RI ketinggalan gunakan BBG

Selasa, 21 Februari 2012 - 09:23 WIB
RI ketinggalan gunakan BBG
RI ketinggalan gunakan BBG
A A A
Sindonews.com - Ditengah gempuran kenaikan harga minyak dunia yang berujung pada semakin melonjaknya jumlah subsidi, justru potensi. Selain itu gas juga mempunyai beragam keunggulan ini nyaris tidak disentuh secara serius oleh pemerintah.

Demikian disampaikan oleh pengamat energi Kurtubi. Dijelaskannya, cadangan gas (Compressed Natural Gas) CNG dalam negeri diperkirakan setidaknya masih cukup sampai 2070, selain itu harganya pun jauh lebih murah. Di Indonesia CNG dikenal sebagai bahan bakar gas (BBG), yang saat ini banyak digunakan oleh kendaraan
transportasi umum, seperti busway dan taksi. Bahkan jika dibandingan dengan produk gas lainnya seperti LGV.

Liquefied Gas for Vehicles), BBG masih jauh lebih murah, karena LGV kemungkinan besar masih harus impor.

"Indonesia memang sangat jauh tertinggal dari negara-negara lain. Negara-negara lain yang punya potensi gas sudah beralih ke gas semua, seperti Argentina, Thailand, India, Brazil. Jangan kan dengan negara-negara itu, di kawasan Asia saja, kita jauh tertinggal dalam penggunaan gas. Kita jalan di tempat," ungkapnya, dalam pesan
elektroniknya kepada okezone, Senin 20 Februari 2012 malam.

Kondisi ini disebabkan, lanjut Kurtubi, karena tidaknya ada political will yang kuat dari pemerintah. Ia mencontohkan, di Cina yang memulai program sejak 1996, kini sudah memiliki 1.350 stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG), sedangkan Iran yang memulai program pada 1995 kini memiliki 1.574 SPBG. Sementara Indonesia sampai 2010, hanya memiliki 10 SPBG. Ironisnya lagi, sebagian gas yang digunakan oleh Cina itu merupakan produk Indonesia yang diekspor ke sana.

"Indonesia paling banter cuma punya 10 sampai belasan stasiun pengisian gas saja. Ini mungkin karena regulasinya sampai saat ini masih belum jelas, semuanya serba mengambang. Bahkan Menteri ESDM pun seperti bingung untuk mengambil keputusan. Saya sarankan Pak Menteri ini meniru sikap keberanian Pak JK dulu ketika program konversi dari minyak tanah," tukasnya.

Diakuinya, untuk konversi BBM ke BBG bagi kendaraan permasalahannya jauh lebih kompleks. Namun, jika peraturan pendukungnya kuat, roadmap-nya jelas dan rencana teknis komprehensif, tentunya masalah itu dapat diatasi.

"Pemerintah harus cepat mengubah kebijakan energinya dari BBM ke gas. Karena kandungan gas Indonesia di perut bumi ini jauh lebih melimpah banyak dibanding cadangan minyaknya. Kalau tidak dimulai dari sekarang kapan lagi. Apa harus mengunggu sampai cadangan minyak kita benar-benar habis?" ujarnya mengingatkan.

Hal senada dijelaskan oleh anggota Komisi VII DPR, Sugihono Karyosuwondo. Pemerintah terkesan ragu untuk mengambil langkah yang tegas dankomprehensif. Padahal, kondisinya sudah sangat mendesak untuk segera ditangani.

"Sudah seharusnya pemerintah sesegera mungkin merealisasikan program konversi gas ini. Tidak perlu ragu lagi. Wacana 1 April itu harus dan mutlak dilaksanakan. Sebab, kekayaan cadangan gas negara ini sangat melimpah. Jangan terkesan Pak Menteri ESDM ragu atau tidak paham program itu. Sekarang harus fokus untuk infrastrukturnya," ungkap Sugihono, Senin 20 Februari 2012.

Dijelaskannya, pilihan atas penggunaan CNG itu sangat logis. Karena, gas itu tidak perlu impor dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga
internasional. Berbeda dengan BBM, yang sangat terpengaruh oleh harga minyak dunia.

"Walaupun konversi BBM ke BBG ini kompleks masalahnya, jangan lalu program ini terbengkalai. Ini sudah menjadi tanggung jawabnya. Semestinya sudah dari kemarin program itu dijalankan. Mengingat cadangan minyak bumi kita semakin berkurang, target lifting tidak pernah tercapai, bahkan terus merosot," tegasnya.

Ditambahkannya, untuk merealisasikan program ini dibutuhkan keseriusan dari pemerintah. Jangan hanya sekedar propaganda. Melainkan dibutuhkan suatu konsep yang jelas dan detail. Bila perlu, juga disiapkan insentif khusus bagi masyarakat pengguna dan pelaku usaha untuk menyukseskan program ini. Sebagaimana yang telah dilakukan dalam proses konversi minyak tanah ke gas.

"Rakyat kita sudah cerdas kok. Pemerintah tak perlu ragu lagi. Jika memang pilihan konversi itu masuk akal dan menguntungkan, tentunya rakyat pun tidak ragu untuk mendukung secara aktif. Sepanjang menguntungkan bagi semua rakyat, pasti dapat dukungan penuh. Percayalah," pungkasnya.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6193 seconds (0.1#10.140)