Lembaga mikro belum sentuh perdesaan
A
A
A
Sindonews.com - Jumlah lembaga pembiayaan dan produk mikro dinilai masih sangat minim dan tidak sebanding dengan jumlah penduduk perdesaan di Indonesia. Dari total populasi yang ada, baru 50 persen yang mendapat pembiayaan perbankan dan sejenisnya.
Pengamat ekonomi yang juga pengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB) Ahmad Subagja mengatakan, sebagian besar pembiayaan masih terfokus di kota besar. Hanya sedikit perbankan nasional yang menyalurkan pembiayaan ke pelosok desa. Artinya, tingginya pembiayaan perbankan hanya dinikmati masyarakat kelas menengah atas saja.
“Kondisi tersebut diperburuk dengan minimnya jumlah lembaga dan produk pembiayaan mikro yang hanya mencapai 12 persen dari total jumlah desa di Indonesia,” kata Subagja pada acara Ekonomi Week 2012 di Unpad, Senin 20 Februari 2012.
Idealnya, setiap desa memiliki pembiayaan mikro melalui dana yang bisa didapat dari sindikasi dengan perbankan. Atas kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi hanya 6,5 persen dan belum menyentuh masyarakat bawah yang hidup di perdesaan.
“Apakah pertumbuhan ekonomi menyentuh sektor bawah? Ini yang menjadi tantangan dan pertanyaan kita bersama,” kata dia.
Sementara, pertumbuhan ekonomi nasional lebih banyak diukur berdasarkan besaran investasi. Padahal, investasi tidak seluruhnya menyentuh masyarakat bawah. Oleh karenanya, dia berharap, kalangan perbankan harus banyak melakukan intermediasi dengan masyarakat desa.
“Masalah kalangan grassroot berhenti pada soal jaminan kredit. Itu harus dicari jalan keluarnya,” lanjut dia.
Intermediasi itu, lanjut dia, bisa dengan pembentukan lembaga atau produk mikro. Potensi perbankan mendapat benefit (manfaat) dari sektor tersebut masih cukup besar. Apalagi, bila coverage operasionalnya sampai tingkat desa. Banyak sekali kredit perbankan yang bisa digarap, baik konsumtif atau kredit produktif.
“Mikro finance masih dianggap pinggiran. Padahal, potensinya sangat besar. Ini yang harus didorong oleh pemerintah,” ujarnya.
Selain mendorong perbankan menggarap pembiayaan mikro, pemerintah juga harus giat merealisasikan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mengelola sektor pembiayaan di desanya masing-masing.
Untuk diketahui, dana perbankan yang disalurkan pada sektor pembiayaan per September 2011 mencapai Rp2.079,3 triliun, lebih tinggi dari 2010 sebesar Rp1.765,8 triliun.
Bahkan, naik drastis sejak medio 2006 yang hanya tembus di angka Rp792,3 triliun. Artinya setiap tahun penyaluran kredit perbankan rata-rata naik 20 persen.
Kabag Ritel Bank BRI Bandung Andi Suhendi mengatakan, Bank BRI termasuk perbankan nasional yang menyalurkan kredit sampai pelosok desa. Dengan memanfaatkan jaringan BRI di setiap kecamatan, penyaluran kredit KUR dan lainnya bisa maksimal.
Bahkan, Andi mengklaim, komposisi kredit di perdesaan lebih besar ketimbang perkotaan. “Tahun lalu penyaluran KUR terbesar dari Bank BRI. Jawa Timur menjadi penyerap KUR terbesar dibanding provinsi lainnya,” kata Andi. (bro)
()