi, menurut Fauzi, kalau memang kenaikan BBM itu terjadi artinya akan adanya nanti pengurangan subsidi dan proses percepatan pembangunan infrastruktur pun akan terealisasi.
"Idealnya subsidi dikurangi selisihnya dan digunakan untuk bangun proyek. Tetapi realisasi untuk pembangunan proyek pun dengan dana yang ada akan lambat, jadi analis akan mempertanyakan. Maka sudahlah, karena proyek daya serap APBN rendah maka kita pilih saja dalam bentuk subsidi, lebih sederhana," ungkapnya.
Dia menambahkan rakyat miskin adalah kalangan yang akan sangat dirugikan jika kenaikan itu terjadi, maka dari itu kata Fauzi selama belum ada alternatif untuk menyelamatkan kalangan tersebut, lebih baik jangan naikkan harga BBM.
"Kalaupun harga BBM dinaikkan tentu harus ada kompensasinya sebab walaupun kalangan miskin itu hanya penikmat kurang dari 10 persen subsidi BBM. Tetapi jika harga BBM naik mereka pasti terpuruk, hingga harus ada kebijakan kompensasi lalu apakah melalui BLT? Apakah melalu subsidi langsung? itu tergantung pemerintah," pungkasnya. (ank)
"Baik secara politis global atau pun secara fiskal, tidak ada desakan ataupun dorongan untuk menaikkan harga BBM. Maka dari itu alasan apa yang diangkat untuk menaikkan harga tersebut?" ungkap Fauzi di Hotel Mulia Senayan Jakarta, Kamis (16/2/2012).
Alasan fiskal, menurut Fauzi, lebih tidak menunjukkan bukti yang begitu kuat karena tercatat pada tahun 2011 lalu Indonesia menempati defisit yang rendah.
"Secara fiskal juga tidak ada buktinya, kita lihat defisit APBN tahun lalu target 2,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), realisasinya 1,3 persen dengan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) mencapai USD4,2 miliar. Sehingga jangan sampai mengatasnamakan fiskal dalam persoalan ini," paparnya.
Lebih idealnya lagi, menurut Fauzi, kalau memang kenaikan BBM itu terjadi artinya akan adanya nanti pengurangan subsidi dan proses percepatan pembangunan infrastruktur pun akan terealisasi.
"Idealnya subsidi dikurangi selisihnya dan digunakan untuk bangun proyek. Tetapi realisasi untuk pembangunan proyek pun dengan dana yang ada akan lambat, jadi analis akan mempertanyakan. Maka sudahlah, karena proyek daya serap APBN rendah maka kita pilih saja dalam bentuk subsidi, lebih sederhana," ungkapnya.
Dia menambahkan rakyat miskin adalah kalangan yang akan sangat dirugikan jika kenaikan itu terjadi, maka dari itu kata Fauzi selama belum ada alternatif untuk menyelamatkan kalangan tersebut, lebih baik jangan naikkan harga BBM.
"Kalaupun harga BBM dinaikkan tentu harus ada kompensasinya sebab walaupun kalangan miskin itu hanya penikmat kurang dari 10 persen subsidi BBM. Tetapi jika harga BBM naik mereka pasti terpuruk, hingga harus ada kebijakan kompensasi lalu apakah melalui BLT? Apakah melalu subsidi langsung? itu tergantung pemerintah," pungkasnya. (ank)
()