Pemerintah tak tepat naikkan BBM
A
A
A
Sindonews.com - Pilihan pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinilai tidak tepat. Pemerintah lebih baik melakukan pembatasan BBM bersubsidi.
Pengamat Ekonomi Aviliani memberikan alasan, dengan melakukan pembatasan, pemerintah telah tegas melarang penggunaan BBM subsidi bagi mereka yang tidak berhak mendapatkannya.
"Lebih baik melakukan pembatasan BBM sehingga semua mobil pribadi tidak boleh pakai BBM subsidi, hanya kendaraan umum. Selisih subsidinya nanti bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Jika menaikkan harga, maka ada yang seharusnya
tidak berhak dapat, namun masih dapat (BBM subsidi). Ini akan menimbulkan moral hazard," jelas Aviliani kala ditemui di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (29/2/2012).
Selain itu, jika pemerintah ingin lebih efektif dalam melakukan penghematan anggaran, maka disarankan melakukan pembatasan BBM subsidi yang diberlakukan kepada semua kendaraan pelat hitam dibandingkan menaikkan harga BBM.
Menurutnya, dengan menaikkan BBM dengan kisaran Rp1.500-Rp2.000 per liter, kemungkinan pemerintah bisa menghemat Rp26 triliun, dengan asumsi Indonesian Crude Price (ICP) di USD100 per barel. "Namun kalau pembatasan BBM, di mana mobil pribadi tidak boleh pakai (BBM bersubsidi), maka penghematan bisa lebih signifikan, bisa Rp30 triliun-40 triliun," lanjutnya.
Pemerintah, tambah dia, juga tidak perlu terlalu khawatir akan risiko kenaikan harga BBM atau pembatasan terhadap inflasi. Ini disebabkan keadaan ekonomi sedang baik dan penambahan inflasi sebesar dua persen per tahun, masih dalam kondisi yang wajar.
"Hasil penghematan subsidi ini, bisa digunakan untuk pembangunan transportasi massal karena kita butuh hal itu. Kalau kita lihat, orang pakai mobil itu lebih mahal daripada pakai transportasi umum. Karena itu subsidi perlu untuk transportasi massal atau banyak bangun perumahan yang paling banyak ditinggali oleh buruh," tandas dia. (ank)
Pengamat Ekonomi Aviliani memberikan alasan, dengan melakukan pembatasan, pemerintah telah tegas melarang penggunaan BBM subsidi bagi mereka yang tidak berhak mendapatkannya.
"Lebih baik melakukan pembatasan BBM sehingga semua mobil pribadi tidak boleh pakai BBM subsidi, hanya kendaraan umum. Selisih subsidinya nanti bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Jika menaikkan harga, maka ada yang seharusnya
tidak berhak dapat, namun masih dapat (BBM subsidi). Ini akan menimbulkan moral hazard," jelas Aviliani kala ditemui di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (29/2/2012).
Selain itu, jika pemerintah ingin lebih efektif dalam melakukan penghematan anggaran, maka disarankan melakukan pembatasan BBM subsidi yang diberlakukan kepada semua kendaraan pelat hitam dibandingkan menaikkan harga BBM.
Menurutnya, dengan menaikkan BBM dengan kisaran Rp1.500-Rp2.000 per liter, kemungkinan pemerintah bisa menghemat Rp26 triliun, dengan asumsi Indonesian Crude Price (ICP) di USD100 per barel. "Namun kalau pembatasan BBM, di mana mobil pribadi tidak boleh pakai (BBM bersubsidi), maka penghematan bisa lebih signifikan, bisa Rp30 triliun-40 triliun," lanjutnya.
Pemerintah, tambah dia, juga tidak perlu terlalu khawatir akan risiko kenaikan harga BBM atau pembatasan terhadap inflasi. Ini disebabkan keadaan ekonomi sedang baik dan penambahan inflasi sebesar dua persen per tahun, masih dalam kondisi yang wajar.
"Hasil penghematan subsidi ini, bisa digunakan untuk pembangunan transportasi massal karena kita butuh hal itu. Kalau kita lihat, orang pakai mobil itu lebih mahal daripada pakai transportasi umum. Karena itu subsidi perlu untuk transportasi massal atau banyak bangun perumahan yang paling banyak ditinggali oleh buruh," tandas dia. (ank)
()