Nasib Content Provider tinggal 3 bulan lagi
A
A
A
Sindonews.com - Nasib pelaku industri content provider (CP) kian diujung tanduk. Seiring masih suramnya masa depan industri ini paska beredarnya surat edaran dengan Nomor 177/BRTI/X/2011 (SE 177) terkait maraknya layanan content provider yang diduga telah menyedot pulsa pelanggan, sedikit demi sedikit perusahaan CP mulai melakukan pengurangan karyawan sebagai salah satu langkah untuk bisa bertahan hidup.
Dalam surat edaran tersebut, seluruh operator telekomunikasi diminta untuk menghentikan penawaran konten melalui SMS broadcast/pop-screen/voice broadcast sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Ketua Indonesian Mobile Multimedia Assosiation (IMMA) T. Amershah mengatakan bahwa sebagian besar CP kini tengah melakukan pengurangan karyawan sekira 30-90 persen dengan menawarkan program pensiun dini.
"Kita tawarkan pensiun dini ke karyawan melihat kondisi perusahaan yang tidak menentu," ujarnya kepada Sindonews, di Jakarta, Rabu (29/2/2012).
Kendala yang dihadapi perusahaan CP ini karena tertundanya pembayaran yang semestinya diterima dari pihak operator. Hal ini membuat biaya operasional tidak bisa terpenuhi karena tidak adanya pemasukan. Pria yang akrab disapa Amer tersebut menuturkan, baru satu operator saja yang melakukan pembayaran hingga bulan Oktober lalu, sebelum SE 177 berlaku. "Baru satu operator yang bayar, yang lain belum," ungkapnya.
Menurutnya, jika tidak ada putusan yang jelas mengenai nasib bisnis CP yang kini sedang dibahas di Panja Pencurian Pulsa Komisi I DPR RI, maka tinggal menunggu waktu industri CP berguguran karena tak mampu hidup dan berkembang.
"Paling lama bertahan paling tiga bulan lagi kalau belum ada kejelasan," tutur Amer.
Sungguh sangat disayangkan jika industri yang menampung kreativitas dan mampu menghasilkan jasa sebesar lima hingga Rp6 triliun per tahun hilang dalam sekejap karena hilangnya kepercayaan konsumen serta tak adanya aturan yang jelas dari pemerintah.
Hingga kini Panja Pencurian Pulsa sudah memberi peringatan kepada 43 CP yang dianggap banyak menerima keluhan dari konsumen. Sedangkan tiga CP kini sedang dalam tahap penyidikan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
"Kita sambut baik peringatan dari BRTI. Karena seharusnya memang seperti itu dari awal. Kalau ada salah diberi peringatan," pungkasnya.
Dalam surat edaran tersebut, seluruh operator telekomunikasi diminta untuk menghentikan penawaran konten melalui SMS broadcast/pop-screen/voice broadcast sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Ketua Indonesian Mobile Multimedia Assosiation (IMMA) T. Amershah mengatakan bahwa sebagian besar CP kini tengah melakukan pengurangan karyawan sekira 30-90 persen dengan menawarkan program pensiun dini.
"Kita tawarkan pensiun dini ke karyawan melihat kondisi perusahaan yang tidak menentu," ujarnya kepada Sindonews, di Jakarta, Rabu (29/2/2012).
Kendala yang dihadapi perusahaan CP ini karena tertundanya pembayaran yang semestinya diterima dari pihak operator. Hal ini membuat biaya operasional tidak bisa terpenuhi karena tidak adanya pemasukan. Pria yang akrab disapa Amer tersebut menuturkan, baru satu operator saja yang melakukan pembayaran hingga bulan Oktober lalu, sebelum SE 177 berlaku. "Baru satu operator yang bayar, yang lain belum," ungkapnya.
Menurutnya, jika tidak ada putusan yang jelas mengenai nasib bisnis CP yang kini sedang dibahas di Panja Pencurian Pulsa Komisi I DPR RI, maka tinggal menunggu waktu industri CP berguguran karena tak mampu hidup dan berkembang.
"Paling lama bertahan paling tiga bulan lagi kalau belum ada kejelasan," tutur Amer.
Sungguh sangat disayangkan jika industri yang menampung kreativitas dan mampu menghasilkan jasa sebesar lima hingga Rp6 triliun per tahun hilang dalam sekejap karena hilangnya kepercayaan konsumen serta tak adanya aturan yang jelas dari pemerintah.
Hingga kini Panja Pencurian Pulsa sudah memberi peringatan kepada 43 CP yang dianggap banyak menerima keluhan dari konsumen. Sedangkan tiga CP kini sedang dalam tahap penyidikan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
"Kita sambut baik peringatan dari BRTI. Karena seharusnya memang seperti itu dari awal. Kalau ada salah diberi peringatan," pungkasnya.
()