Kepemilikan aset di Indonesia masih minim
A
A
A
Sindonews.com - Di samping ukiran prestasi yang dicapai Indonesia dalam beberapa waktu terakhir, ternyata isu mengenai ancaman terhadap perekonomian pun muncul. Kecurigaan ini timbul melihat krisis Eropa dan Amerika yang belum kunjung reda, ditambah dengan kepemilikan aset yang cenderung kurang dilakukan oleh para pengusaha dalam negeri.
"Melihat kondisi saat ini, maka ancaman terbesar yang akan dihadapi masyarakat Indonesia bukan pada persoalan midle income trade, itu salah. Menurut saya ancamannya itu terletak pada persoalan kepemilikan aset di Indonesia," kata Econom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan pada seminar keuangan tahunan Wealth-on-Wealth (WoW), di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Kamis (16/2/2012).
Fauzi menjelaskan, konsep seperti ini sudah terjadi di negara-negara berkembang yang kemudian maju dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat seperti China dengan 9,2 persen, kemudian Brazil dengan 7,5 persen dan begitu juga dengan India.
"Negara berkembang dan maju juga seperti di China, India dan Brazil yang membuat kalangan kaya semakin kaya bukan karena pendapatannya semakin besar, tapi karena nilai aset yang nilainya semakin pesat. Baik itu tanahnya, kemudian sahamnya dan kalau kita melihat kita buka majalah Forbes itu, daftar 20 orang terkaya, rata-rata kenaikan kekayaannya itu karena kenaikan nilai asetnya," ujarnya.
Sekedar memberi contoh, Fauzi menggambarkan, perbandingan seorang petani yang memiliki lahan dengan seorang petani yang memiliki gaji yang besar namun tanpa memiliki lahan.
"Petani miskin tapi punya lahan sendiri dengan harga beras naik dengan harga sawah naik akan membuat kekayaannya lebih besar dibandingkan dengan petani yang digaji besar tapi tidak punya lahan sendiri. Karena petani yang digaji besar pendapatannya akan tergerus oleh kenaikan harga BBM, kenaikan ongkos transportasi. Maka dari itu, jadi memang benar kepemilikan aset yang menjadi asence, apakah rakyat ini semakin miskin ataupun membaik," pungkasnya. (bro)
()