Pengelolaan SDM migas rawan politisasi

Rabu, 22 Februari 2012 - 11:47 WIB
Pengelolaan SDM migas rawan politisasi
Pengelolaan SDM migas rawan politisasi
A A A
Sindonews.com - Berlarut-larutnya pengambilan keputusan mengenai hak daerah atas pengelolaan sumber daya alam seperti minyak alam dan gas (migas) sangat rawan dipolitisasi serta berpotensi memancing isu separatisme.

Menurut pengamat intelijen Wawan H Purwanto, dampak politisasi ini berpotensi memancing isu separatisme kembali mengemuka, sebagai bentuk ketidakpuasan kelompok kepentingan di daerah.

Selama ini, jelas Wawan, minyak bumi dan gas hanya dianggap sebagai komoditas belaka untuk mengejar target pemasukan. Namun, belum secara serius dipandang sebagai suatu komoditas strategis. Sehingga, pengelolaannya pun tak jarang tidak serius.

"Rakyat di daerah yang merasa punya kekayaan alam, mungkin merasa diperlakukan tidak adil lantaran mereka tidak bisa menikmati kekayaan alamnya, salah satunya sumber migas. Persoalan ini kerap jadi pemicu reaksi pemberontakan akibat ketidakpuasan. Misalnya Freeport yang melahirkan konflik berdarah-darah dengan isu separatisme," terangnya, saat dihubungi wartawan, Rabu (22/2/2012).

Padahal, perangkat regulasi yang mengatur hal tersebut sudah ada, tinggal mengimplementasikannya saja dengan baik. Selain itu, program pemerintah untuk memajukan dan memandirikan daerah pun sudah ada. Misalnya, program Masterplan Percepatan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

"Program itu sangat strategis, namun jika tidak didukung dengan implementasi yang jelas akhirnya hanya menjadi program wacana saja. Ini tidak usah ditunda-tunda. Semakin ditunda-tunda, makin keruh. Nanti bisa dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggungjawab yang mengail di air keruh, sehingga berpotensi meledakkan konflik. Ini yang harus diantisipasi oleh pemerintah," pungkasnya.

Senada dengan Wawan, anggota Komisi VII Isma Yatun mengatakan, isu hak daerah, sangat sensitif. Mengingat, sampai saat ini di Maluku masih eksis kelompok yang berhaluan separatisme, yang akar masalahnya adalah ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah pusat. “Kalau memang blok itu hak mereka, harus dipenuhi dong oleh pemerintah pusat,” tegas Isma.

"Sudah cukuplah konflik masa lalu. Kalau maju-mundur, ini makin rawan ditunggangi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab," tambah dia.

Jika daerah merasa diperhatikan, tentunya isu separtisme akan menguap dengan sendirinya. "Prinsipnya, daerah penghasil minyak dan gas itu, hasilnya harus kembali kepada mereka. Kita harus jadikan pelajaran, penyebab isu disintegrasi bangsa itu merupakan masalah kemiskinan, kesejangan ekonomi, dan keterbelakangan pendidikan," jelasnya.

"Pasca Orde Baru, ancaman separatisme itu menguat karena masyarakat di daerah sudah paham hak-hak kekayaannya. Sekarang sudah seharusnya hak-hak daerah itu diperhatikan pusat. Masalahnya, pemerintah berani atau tidak," pungkasnya. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4692 seconds (0.1#10.140)