Pasar farmasi nasional diprediksi tumbuh 13%
A
A
A
Sindonews.com - Pasar farmasi diperkirakan akan bertumbuh 13 persen tahun ini. Dimana pertumbuhan pasar farmasi pada tahun lalu adalah Rp43,08 triliun. Rata-rata pertumbuhan pasar farmasi selama lima tahun terakhir adalah sekitar 13 persen.
“Pertumbuhan pasar pada tahun ini sama dengan pertumbuhan selama lima tahun yakni 13 persen,” kata Chairman International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Luthfi Mardiansyah di Jakarta, Selasa (6/3/2012).
Vice President Healthcare Frost and Sullivan Asia Pasifik Rhenu Bhuller mengatakan, biaya belanja kesehatan penduduk Indonesia pada tahun 2020 bisa mencapai USD47 miliar.
“Hasil temuan Frost and Sullivan menunjukkan bahwa pada 2020, pengeluaran biaya kesehatan di Asia Pasifik akan meningkat sebesar 151 persen atau mencapai USD2.927 miliar,” kata Rhenu.
Luthfi menjelaskan, biaya belanja kesehatan yang dikeluarkan oleh penduduk Indonesia saat ini masih relatif kecil yakni hanya USD44 per kapita per tahun. Sekitar USD20 dari jumlah itu digunakan untuk membeli obat.
“Kalau dibandingkan dengan negara tetangga kita, Indonesia cuma menang dari Myanmar. Gross Domestic Product (GDP) kita makin naik diatas 6 persen atau di atas negara ASEAN. Artinya, fokus kita belum pada pembiayaan pada kesehatan,” ungkapnya.
Menurutnya, penduduk Indonesia lebih memilih untuk membeli peralatan elektronika seperti telepon selular dibandingkan untuk biaya kesehatan.
“Semua masih menggunakan dana sendiri untuk kesehatan. Kita masih mengeluarkan biaya untuk hal lain seperti BlackBerry. Concern kesehatan kita masih sangat rendah,” jelasnya.
Dia menyebutkan, hanya sekitar 45 persen penduduk Indonesia yang dilindungi oleh asuransi. “Jamkesmas masih perlu diperbaiki. Niat pemerintah sangat tinggi sekali untuk mengkover walaupun bentuknya masih minim sekali,” ucapnya.
Dia memperkirakan, pemerintah hanya akan bisa menjamin pembiayaan kesehatan sekitar 36 perseb dari seluruh penduduk Indonesia di 2014. Untuk menjamin 100 persen, kata dia, sangat membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Kalau mau 100 persen oleh pemerintah hal itu butuh waktu. Tercover 36 persen di 2014 sangat luar biasa. Golongan penduduk kelas bawah sebanyak 131 juta penduduk yang belum kita cover. Menengah keatas sudah,” jelasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, masalah-masalah yang saat ini masih menghambat industri farmasi antara lain adalah regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perdagangan tidak terintegrasi dan masih bertolak belakang.
Selain itu, terkait bahan baku, dia mengeluhkan, saat ini masih terkendala masalah teknologi, regulasi yang jelas, dan standar kualitas. “Pasarnya mungkin jelas, tapi regulasinya tidak jelas,” paparnya. (ank)
“Pertumbuhan pasar pada tahun ini sama dengan pertumbuhan selama lima tahun yakni 13 persen,” kata Chairman International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Luthfi Mardiansyah di Jakarta, Selasa (6/3/2012).
Vice President Healthcare Frost and Sullivan Asia Pasifik Rhenu Bhuller mengatakan, biaya belanja kesehatan penduduk Indonesia pada tahun 2020 bisa mencapai USD47 miliar.
“Hasil temuan Frost and Sullivan menunjukkan bahwa pada 2020, pengeluaran biaya kesehatan di Asia Pasifik akan meningkat sebesar 151 persen atau mencapai USD2.927 miliar,” kata Rhenu.
Luthfi menjelaskan, biaya belanja kesehatan yang dikeluarkan oleh penduduk Indonesia saat ini masih relatif kecil yakni hanya USD44 per kapita per tahun. Sekitar USD20 dari jumlah itu digunakan untuk membeli obat.
“Kalau dibandingkan dengan negara tetangga kita, Indonesia cuma menang dari Myanmar. Gross Domestic Product (GDP) kita makin naik diatas 6 persen atau di atas negara ASEAN. Artinya, fokus kita belum pada pembiayaan pada kesehatan,” ungkapnya.
Menurutnya, penduduk Indonesia lebih memilih untuk membeli peralatan elektronika seperti telepon selular dibandingkan untuk biaya kesehatan.
“Semua masih menggunakan dana sendiri untuk kesehatan. Kita masih mengeluarkan biaya untuk hal lain seperti BlackBerry. Concern kesehatan kita masih sangat rendah,” jelasnya.
Dia menyebutkan, hanya sekitar 45 persen penduduk Indonesia yang dilindungi oleh asuransi. “Jamkesmas masih perlu diperbaiki. Niat pemerintah sangat tinggi sekali untuk mengkover walaupun bentuknya masih minim sekali,” ucapnya.
Dia memperkirakan, pemerintah hanya akan bisa menjamin pembiayaan kesehatan sekitar 36 perseb dari seluruh penduduk Indonesia di 2014. Untuk menjamin 100 persen, kata dia, sangat membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Kalau mau 100 persen oleh pemerintah hal itu butuh waktu. Tercover 36 persen di 2014 sangat luar biasa. Golongan penduduk kelas bawah sebanyak 131 juta penduduk yang belum kita cover. Menengah keatas sudah,” jelasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, masalah-masalah yang saat ini masih menghambat industri farmasi antara lain adalah regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perdagangan tidak terintegrasi dan masih bertolak belakang.
Selain itu, terkait bahan baku, dia mengeluhkan, saat ini masih terkendala masalah teknologi, regulasi yang jelas, dan standar kualitas. “Pasarnya mungkin jelas, tapi regulasinya tidak jelas,” paparnya. (ank)
()