Argumentasi pemerintah salah besar
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah berasumsi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan menghemat anggaran subsidi, dan subsidi BBM tidak tepat sasaran, dinilai sebagai argumentasi yang salah besar.
"Subsidi BBM dari tahun ke tahun turun, sehingga tak masuk akal 15 persen rumah tangga miskin mendapatkan subsidi adalah salah, subsidi salah sasaran itu keliru," tutur anggota Komisi VII DPR RI (bidang energi, minyak dan gas) Bambang Wuryanto di gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/2/2012).
Dokumen Bank Dunia tentang skenario pengurangan subsidi BBM menunjukkan bahwa dari total premium yang dikonsumsi oleh rumah tangga, 64 persen dikonsumsi sepeda motor, sedangkan untuk mobil 36 persen. "Atas dua isu itu PDIP menolak rencana kenaikan BBM," tegas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Mengingat, masih kata Bambang sebagian besar sepeda motor digunakan masyarakat kelas menengah ke bawah, maka selama ini bagian terbesar subsidi premium (64 persen) dikonsumsi oleh masyarakat menengah dan bawah, bukan orang kaya.
Pada kesempatan itu, disampaikan juga bahwa pihaknya berhasil menghimpun data terkait persoalan tersebut.Dia memaparkan konsumsi bensin berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga sebagai berikut, keluarga kaya 2 persen, menengah atas 6 persen, menengah 27 persen, menengah bawah 36 persen dan masyarakat miskin 29 persen.
"Cara berpikir rakyat miskin pasti adalah dalam lima tahun terakhir inflasi pangan 85 persen, berarti rakyat miskin yang pendapatannya 75 persen untuk makan akan tertekan. Tapi kita harus bertanya, yang terpukul 65 persen adalah yang miskin, apakah kenaikan akan melanggar Undang-undang?" tukas Bambang. (bro)
()