Kesepakatan kenaikan retribusi IMB Surabaya macet

Rabu, 07 Maret 2012 - 13:43 WIB
Kesepakatan kenaikan...
Kesepakatan kenaikan retribusi IMB Surabaya macet
A A A
Sindonews.com - Janji Pemkot Surabaya dalam memberikan kemudahan bagi investasi di Kota Pahlawan masih jauh dari harapan. Buktinya, rencana kenaikkan retribusi izin mendirikan bangunan (IMB) di berbagai bidang usaha tetap dinaikan antara 1.000 - 2.400 persen.

Kenaikan itu tentunya mencekik investasi yang akan bergulir di Surabaya. Adanya kenaikan retribusi sampai 2.400 persen dirasakan berat oleh sejumlah investor yang ingin masuk ke Surabaya. Sebab, mereka harus mengeluarkan biaya operasional tambahan sampai ribuan kali lipat.

Kondisi itu membuat panik sejumlah pengusaha dari berbagai bidang, mulai pengusaha reklame, pengusaha migas, pengusaha apartemen, pengusaha properti dan pengusaha mini market serta hypermarket sampai sekarang tetap berkeinginan agar rencana kenaikan retribusi IMB dibatalkan atau prosentasenya dikurangi.

Ketua Bidang Outdoor Perhimpunan Pengusaha Periklanan Indonesia (P3I) Jawa Timur (Jatim) Agus Winoto menuturkan, pengusaha reklame telah mempercayakan kepada DPRD Surabaya agar rencana kenaikan retribusi reklame yang mencapai 24 kali lipat dibatalkan atau dikurangi kelipatannya.

“Percuma usul melalui dewan kalau ternyata dewan tidak bisa membantu kami. Kalau rencana pemkot menaikkan retribusi IMB itu berjalan mulus, maka sama artinya fungsi lembaga dewan tidak ada,” ujar Agus, di Surabaya, Rabu (7/3/2012).

Ia melanjutkan, saat ini pengusaha reklame menjerit karena kenaikan retribusi IMB reklame menggila. Di dalam pengajuan rancangan peraturan daerah (perda) tentang retribusi IMB ke DPRD Surabaya terkait dengan upaya penyesuaian penarikan retribusi dengan undang-undang No. 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi, retribusi IMB reklame naik sampai
2.400 persen.

Selama ini reklame berukuran lebar 16 m, tinggi papan dan tiang reklame 18 m retribusi IMB-nya hanya sekitar Rp5,9 juta. Namun, dalam raperda itu nilai retribusi reklame dengan ukuran yang sama naik menjadi Rp132 juta.

Selain itu, lanjutnya, di dalam rancangan peraturan daerah (raperda) retribusi baru ini penghitungan retribusinya dibuat seperti kemauan pemkot. Di dalamnya disebutkan reklame yang berukuran 30 meter persegi retribusi dikenakan sebesar Rp3 juta. Sedangkan kalau reklame itu lebih dari 30 meter, maka sisasnya langsung dikalikan Rp500 ribu per meter persegi.

“Kami jadi bingung. Karena penentuannya tidak berdasar atas kajian yang realisitis. Bahkan, besarnya lebih besar dari Jakarta. Karena di Jakarta pedoman yang digunakan tidak seperti itu,” ungkapnya.

Penentuan retribusi di Jakarta, katanya, reklame yang luasnya 25 meter persegi dikenaikan retribusi Rp3 juta dan sisanya ditarik kurang dari Rp500 ribu per meter persegi. “Lha, lihat saja retribusi IMB reklame di Surabaya lebih mahal dari Jakarta,” tegasnya.

Lebih disayangkan lagi, retribusi IMB reklame ini harus dibayar setiap tahun. Begitu surat izin pendirian reklame (SIPR)-nya sudah habis atau mati, biro reklame yang ingin mempanjang SIPR harus membayar retribusi IMB lagi.

Hal ini, lanjutnya, beda dengan retribusi IMB bangunan rumah, hotel, tower, kondotel atau apartemen. Sebab, retribusinya hanya ditarik sekali atau selamanya sepanjang tidak ada bentuk prubahan bentuk bangunannya, yakni ketika gedung-gedung itu akan didirikan.

Menurutnya, kalau kenaikan retribusi IMB reklame hanya naik 50 persen-100 persen masih wajar karena masih bisa dipahami oleh banyak biro reklame. Namun kalau kenaikannya mencapi 2.400 persen sudah tentu akan banyak biro reklame
tertekan. “Kalau naiknya 2.400 persen sudah tentu akan mencekik kami,” jelasnya.

Di sisi lain, lanjutnya, pengusaha reklame juga masih ditarik pajak reklame yang nilainya juga tinggi. Untuk satu bidang reklame dengan ukuran 8x16 meter persegi pajaknya sudah sekitar Rp90 juta. Bila pajak ini masih ditambah retribusi IMB sebesar Rp 132 juta berarti untuk pendirian satu titik reklame di Surabaya dengan ukuran yang sama, maka satu biro bisa menyetor uang ke pemkot sebesar Rp222 juta.

Keluhan serupa diungkapkan pengusaha yang tergabung pada Himpunan Pengusaha Minyak dan Gas (Hismanamigas). Pengusaha di bidang ini juga mengatakan, kalau pemkot ngotot menaikkan retribusi IMB sesuai yang tertuang di dalam raperda barunya pengusaha SPBU bakal klimpungan seperti pengusaha lain. Sebab, nantinya pengenaan retribusi IMB itu tidak pada retribusi bangunan fisik SPBU, tapi seluruh komponen atas berdirinya layanan SPBU juga dinaikkan.

Beberapa poin adanya retribusi di SPBU yang dinilai pengusaha migas itu tidak masuk akal di antaranya retribusi berkaitan dengan penimbunan tangki bahan bakar minyak (BBM)-nya. Semua penimbunan tangki BBM di semua SPBU tidak dikenai retribusi kini semua penenaman tangki BBM wajib bayar retribusi sebesar Rp3 juta per tangki yang berisi 50 ton BBM. Bila tangki itu berisi 51-100 ton, maka retribusinya jadi Rp6 juta.

“Jadi selain dikenakan retribusi IMB bangunan fisk SPBU, pengusaha juga dikenai retribusi penimbunan tangki. Pengenaan retribusi ini tergolong baru dan ini sangat memberatkan semua pengusaha SPBU. Karena itu pengusaha di bidang ini meminta pengenaan retribusi IMB di SPBU diubah,” kata tim ahli Hismanamigas Fatkan.

Parahnya, katanya, setiap pompa bensin juga dikenai retribusi. Kemudian Dinas Pemadam Kebakaran juga masih menarik retribusi berkenaan bahaya kebakaran tingkat tinggi. Selain itu, pompa bensin masih harus ditera ulang per tahun. Tarif tera ulang ini sudah dinaikan provinsi 1.000 persen, dari Rp27.000-Rp250.000 per mesin. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1389 seconds (0.1#10.140)